
Bali, 4 September 2017, Tata kelola sampah merupakan perkara yang tidak mudah. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan bertambahnya jumlah penduduk, maka kompleksitas permasalahan sampah menjadi semakin rumit. Volume sampah bertambah sementara tempat pembuangan sampah berkurang, sampah yang tidak dapat terurai secara alami mencemari lingkungan. Indonesia telah memasuki fase yang dinamakan darurat sampah. Indonesia disebut sebagai penghasil sampah plastic laut nomor 2 terbesar di dunia.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman merupakan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih sebagaimana tercantum dalam Inpres No.12 Tahun 2016 tentang Revolusi Mental. Instruksi presiden inilah yang menjadi landasan Kemenko Maritim berkoordinasi baik dengan kementerian dan lembaga terkait, serta membangun public-private partnership dengan pihak-pihak swasta dan kelompok-kelompok masyarakat.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno dalam sambutannya pada acara launching The Alliance for Marine Plastic Solutions, Bali (04/09) menegaskan pemerintah sangat terbuka untuk bekerja sama serta mendorong lebih banyak instansi swasta lebih peduli pada lingkungan. “Masalah sampah adalah masalah yang tidak memandang suku atau negara. Sampah adalah masalah Bersama, yang harus ditangani Bersama-sama.” Deputi Havas mencontohkan, sampah plastic laut terombang-ambing di laut melintasi batas-batas negara. “Padahal botol-botol plastic ini masih bisa dimanfaatkan kembali, tidak perlu menjadi sampah. Kita perlu mengedukasi masyarakat bahwa dengan pengelolaan yang baik, yang sebelumnya menjadi sampah, ternyata masih bisa berhasil guna”. Havas mencontohkan sampah organic bisa menjadi kompos, plastic bisa menjadi campuran aspal jalan atau produk-produk lain. Havas juga mengapresiasi inisiatif pihak swasta yang telah berkolaborasi untuk mencari solusi penanganan sampah kemasan.***
- Combating Marine Debris 2017