Pengembangan Lapangan Abadi Blok Masela Dilakukan Secara Menyeluruh
Maritim - Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya DR. Rizal Ramli menyatakan, Pemerintah Indonesia akan pengembangan lapangan abadi Blok Masela akan dilakukan secara menyeluruh dan hati-hati. Pembangunan dengan memperhatikan masukan dari banyak pihak.
"Pertimbangannya, pemerintah sangat memperhatikan 'multiplier effects' serta percepatan pembangunan ekonomi Maluku khususnya, dan Indonesia Timur pada umumnya,” ujar Rizal Ramli, Senin (22/02).
Dalam berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo selalu memberi arahan, bahwa Presiden ingin melaksanakan konstitusi dengan konsekuen.
Terkait pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, Presiden Jokowi juga berkali-kali menegaskan, pemanfaatan ladang gas abadi Masela tidak sekadar sebagai penghasil devisa, tetapi juga harus menjadi motor percepatan pembangunan ekonomi Maluku dan Indonesia Timur.
Berdasarkan kajian Kemenko Maritim dan Sumber Daya, biaya pembangunan kilang darat ('onshore') sekitar US$16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (ofshore), biayanya mencapai US$22 miliar. Dengan demikian, kilang di darat US$6 miliar lebih murah dibandingkan dengam kilang di laut.
Angka ini sangat berbeda dengan perkiraan biaya dari Inpex dan Shell. Mereka menyatakan, pembangunan kilang 'offshore' hanya US$14,8 miliar. Sedangkan pembangunan kilang di darat, mencapai US$19,3 miliar.
“Inpex dan Shell telah membesar-besarkan biaya pembangunan kilang di darat. Sebaliknya, mereka justru mengecilkan biaya pembangunan di laut. Untuk memastikan kebenarannya, kita tantang mereka. Jika ternyata biaya pembangunan di laut membengkak melebihi $14,8 milyar, maka Inpex dan Shell harus bertanggungjawab membiayai kelebihannya, tidak boleh lagi dibebankan kepada 'cost recovery'. Faktanya Inpex tidak berani. Ini menunjukkan mereka sendiri tidak yakin dengan perkiraan biaya yang mereka buat,” papar Rizal Ramli.
Dalam kaitan ini, Pemerintah Indonesia memang bersikap hati-hati. Pemerintah juga belajar dari pengalaman pembangunan kilang 'offshore' di Prelude, Australia, yang mengalami keterlambatan dan pembengkakan biaya cukup besar. 'Prelude' telah menghabiskan biaya $12,6 milyar. Padahal kapasitasnya hanya 3,6 juta ton/tahun, 48% dari Kapasitas Masela (7,5 juta ton/tahun).
Menurut Rizal Rami, seandainya pembangunan kilang dilaksanakan di laut, maka Indonesia hanya akan menerima pemasukan US$2,52 miliar/tahun dari penjualan LNG. Angka itu pun diperoleh dengan asumsi harga minyak US$60/barel. Sebaliknya dengan membangun kilang di darat, gas LNG itu sebagian bisa dimanfaatkan untuk industri pupuk dan petrokimia. Dengan cara ini, negara bisa memperoleh revenue mencapai US$6,5 miliar/tahun.
“Inilah yang menjelaskan mengapa Presiden menginginkan pembangunan kilang Masela di darat. Beliau sangat memperhatikan manfaatnya dan 'multiplier effect'-nya yang jauh lebih besar dibandingkan jika kilang dibangun di laut. Dengan pembangunan kilang di darat, akan lahir industri pupuk dan petrokimia. Kita bisa mengembangkan kota Balikpapan baru di Selaru yang berjarak 90 km dari Blok Masela,” ungkap Rizal Ramli.
Apalagi banyak tokoh-tokoh masyarakarat dan rakyat Maluku yang menginginkan agar kilang Masela dibangun di darat untuk mempercepat pembangunan Maluku. Dukungan yang sama juga diberikan oleh Ketua MPR, DPD and anggota-anggota BPK.
Menko Maritim juga menilai kekhawatiran Inpex akan keluar dari proyek pengembangan Blok Masela sangat berlebihan. Pasalnya, Inpex sudah mengabiskan waktu bertahun-tahun dan investasi sekitar US$2 miliar. Perusahaan itu tidak akan meninggalkan Blok Masela yang memiliki cadangan lebih dari 20 tcf (trilion cubic feet). Dengan asumsi diproduksi 1,2 juta kaki kubik/hari, maka cadangan bisa dimanfaatkan sampai 70 tahun.
Itulah sebabnya, Inpex diyakini tidak akan keluar dari proyek ini. Namun jika ternyata Inpex benar-benar keluar, maka banyak investor dari negara lain yang sangat berminat meneruskannya.
“Pemerintah Indonesia sangat menghargai hubungan strategis dan jangka panjang dengan Jepang. Kita juga memahami kebutuhan Jepang akan sumber energi berjangka panjang yang reliable. Kita percaya Inpex akan sangat berkepentingan dengan pembangunan kilang di darat yang jauh lebih murah, dan menguntungkan Indonesia dan Jepang,” kata Rizal Ramli.
(Maritim/Odd/Arp)