ACCPP Resmi Digelar, Indonesia Ajak Negara-negara ASEAN Capai Regional Plan of Action

ACCPP Resmi Digelar, Indonesia Ajak Negara-negara ASEAN Capai Regional Plan of Action

Marves - Jakarta, Perhelatan ASEAN Conference on Combating Plastic Pollution (ACCPP) digelar pada 17 Oktober 2023. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), berkolaborasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Sekretariat ASEAN, serta didukung oleh National Plastic Action Partnership (NPAP) dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menginisiasi konferensi ini dengan tujuan mengeksplorasi potensi inisiatif dalam penguatan peran negara anggota ASEAN guna mendukung upaya penanganan polusi plastik, termasuk di lingkungan laut.  Hal ini bertalian erat pula dengan diskursus instrumen internasional yang mengikat secara hukum (International Legally Binding Instrument/ILBI) yang sedang disusun sebagai upaya global dalam memerangi polusi plastik, atau yang dikenal dengan Perjanjian Plastik Global (Global Plastic Treaty).
 
“Diterbitkannya resolusi UNEA untuk mengakhiri pencemaran, termasuk pada ekosistem laut merupakan sebuah terobosan penting yang diharapkan dapat memobilisasi berbagai elemen yang terlibat dalam rantai nilai plastik dari hulu hingga hilir,” ungkap Deputi Nani.
 
Isu Marine Plastic Debris (sampah plastik laut) merupakan isu lintas negara. Pemerintah Indonesia sudah memiliki National Plan of Action untuk mengurangi sampah laut dengan target dapat menurunkan 70 persen kebocoran sampah plastik ke laut Indonesia pada tahun  2025. Melalui rencana aksi nasional yang dikukuhkan dalam Peraturan Presiden 83/2018. tercatat sampai dengan tahun 2022, Indonesia berhasil menekan kebocoran sampah laut sebesar 35,36% dibandingkan dengan level tahun 2018.  
 
“Tentu keberhasilan ini merupakan suatu modalitas bagi Pemerintah Indonesia dalam menyuarakan praktik baik dalam diskusi global plastic treaty, termasuk regional action plan antara negara ASEAN. Kita ingin mengajak negara-negara ASEAN untuk melakukan hal yang sama bersama-sama, saling bertukar pemikiran dan pengalaman demi mencapai target dalam penanganan sampah laut secara regional,” ujar Deputi Nani.
 
Selain itu, Deputi Nani juga menyampaikan perjanjian plastik global bagi negara-negara ASEAN diharapkan mampu mengakomodasi kepentingan nasional negara-negara berkembang. Perjanjian plastik global diharapkan dapat meningkatkan komitmen semua pihak termasuk sektor swasta untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam hal menciptakan pendanaan inovatif dan investasi ramah lingkungan, serta transfer pengetahuan dan teknologi.
 
Erick Tohir, selaku Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ad-Interim dalam sambutan kuncinya menegaskan bahwa konferensi ini adalah kesempatan luar biasa untuk berbagi pelajaran antar negara ASEAN dalam menangani polusi plastik. “Untuk menyambut Konferensi Intergovernmental Negotiating Committee on Plastic Pollution ketiga (INC-3), ini adalah peluang baik untuk berbagi pelajaran antar negara dan pemangku kepentingan yang dapat memberikan rekomendasi baru dalam menangani polusi plastik,” ujar Erick Tohir.
Global Plastic Treaty ini juga diharapkan dapat meningkatkan komitmen semua pihak termasuk sektor swasta untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam hal menciptakan pendanaan inovatif dan investasi ramah lingkungan, serta transfer pengetahuan dan teknologi.
 
ASEAN telah memiliki modalitas untuk mengatasi polusi plastik secara bersama-sama, seperti Deklarasi Bangkok tentang Penanganan Sampah Laut di Kawasan ASEAN dan Kerangka Tindakan ASEAN tentang Sampah Laut saat KTT ke-34 pada Juni 2019. Dalam rangka memperkuat komitmen ini, pada tahun 2021 ASEAN mengadopsi Rencana Aksi Regional ASEAN (RAP) untuk Penanganan Sampah Laut. Ahmad Zafarullah Abdul Jalil yang merupakan Direktur Pemantauan Integrasi ASEAN, Sekretariat ASEAN menyampaikan “Koordinasi yang baik antar negara untuk mencapai laut yang sehat dan bersih sangat penting untuk keberhasilan implementasi Rencana Aksi ini.” ujar Abdul Jalil.
 
Ary Sudijanto, ASEAN Senior Officials on Environment (ASOEN) Focal Poin Nasional Indonesia turut menjelaskan pada sambutan pembukaan acara, bahwa ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia sebagai Ketua ASEAN untuk mengkoordinasikan suara dalam melawan polusi plastik dan sampah laut secara regional melalui Pernyataan Ketua KTT ASEAN ke-43 artikel 129.  Ary Sudjianto melanjutkan kalau acara ini merupakan kesempatan strategis untuk menggalang rekomendasi demi menemukan kondisi regional yang memungkinkan mengatasi pencemaran plastik dan mengharmonisasikan misi AMS dalam menghadapi negosiasi zero-draft Global Plastic Treaty pada INC-3.
 
Professor Tetsuya Watanabe, Presiden Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dalam sambutannya menjelaskan bahwa kesenjangan data merupakan salah satu penghambat utama dalam upaya pemberantasan polusi sampah plastik di ASEAN. Oleh karena itu, ERIA berkolaborasi dengan OECD dan Institute for Global Environmental Studies (IGES) tengah menggarap "Regional Plastic Outlook" untuk ASEAN, yang bertujuan menyajikan data terkini terkait produksi, konsumsi, dan jumlah sampah plastik di masing-masing negara anggota ASEAN. Laporan ini diperkirakan akan diluncurkan pada akhir 2024.
 
Tuti Hadiputranto, Indonesia NPAP Chairwoman menambahkan bahwa ASEAN dapat memajukan ambisi penyelesaian polusi plastiknya melalui inovasi model bisnis dan kolaborasi dari semua pihak. “Kita, ASEAN, harus melangkah lebih maju, meningkatkan ambisi kita dalam menyelesaikan (masalah) polusi plastik melalui berbagai macam cara. Kita sangat membutuhkan inovasi dengan model bisnis yang lebih ramah lingkungan dan berkeadilan sosial. Saya mendorong seluruh pihak di sini untuk bergerak bersama dalam mengentaskan masalah sampah plastik” kata Tuti Hadiputranto.
 
“Masalah polusi plastik tidak dapat diselesaikan oleh satu negara saja. Semua pihak harus mendorong perubahan sistem yang kita perlukan untuk mengakhiri polusi plastik di Kawasan ASEAN. Kita harus bekerja sama dan mengambil pendekatan multipihak untuk menciptakan desain (sistem) solusi daur ulang di bagian hulu dan infrastruktur pengumpul; dan perubahan perilaku di bagian hilir yang merupakan tumpuan prinsip ekonomi sirkular.” Ucap Lucia Karina, VP Public Affairs, Communications and Sustainability, The Coca-Cola Company & Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia & Papua New Guinea, yang hadir mewakili sektor swasta.
 
Claudia Chan, selaku Senior Director Public Policy for ASEAN and South Pacific (ASP), The Coca-Cola Company menyampaikan bahwa dibutuhkan penyelarasan lintas negara di Kawasan ASEAN atas beberapa hal krusial yang menjadi kunci dalam ekosistem penanganan sampah plastik. “Untuk meningkatkan tingkat pengumpulan dan daur ulang plastik, diperlukan standarisasi regional atas desain dan material daur ulang. Hal ini akan mendorong ekosistem sirkular/closed loop di Kawasan ASEAN. “
 
Menutup acara, Dr. Novrizal Tahar, Direktur Penanganan Sampah, KLHK yang juga merupakan Focal Point ASEAN Working Group on Environmentally Sustainable Cities (AWGESC), membacakan lima poin kunci yang mendukung kerja sama regional, termasuk dukungan terhadap integrasi tingkat daur ulang dalam kriteria Penghargaan Kota Berkelanjutan Lingkungan ASEAN dan upaya pengembangan standar regional yang mendorong model bisnis reuse/refill untuk mengurangi plastik sekali pakai. Selain itu, langkah-langkah untuk mengintegrasikan ekonomi sirkular dalam sektor perdagangan, keuangan, dan investasi juga ditekankan, termasuk insentif yang ramah lingkungan bagi sektor swasta. Rekomendasi-rekomendasi ini mencerminkan tekad kuat ASEAN dalam menghadapi tantangan global yang berkaitan dengan masalah lingkungan, khususnya dalam perang melawan polusi plastik.
 
Keseluruhan acara ini tidak lepas dari dukungan kolaborasi para mitra seperti Asian Development Bank (ADB), Uni Eropa (EU), Agence Française de Développement (AFD), Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW), Kedutaan Denmar, Unilever Indonesia, Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Project ‘Reduce, Reuse, Recycle to Protect the Marine Environment and Coral Reefs (3RproMar)’, Kedutaan Belanda, Alliance to End Plastic Waste (AEPW), Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), Coca-Cola Company, Coca-Cola Europacific Partners Indonesia, dan DUITIN.
 
Biro Komunikasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi

 
No.SP-253/HUM/ROKOM/SET.MARVES/X/2023