Akselerasi Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB): Solusi Penurunan Emisi Karbon dan Penghematan Subsidi BBM

Akselerasi Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB): Solusi Penurunan Emisi Karbon dan Penghematan Subsidi BBM

MarvesJakarta, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin berbagi perkembangan terkini mengenai Program Percepatan Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) atau Electric Vehicle (EV) bersama rekan media pada Senin, 12 Desember 2022. Menurut Deputi Rachmat, akselerasi penggunaan EV kini semakin krusial, tidak hanya dalam mendukung tercapainya target penurunan emisi karbon, namun juga dalam mendorong penghematan subsidi BBM di Indonesia.

Dalam pertemuan tersebut, Deputi Rachmat menyoroti proyeksi pertumbuhan jumlah kendaraan nasional yang dapat menghambat komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana ditekankan dalam Paris Agreement, target NDC (31.89% BUA; dan 43.20% dengan dukungan internasional pada tahun 2030), serta target Net-Zero Emission di 2060 atau lebih cepat.

“Jumlah kendaraan di Indonesia saat ini sangat besar, hingga 21 juta mobil dan 115 juta motor, dan tren ini akan secara konsisten bertambah seiring dengan jumlah pertumbuhan ekonomi penduduk Indonesia,” ujar Deputi Rachmat.

Apabila pertambahan kendaraan tersebut terus disandingi dengan penggunaan bahan bakar minyak (BBM), maka Indonesia akan dihadapkan pada peningkatan kebutuhan subsidi BBM, serta peningkatan emisi GRK dari sektor transportasi.

“Indonesia saat ini adalah negara net importer minyak dan juga melakukan subsidi energi, khususnya subsidi BBM. Peningkatan kebutuhan BBM berbanding lurus dengan kebutuhan biaya subsidi. Dimana sebenarnya, subsidi ini dapat dialokasikan untuk pembangunan Indonesia,” jelas Deputi Rachmat.

 

Elektrifikasi Kendaraan sebagai Solusi Penurunan Emisi GRK & Subsidi BBM

Deputi Rachmat optimis bahwa akselerasi penggunaan KBLBB merupakan solusi praktis terhadap tantangan emisi GRK dan subsidi BBM. Teknologi KBLBB sudah terbukti kehandalannya di berbagai negara. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan landasan kebijakan untuk mendorong percepatan adopsi KBLBB di dalam negeri. Industri KBLBB roda dua dan empat pun mulai berkembang di Indonesia.

Namun, mempertimbangkan status industri KBLBB Indonesia sebagai “infant industry”, Deputi Rachmat juga menekankan pentingnya dukungan kuat dari seluruh pemangku kepentingan agar Indonesia dapat memanfaatkan potensi KBLBB secara efektif dan masif.

Hingga Desember 2022, pengguna KBLBB masih relatif lebih rendah dibanding kendaraan yang menggunakan internal combustion engine (ICE). Per Desember 2022, penjualan motor listrik mencapai 15 ribu unit, sementara mobil listrik sebesar 8 ribu unit.  Angka ini masih jauh dibanding total penjualan kendaraan ICE hingga 6,5 juta unit motor dan 1 juta unit mobil dan (AISI dan GAIKINDO, 2019). Perbandingan penjualan kendaraan listrik dengan total populasi kendaraan lebih kecil lagi, yaitu 0,01% untuk motor dan 0,04% untuk mobil.

Berdasarkan data tersebut, pemerintah menyadari bahwa adopsi KBLBB di Indonesia perlu didorong agar lebih maksimal. Kolaborasi pemerintah dan swasta memegang peranan penting untuk mendorong mendorong minat dan memotivasi perubahan perilaku masyarakat untuk mengadopsi KBLBB.

Riset BloombergNEF menunjukkan bahwa penggunaan KBLBB akan meraih adopsi massal apabila pangsa pasar KBLBB dari penjualan kendaraan per tahun sebesar 5-10% tercapai. Angka tersebut setara dengan penjualan 650,000 motor listrik dan 100,000 mobil listrik per tahun di Indonesia jika menggunakan pangsa pasar 10%.

 

Tantangan Industri & Fasilitas Insentif Pemerintah

Untuk mengakselerasi adopsi KBLBB, pemerintah masih harus mengatasi beberapa tantangan industri di Indonesia, seperti terbatasnya produsen KBLBB Indonesia yang dapat memberikan variasi jenis kendaraan bagi konsumen, ekosistem KBLBB yang masih perlu dilengkapi agar bersaing dengan ekosistem kendaraan BBM, perbedaan harga yang cukup signifikan antara KBLBB dan kendaraan ICE untuk kendaraan yang setara sehingga dapat mempengaruhi minat beli masyarakat.

Merujuk pada pengalaman negara-negara lain, seperti Thailand, India, dan Tiongkok dalam mengatasi tantangan industri kendaraan listrik, fasilitasi insentif kepada pengguna menjadi salah satu solusi kebijakan yang teruji. Insentif ini berperan penting dalam mengurangi selisih harga kendaraan ICE dan kendaraan listrik yang ramah lingkungan, sehingga kendala perbedaan harga menjadi tidak signifikan. Selain itu, fasilitasi insentif kepada industri otomotif juga menjadi opsi kebijakan yang dapat diaplikasikan untuk mendorong produksi KBLBB.

Di Indonesia, sebelumnya, pemerintah telah memberikan beberapa insentif kepada pengguna KBLBB di antaranya: PPnBM 0% bagi KBLBB Completely Knock Down (CKD) yang memenuhi syarat TKDN, pembebasan aturan ganjil genap bagi pengguna KBLBB, tarif pajak daerah (PKB dan BBNKB) yang lebih rendah dibanding untuk kendaraan ICE hingga kemudahan DP 0% untuk KBLBB.

Namun, mengingat posisi industri dan pasar Indonesia yang belum mencapai adopsi massal, maka saat ini pemerintah tengah menyusun program insentif yang dapat mendorong ketertarikan dan daya beli masyarakat terhadap kendaraan non-BBM fosil yang lebih luas, serta memacu perkembangan industri otomotif energi baru.

 

No. SP-408/HUM/ROKOM/SET.MARVES/XII/2022

BIRO KOMUNIKASI

KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN DAN INVESTASI