Atasi Konflik Pemanfaatan Wilayah, Kemenko Maritim Ingin Perda RZWP3K Segera Ditetapkan
Jakarta. Dalam rangka mengatasi konflik pemanfaatan wilayah provinsi dan pulau-pulau kecil di Indonesia, Kemenko Bidang Kemaritiman tengah melakukan upaya penetapan Peraturan daerah (Perda) Rencana Zonasi di Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K).
“RZWP3K itu kan amanat dari Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 junto I tahun 2014, tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, nah hingga tahun 2016 lalu, belum ada Perda yang menetapkan RZWP3K itu, nah kami ingin segera ditetapkan untuk mengatasi konflik yang sedang terjadi,” kata Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Sahat M. Panggabean, Senin (13/03).
Sahat memaparkan, selama ini memang sudah ada Perda yang berlaku, namun masih di tingkat kabupaten atau provinsi, tetapi tidak mengacu pada Undang-Undang Nomor 27 tersebut. Hal ini menjadi sangat penting, karena dengan adanya Perda, wilayah bisa segera ditata, sehingga konflik pemanfaatan wilayah bisa segera diatasi.
“Nah kenapa ini perlu, karena selama ini, konflik pemanfaatan wilayah pesisir itu sangat intens, karena tidak diatur. Di daerah pesisir itu kan kaya akan sumber daya hayati kita misalnya ikan, atau ekosistemnya juga di situ seperti ada mangrove, ada terumbu karang, ada padang lamun, ada juga bahan tambang di situ yaitu timah. Kenapa terjadi konflik, karena belum diatur penataannya,” ujarnya.
“Jadi cara berfikirnya adalah nanti akan kita atur mana wilayah untuk katakanlah itu konservasi, untuk wilayah budidaya, wilayah untuk misal alur pelayaran, wilayah mungkin aktivitas pertambangannya di mana ditata. Filosofi penataannya itu bukan hanya asal menata saja, tetapi juga harus diperhatikan beberapa aspek,” tambahnya.
Adapun aspek tersebut, pertama tentunya harus memihak kepada masyarakat, apakah masyarakat itu akan merasa dilindungi serta mendapat manfaat dari situ atau tidak. Sebab, tak boleh dilupakan, bahwa kepercayaan dahulu nenek moyang mereka hidup di situ. Sehingga di situ ada budaya mereka yang harus tetap terjaga.
“Jadi kalau kita tidak mau melindungi itu, ini bahaya juga. Kemudian kedua, harus konsisten aspek lingkungannya berkelanjutan, jangan main hantam saja, kan gitu. Nah kalau semua sudah diperhatikan, itu saya fikir sudah aman, tidak aka ada konflik lagi dengan masyarakat. Kemudian kalau ada aktivitas yang kecenderungan merusak seperti tambang, nah ini harus kita tatakan sedemikian rupa, supaya paling tidak mereka jangan melakukan aktivitas yang akan merugikan masyarakat dan lingkungan,” ujarnya.
Agar tak merugikan masyarakat dan lingkungan, lanjut Sahat, akan diterapkan penggeseran zonasi yang lebih jauh dan kemudian dibikin petak per petak atau seperti cluster. “Misal di tempat nomor satu ada masyarakat mungkin dia di situ sudah biasa menangkap ikan, atau wisata bahari, ya ini kita amankan. Kita ingin supaya yang kita amankan itu ekosistem dahulu untuk masyarakat di situ, untuk wisata bahari. Jadi kita atur, itu sedang kita susun. Di 2016 belum ada satu pun Perda yang mengatur RZWP3K itu, nah kita harapkan di tahun 2017 ini ingin Perda RZWP3K itu segera ditetapkan, sehingga konflik dapat segera diatasi,” pungkasnya.
Jika semua sudah terkendali, investor pun dengan mudah masuk, karena investor juga akan lihat dokumen zonasi tersebut, dengan kata lain misalnya melakukan budi daya ikan besar besaran, sudah ada lokasi dan petak budi daya. Jika sudah begitu, yakinlah investor juga dengan mudah menanam saham, dan Pemda maupun Kementerian serta Lembaga terkait juga bisa mengawasi dengan mudah.