Bahas Transisi Energi, Deputi Nani: Harus Dapat Diandalkan Masyarakat Indonesia
Marves - Bali, Menjadi salah satu pembahasan prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia, transisi energi diharapkan dapat dengan mudah diakses, terjangkau, dan dapat diandalkan oleh masyarakat Indonesia. Hal itu ditekankan oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves, Nani Hendiarti saat membuka Talkshow on the G20 Summit: Partnership in Climate Actions dengan tema “Energy Transition Talkshow Session” di Bali, Senin (14-11-2022).
“Transisi energi adalah salah satu prioritas dalam Presidensi G20 Indonesia dan akan memberikan kontribusi lebih pada Nationally Determined Contribution (NDC) kita di tahun-tahun berikutnya. Oleh sebab itu, saya menekankan ini harus dapat diakses, terjangkau, dan dapat diandalkan oleh rakyat kita,” kata Deputi Nani.
“Kami menyadari akan membutuhkan biaya yang tinggi untuk transisi energi. Oleh sebab itu, diperlukan pembiayaan, teknologi, dan investasi dalam transisi energi. Kami ingin ‘melembagakan’ alih teknologi dan pembiayaan untuk membantu memastikan bahwa transfer teknologi dan pembiayaan ini terus berlanjut seiring waktu,” tambahnya.
Diketahui pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen seriusnya untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat. Baru-baru ini, peningkatan NDC telah diserahkan ke United Nations Framework on Climate Change Conference (UNFCCC). “Kami memiliki target untuk mengurangi 915 MT tanpa syarat, dan 1.240 MT dengan dukungan internasional untuk pengurangan emisi. Transisi energi dikecualikan dalam perhitungan,” ungkap Deputi Nani.
Lebih lanjut, Deputi Nani memaparkan bahwa pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi transisi yang adil dan terjangkau dari batu bara ke energi bersih sebagai prioritas nasional dan memasukkan transisi energi yang didorong oleh mekanisme pembiayaan yang berkelanjutan. Dalam hal ini, Indonesia telah memberlakukan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik menciptakan kerangka kerja yang luas untuk transisi energi bersih, dan menyerukan penyusunan peta jalan yang terperinci, dan pedoman pelaksanaan untuk mempercepat peralihan dari batu bara ke energi bersih.
Peta jalan tersebut menyerukan percepatan penghentian pembangkit listrik tenaga batu bara dan mempertimbangkan rencana pasca-pensiun untuk dekomisioning atau penggunaan kembali dengan teknologi emisi rendah karbon untuk memastikan keamanan energi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Terdapat 2 (dua) skenario Peta Jalan (roadmap) transisi energi yaitu Peta Jalan dengan Penghapusan Tenaga Batu bara pada tahun 2060 atau lebih cepat (Natural Retirement) dan Peta Jalan dengan Pensiun Dini Tenaga Batu bara dengan Dukungan Internasional untuk Penghapusan Tenaga Batu bara secara bertahap pada tahun 2050. Selain itu “Just Energy Transition” merupakan komitmen ambisius untuk pendanaan dan secara teknis untuk membantu Indonesia mencapai percepatan transisi energi,” paparnya.
Indonesia sendiri membuka kerja sama Just Energy Transition melalui kerja sama Internasional, multilateral dan bilateral, dengan diusulkan kerja sama jangka panjang yang bertujuan untuk memobilisasi keuangan yang diharapkan total keuangan setidaknya dua kali lipat dari Afrika Selatan yang berasal dari dana publik dan swasta atau investasi swasta dari lembaga-lembaga keuangan swasta yang dikoordinasikan oleh Global Financial Alliance for Net Zero (GFANZ).
Pemerintah Indonesia juga memprakarsai Global Blended Alliance dalam Presidensi G20 ini sebagai organisasi internasional baru untuk membuat skala dan mereplikasi blended finance dalam aksi iklim dan SDGs sejalan dengan kebutuhan dana dalam transisi energi. Global Biodiversity Framework (GBF) akan memfasilitasi solusi dan bertindak sebagai jembatan global antara berbagai pemangku kepentingan untuk menyampaikan agenda pembangunan, khususnya transisi energi, dengan berbagai mitra dan filantropi juga disertakan.
“Oleh sebab itu, acara ini membutuhkan tingkat komitmen yang sama yang akan menghasilkan transisi energi yang adil, inklusif, dan berkelanjutan. Saya berharap ini akan menjadi momentum bagi kita untuk membangun cara-cara pendanaan yang bersifat berkelanjutan untuk transisi energi,” pungkasnya.
Selain agenda “Energy Transisiton Talkshow Session,” rangkaian talkshow ini juga diisi dengan dua tema lainnya yakni “Blue Carbon Talkshow Session” dengan dihadiri oleh Asisten Deputi (Asdep) Pengelolaan Perubahan Iklim dan Kebencanaan Kemenko Marves Kus Prisetiahadi yang mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam “blue carbon” yang melimpah, oleh sebab itu aset potensial ini harus dimonetisasi dan dimanfaatkan secara berkelanjutan guna kemakmuran masyarakat Indonesia.
Selanjutnya dalam kegiatan bertema “Tropical Forest Partnership for Climate and People Talkshow Session” oleh Asisten Deputi Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kemenko Marves Sugeng Harmono yang mengungkapkan bahwa Presidensi G20 Indonesia merupakan waktu yang tepat dalam meningkatkan dan memperkuat kemitraan Indonesia dengan Brasil dan Republik Demokratik Kongo guna mempercepat kerja sama dan kolaborasi mengenai hutan tropis dan iklim. Dalam hal ini akan dilaksanakan penandatanganan “Tropical Forest Partnership and Climate Action” pada tanggal 14 November, yang merupakan langkah awal yang harus segera ditindaklanjuti dengan rangkaian kegiatan seperti penyusunan MoU dan Action Plan serta penggalangan dana.
Biro Komunikasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
No.SP-372/HUM/ROKOM/SET.MARVES/XI/2022