Berbagai Pertimbangan Pembangunan Pulau G Harus Dihentikan Selamanya
Maritim - Pemerintah memutuskan reklamasi Pulau G dihentikan selamanya karena adanya pelanggaran berat. Kebijakan ini memang tidak mengenakkan buat pengembang. Tapi, itu adalah risiko pengembang karena melakukan langkah yang membahayakan berbagai kepentingan.
Demikian dikatakan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli yang merupakan Ketua Tim Komite Reklamasi dalam jumpa pers usai rapat reklamasi di kantornya, beberapa waktu lalu.
Pemerintah menetapkan reklamasi Pulau G dihentikan selamanya karena adanya pelanggaran berat yakni keberadaannya membahayakan lingkungan hidup dan lalu lintas laut. Terdapat empat hal yang menjadi dasar melakukan pembatalan reklamasi Pulau G.
Yang pertama, adalah posisi jalur pipa gas utk PLTG itu berada tepat di tepi timur Pulau G, tepat berada di bawah Pulau G. Padahal menurut PP no. 5/2010 tentang kenavigasian, disebutkan di pasal 94 ayat 5 bahwa zona terlarang pada area 500 meter dihitung dari sisi terluar instalasi atau bangunan.
Sementara itu, Gede Sandra, Staf Ahli Bidang Kebijakan Publik pada kegiatan FGD di kantor Kemenko Maritim dan SD, Senin (18/07) mengatakan, soal keberadaan pipa gas, itu hal yang paling penting mengapa reklamasi Pulau G dihentikan total. "Karenanya tidak boleh ada bangunan di sekitar pipa,” ujar dia.
Kedua, alasannya adalah Pulau G masuk dalam areal dilarang melabuhi jangkar. Keterangannya berada di DLKR/DLKP Sunda Kelapa, berdasarkan peraturan pemerintah no. 61 tahun 2009 tentang kepelabuhanan.
Ketiga, soal potensi gangguan terhadap instalasi dan operasi PLTU Muara Karang. Dan dengan keberadaan pembangunan Pulau G, itu berpotensi mengganggu aktivitas penyediaan listrik dari pembangkit listrik tersebut.
Hal senada disampaikan Abdulah Rohim, Tenaga Ahli Bidang Energi Kemenko Maritim dan Sumber Daya. “Jadi begini, tepat di bagian selatan Pulau G, itu terdapat PLTGU Muara Karang dan Muara Rawa,” tambah dia.
Sehingga pada 16 Juni 2016, PT PLN (Persero) mengirim surat kepada Kementerian KKP menjelaskan tentang dampak reklamasi terhadap pembangkit PT PLN
Alasan lainnya adalah terdapat potensi konflik dengan alur pelayaran nelayan dari dan ke Muara Angke. Ini bertentangan dengan UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan pasal 25 ayat 5.
“Gugatan dimenangkan oleh PTUN Jakarta pada tanggal 31 Mei 2016 yang lalu, dan waktu itu terjadi pemenangan gugatan nelayan terhadap pengembang,” jelas Abdul Rohim.
Sedangkan Pulau C, D, dan N diteruskan namun harus dibongkar karena termasuk pelanggaran sedang yakni pengembang hanya mementingkan keuntungan semata dalam pembangunan tanpa mengindahkan lingkungan hidup.
(Arp/Nn)