Deputi Havas Ingatkan Parlemen Asean Untuk Peduli Isu Sampah Plastik Laut
Maritim—Jakarta, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno mengingatkan agar anggota Asean Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) menyadari ancaman yang disebabkan oleh sampah plastik laut terhadap keberlangsungan hidup manusia. Hal tersebut dia sampaikan saat berbicara dalam forum pertemuan Kaukus AIPA ke-9 di Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Dalam forum yang bertajuk “Memperkuat Kerjasama Maritim dan Resolusi Damai pada Konflik di Asean”, Havas menyebutkan ada tiga ancaman utama di perairan secara global. “Jadi apabila saya simpulkan, ada tiga ancaman terhadap laut kita, yakni ancaman tradisional, ancaman kriminal dan ancaman yang disebabkan alam,”ujarnya.
Lebih detil dia menyebutkan, ancaman tradisional adalah ancaman yang disebabkan oleh kegiatan penangkapan ikan yang masif dan serampangan. Sedangkan ancaman kriminal merupakan ancaman yang berupa penangkapan ikan secara ilegal, penyelundupan orang, penyelundupan senjata maupun narkoba. Lalu ancaman ketiga adalah ancaman yang berasal dari alam namun sebenarnya juga disebabkan oleh ulah manusia yang terkait dengan kondisi perubahan iklim.
“Ancaman ini dulu tidak kita temukan atau tidak kita sadari yakni pemutihan karang dan naiknya permukaan air laut,” ujar Havas serius. Naiknya permukaan air laut ini, sebutnya, menyebabkan hilangnya permukaan tanah selebar 500 meter sehingga lebih dari 150 rumah di pinggir pantai di sebelah utara Pulau Jawa hilang. Masalah berkurangnya luasan lahan di kawasan pesisir akibat naiknya permukaan air laut ini menurut mantan Dubes RI untuk Belgia ini ternyata tidak hanya dihadapi oleh Indonesia, namun juga beberapa negara di kawasan Asia Tenggara.
“Dengan sangat menyesal, saya katakan kita tidak siap untuk menghadapi munculnya masalah-masalah baru ini,” katanya. Konsekuensi hilangnya wilayah potensial di kawasan pinggiran pantai akan menyebabkan masalah baru karena pemerintah harus merelokasi warga yang menjadi korban. Dengan relokasi tersebut, maka korban tidak hanya akan kehilangan tempat tinggal saja namun juga penghasilan mereka. Dan hal itu, tambah Havas sudah terjadi di negara-negara pulau seperti Palau. Negara ini telah memindahkan sebagian penduduk mereka dari kawasan pantai ke daerah pegunungan akibat hilangnya sebagian wilayah pesisir karena naiknya permukaan laut.
Lebih jauh, Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim ini mengatakan bahwa salah satu penyebab perubahan iklim adalah banyaknya sampah plastik di laut laut. Havas lantas mengutip hasil sebuah penelitian yang menyebutkan bahwa secara global pada tahun 2050 akan lebih banyak ikan yang mengkonsumsi plastik bila penduduk dunia tidak segera mengangani sampah plastik di laut dengan hati-hati.
Di Indonesia, lanjutnya, telah dilakukan riset bersama dengan University of California Davis pada tahun 2014 dan 2015 mengenai pencemaran plastik mikro di dalam pencernakan ikan. “Hasilnya adalah 28% dari sampel ikan di pasar tradisional di Makassar makan ikan. Sementara itu, 67% ikan di salah satu tempat di California juga makan plastik,”beber Havas. Dan menurutnya, ikan yang tercemar plastik akan membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi.
Dengan fakta tersebut, Havas mengajak kepada anggota parlemen yang menghadiri forum AIPA tersebut untuk bekerja bersama menangani sampah plastik laut. “Ini merupakan tanggung jawab semua orang, mulai dari pemerintah, parlemen dan masyarakat,”tegasnya. Selain itu, dia juga menekankan pentingnya kampanye untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan agar sampah tidak berakhir di laut.
Salah satu anggota delegasi yang berasal dari Kamboja menyambut baik himbauan tersebut dan mengusulkan agar pemerintah bersedia untuk melakukan tindakan tegas dengan melarang produsen untuk menggunakan kantong plastik. Dengan begitu, dia yakin bahwa sampah plastik akan jauh berkurang. (**).