Indonesia Harus Miliki SDM Kemaritiman Handal

Indonesia Harus Miliki  SDM Kemaritiman Handal

Maritim – Jakarta. Sebagai negara maritim, Indonesia  perlu mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)  bidang kemaritiman ahli. Untuk itu dibutuhkan penyiapan infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik yang ahli dalam bidang maritim. Hal tersebut dibahas dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pengembangan Infrastruktur Pelayaran dan LPPPTK-KPTK (Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan bidang Kelautan, Perikanan, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi), diadakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, IPTEK, dan Budaya Maritim Kemenko Maritim.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Manusia, IPTEK, dan Budaya Maritim Safri Burhanuddin menjelaskan, ada beberapa hal yang masih menjadi masalah dalam pengembangan pendidikan kemaritiman. Namun, dua masalah yang mencolok adalah soal pemenuhan guru produktif serta perbaikan infrastruktur pendidikan maritim.

“Saat ini, banyak guru di SMK kemaritiman yang sejatinya bukan guru produktif, namun dikaryakan menjadi guru produktif. Selain itu, SMK kemaritiman di Indonesia juga masih kekurangan alat praktik. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kompetensi lulusan dari SMK di bidang kemaritiman di dunia kerja,” tutur Deputi Safri saat memimpin rapat di Hotel Millenium, Senin (28/8/2017).

Safri menambahkan, ada regulasi yang menghambat soal pemenuhan tenaga guru produktif di bidang kemaritiman, yakni soal minimum pendidikan yang ditetapkan untuk menjadi guru. Selain itu, kurangnya infrastruktur pelatihan guru di bidang kemaritiman juga menjadi penghalang dalam menghasilkan guru yang bersertifikasi.

“Saat ini, seorang guru minimal memiliki pendidikan setara Strata Satu (S-1). Sedangkan, SMK di bidang kemaritiman lebih memerlukan tenaga pengajar yang bersertifikasi di bidang maritim. Dan LPPPTK-KPTK yang menjadi tempat penghasil guru produktif di bidang maritim belum mempunyai fasilitias yang cukup untuk menunjang pelatihan guru maritim,” terangnya.

Senada dengan Safri, Asisten Deputi Bidang Pendidikan dan Pelatihan Maritim TB Haeru Rahayu mengatakan, LPPPTK-KPTK memiliki peranan besar dalam penghasil guru kemaritiman yang ahli dalam kemaritiman. Selain itu, luaran lain dari LPPPTK-KPTK adalah dapat menghasilan guru yang memiliki sertifikasi keterampilan.

“Ada sepuluh luaran yang diharapkan dari LPPPTK-KPTK, namun yang mencolok adalah bisa mencetak guru guru bersertifikasi untuk ahli nautika niaga, ahli nautika perikanan, ahli teknika niaga, dan ahli teknika perikanan. Selain itu, lulusan LPPPTK-PTK juga diharapkan memiliki sertifikasi keterampilan, misal basic safety training,” ungkapnya.

Menanggapi masalah-masalah dalam bidang pendidikan maritim, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Perhubungan mendukung penuh upaya revitalisasi sektor pendidikan kemaritiman. Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan BPSDM Kemenhub dalam rapat, Kurniawan Abadi.

Dalam hal sumber daya pengajar, Kurniawan mengatakan bahwa pengajar dan penguji dalam bidang maritim sudah diatur dalam regulasi Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (SCTW) 1/8. Selain itu, gelar akademis bukan menjadi patokan dalam pendidikan pelayaran.

“Dalam sistem pendidikan pelayaran, kami tidak mengenal S-1/ Diploma Tiga (D3). Yang menjadi patokan adalah sertifikasi kompetensi dan sertificate of recognition. Selain itu, biasanya para pelaut mulai tidak betah bekerja di kapal pada umur 35-40 tahun. Pada umur itu, mereka akan kembali dan bekerja di darat,” kata Kurniawan.

Kembalinya para pelaut tersebut tentu dapat dimanfaatkan sebagai guru di SMK Kemaritiman. Namun begitu, aturan Pegawai Negeri Sipil (PNS) masih menghalangi mereka dalam melakukan pengabdian. Untuk itu, Kurniawan mengusulkan agar adanya koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Pendayaguaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) terkait sistem kepegawaian untuk tenaga pengajar di bidang kemaritiman, khususnya untuk guru SMK di bidang kemaritiman.

“Nah, soal kepegawaian kita perlu koordinasi dengan Kemenpan-RB. Tekait umur, kan 35 tahun adalah maksimal persyaratan untuk menjadi PNS. Dari Kemenhub juga sudah meminta ke Kemenpan-RB untuk guru pelaut atau dosen instruktur pelaut ini bisa difasilitasidengan batas umur 40- 45 tahun,” jelasnya.

Kemudian dalam hal pengadaan simulator, Kurniawan menghimbau agar simulator yang digunakan dalam pembelajaran di SMK bidang kemaritiman sesuai dengan standar kinerja yang sudah disusun BPSDM Kemenhub dalam hal penggunaan simulator dalam pembelajaran. Selain itu, pengadaan simulator di SMK bidang kemaritiman juga diharapkan dapat mengikuti perkembangan teknologi kelautan.

Merespon hal tersebut, Deputi Safri menegaskankan bahwa dalam hal penyediaan fasilitas pembelajaran kepada siswa SMK hanya sebatas sebagai media pengenalan. Untuk itu, Deputi Safri menegaskan bahwa dalam pengadaan simulator kelautan di SMK tidak perlu yang harus mengeluarkan biaya mahal.

“Peralatan praktik kelautan bagi siswa SMK bidang kemaritiman sangat dibutuhkan. Namun kita juga tidak perlu selalu bergantung padaalat-alat dari luar negeri. Yang kita utamakan sekarang adalah soal fungsi, urusan canggih itu belakangan,” tegas Safri.

Sementarta dalam hal pelatihan, Kurniawan mengatakan bahwa BPSDM Kemenhub sudah melakukan pembinaan kepada SMK yang ada di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan dibuatnya zonasi yang mana didalamnya terdapat Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP), dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) yang dimiliki Kemenhub.

“Kemenhub sudah melakukan pembinaan kepada SMK di bidang kemaritiman di seluruh Indonesia melalui instruktur-instruktur yang ada di sekolah-sekolah yang dimiliki Kemenhub. Namun, adanya keterbatasan instruktur membuat pembinaan yang dilakukan tidak maksimal,” tutur Kurniawan. Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) M. Ilyas mengatakan BPPT saat ini sudah melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk menunjang pengembangan simulator kapal produksi dalam negeri.

“BPPT saat ini siap untuk mengembangkan simulator. Namun, pengembangan yang dilakukan tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu dekat karena masih perlu dipelajari teknologinya dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh SMK. Setelah itu, BPPT dapat mendesain simulator kapal ini,” katanya. Ilyas lantas menuturkan, BPPT saat ini sudah berperan sebagai tempat pelatihan para siswa SMK untuk berlatih ilmu pelayaran. Melalui instruktur dan kapal-kapal yang dimiliki BPPT, siswa SMK dilatih serta diajak berlayar untuk menekuni lebih dalam ilmu pelayaran secara praktis. “BPPT sekarang memiliki empat kapal riset. Dan kami pun menerima anak-anak SMK untuk praktik berlayar di kapal kami selama tiga bulan untuk praktik navigasi dan nautika. Dan, siswa-siswa yang praktik berlayar bersama kami mudah mendapat pekerjaan. Karena secara standar, kapal kami canggih,” ucapnya.

Namun begitu, Ilyas mengakui bahwa saat ini kemampuan BPPT untuk menerima siswa praktik dari SMK bidang kemaritiman masih terbatas. Hal ini terjadi karena anggaran BPPT yang masih terbatas. “Kami saat ini hanya menerima 2-3 orang siswa per kapal dengan durasi selama tiga bulan. Setelah praktik selesai, kami berikan surat keterangan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan,” tutur Ilyas.

Namun dibalik keterbatasan yang dimiliki, Ilyas mengatakan bahwa BPPT siap mendukung dan membantu SMK dalam hal praktik pelayaran dilapangan. “Kami siap dalam melatih siswa SMK di kapal-kapal yang dimiliki BPPT. Kami juga siap dalam simulator produk dalam negeri. Karena kalau pakai dalam negeri kemungkinannya bisa lebih murah,” tutupnya.***