Indonesia Selenggarakan Special Ministerial Meeting Perkuat Kerja Sama Ekonomi dan Infrastruktur dengan Republik Demokratik Kongo, Rwanda, dan Senegal

Indonesia Selenggarakan Special Ministerial Meeting Perkuat Kerja Sama Ekonomi dan Infrastruktur dengan Republik Demokratik Kongo, Rwanda, dan Senegal

Marves - Bali, Pemerintah Indonesia menyelenggarakan Special Ministerial-CEOs Meeting: Emerging Economies Cooperation  pada Kamis (17 - 11 - 2022) untuk membahas potensi kerjasama dan berkolaborasi dengan Republik Demokratik Kongo – Republik Rwanda – Republik Senegal di bidang keamanan energi, industri pertambangan berkelanjutan, infrastruktur strategis, dan ekonomi digital dalam konteks rantai pasokan global untuk meningkatkan pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19. 

Pertemuan yang diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi ini dihadiri oleh  Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI, Wakil Menteri I Badan Usaha Milik Negara RI, Menteri dan delegasi dari 3 negara (Republik Demokratik Kongo, Republik Rwanda, dan Republik Senegal), serta delegasi dari Badan Pembangunan Uni Afrika AUDA-NEPAD. Acara diisi dengan paparan dari CEO BUMN Indonesia mengenai potensi kerja sama Indonesia dengan masing-masing negara.


Infrastruktur dan industri strategis adalah peluang utama dalam memulihkan kepercayaan publik, kepercayaan bisnis, dan good "political will", sehingga Indonesia siap bekerja dengan Republik Demokratik Kongo, Republik Rwanda, Republik Senegal, dan Badan Pembangunan Uni Afrika NEPAD. Indonesia sangat terbuka dengan ide-ide inovatif dalam kerja sama ini. Pertemuan Tingkat Menteri dengan para Pimpinan Perusahaan Indonesia ini dilakukan untuk mendapatkan model kerjasama terbaik dari para pelaku bisnis untuk kerja sama jangka panjang yang berkelanjutan. Perlu pemahaman mengenai pentingnya menjaga rantai nilai dan rantai pasokan global dan perubahan sistem manufaktur tradisional untuk berinovasi dan memasuki pasar global baru.
 
“Ekonomi Indonesia berkembang sangat pesat, dan kami dengan cepat beralih dari mengekspor bahan mentah ke mengembangkan industri bernilai tambah. Terinspirasi oleh Semangat Bandung dan Kerja Sama Selatan-Selatan, kami ingin bekerja sama dan membantu negara-negara berkembang lainnya memperkuat sektor swasta mereka untuk melakukan hal yang sama,” tegas Menko Luhut dalam sambutannya.
 
Untuk mencapai basis industri dan industri pertambangan yang berkelanjutan, Indonesia mendukung pengembangan model bisnis baru, teknologi dan platform baru, serta infrastruktur yang mendukung transformasi peningkatan produktivitas.
 
“Sinergi dalam pembiayaan inovatif untuk industri strategis dan infrastruktur kritis sangat penting,” lanjut Menko Luhut.
 
Beberapa lembaga Pemerintah mungkin tertinggal dalam hal pengembangan infrastruktur, namun banyak perusahaan global swasta yang mencari peluang investasi di bidang infrastruktur dan industri strategis. Hal ini akan mempermudah serta menarik BUMN dan swasta untuk berpartisipasi dalam semua proyek strategis dengan memperkuat dan memperluas mekanisme inovatif untuk memfasilitasi kemitraan antara publik dan swasta. Investasi diperlukan dalam pengembangan sumber daya manusia untuk dapat beradaptasi dengan perubahan ini. Pendidikan teknis, pelatihan kejuruan, dan pembelajaran berbasis kerja akan membantu lebih banyak anak muda mengejar karier TI dan teknologi inovatif digital yang menjanjikan. Berbagai inovasi baru tersebut akan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
 
“Kita butuhkan keterlibatan dan kolaborasi publik-swasta di setiap tingkatan—untuk meningkatkan daya saing, kemakmuran, dan masa depan kita. Wakil Menteri I Badan Usaha Milik Negara bergabung dengan kita hari ini, bersama dengan perusahaan-perusahaan terbaik Indonesia. Kami ingin bergerak cepat, dalam beberapa bulan saya berharap Gugus Tugas bersama kita sudah selesai mengidentifikasi kerja sama konkret yang bisa dilakukan,” tegas Menko Luhut.

Negara berkembang harus mandiri berdaulat menggunakan dan mengeksploitasi sumber daya alamnya dengan cara yang benar, yang berarti bahwa negara-negara berkembang perlu memiliki “hak untuk menggunakan kebijaksanaan mereka sendiri dan mengoptimalkan kelimpahan alami mereka menuju kemajuan dan pembangunan ekonomi mereka sendiri", pungkas Menko Luhut.
 
Berbicara atas nama Badan Pembangunan Uni Afrika, Mrs. Nardos Bekele-Thomas, CEO AUDA-NEPAD, menggunakan kesempatan ini untuk “merefleksikan paradoks Pembangunan Afrika yang dicirikan oleh “kemiskinan di tengah kekayaan yang melimpah” – kekayaan keanekaragaman hayati, mineral, dan sumber daya alam lainnya (mangan, tembaga, lithium, kobalt, kromium, platinum, dll.), lahan subur yang luas, sumber daya energi terbarukan yang sangat besar – tenaga air, panas bumi, angin, matahari, nuklir, dll dan peluang untuk mengubah realitas Benua Afrika secara cepat melalui kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara-negara Selatan.” 

Mrs. Nardos Bekele-Thomas juga mengidentifikasi isu-isu penting, yaitu tiga bidang utama Kerjasama Selatan-Selatan; pertambangan dan energi, serta optimalisasi pasar kredit karbon melalui kerangka kerjasama yang saling menguntungkan. Ditegaskan kembali oleh Mrs. Nardos bahwa peran fasilitasi AUDA-NEPAD untuk mendorong negara-negara Afrika terus membangun dan tumbuh. NEPAD merupakan institusi teknis untuk Pembangunan Uni Afrika – suatu Badan Kerjasama Selatan-Selatan yang berorientasi pada aksi/program dan berdasarkan pada capaian/hasil yang nyata.

Mrs. Bekele-Thomas mengharapkan Pemerintah Indonesia bersama Badan Usaha Milik Negara serta perwakilan sektor swasta Indonesia untuk hadir pada Dakar Infrastructure Financing Summit yang akan diselenggarakan pada tanggal 23-24 Januari 2023 di bawah kepemimpinan Presiden Macky SALL, Presiden Uni Afrika sekaligus Presiden Republik Senegal. Hal ini diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi di negara-negara Afrika secara pesat.

 

Biro Komunikasi

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi

No.SP-379/HUM/ROKOM/SET.MARVES/XI/2022