Jaga Kelestarian Kawasan Pesisir, Pemerintah Gandeng Pihak Swasta Tanami Mangrove
Kawasan Pesisir di Indonesia dari tahun ke tahun semakin mengalami kerusakan. Untuk mengatasinya, pemerintah tengah melakukan kerja sama rehabilitasi dengan pihak-pihak swasta, seperti penanaman mangrove.
“Sepuluh tahun terakhir ini, kerusakan pesisir kita cukup mengkhawatirkan, kerusakan mangrove di pantai kita sudah sekitar 50%. Jadi sepuluh tahun lalu sekitar 6 juta hektar, sekarang tinggal 3 juta hektar yang masih ada. Ini kalau dibiarkan terus, lama-lama habis, yang 3 juta kondisinya tidak baik-baik amat, kondisinya sebagian pada posisi sedang dan buruk,” kata Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Sahat M. Panggabean pada Rabu (15/03).
Sahat memaparkan, dari beberapa kawasan pesisir, kondisi terburuk ada di Pantura, Jawa Barat, yakni 85% mengalami kerusakan. Oleh sebab itu, pihaknya bersama dengan KLHK dan KKP sebagai Kementerian yang terkait, tengah memusatkan perhatian rehabilitasi ke Pantai Utara. Namun tingginya kerusakan tidak sebanding dengan kemampuan rehabilitasi yang dimiliki, sehingga pemerintah menggandeng pihak swasta, salah satunya Toyota Astra.
“Jadi kita harus mengambil sikap di situ, terus coba kita lihat kegiatan yang dilakukan kementerian kita yaitu ada KLHK dan KKP, nah masalahnya adalah laju kerusakan itu sangat besar dan tidak imbang dengan jumlah rehabilitasi kita, mungkin masalah anggaran, karena yang diurus banyak, sehingga tidak bisa mengimbangi rehabilitasi kerusakan itu. Nah langkah yang kita lakukan adalah bekerja sama dengan pihak lain misal swasta,” ujarnya.
“Jadi pihak swasta itu kan punya dana CSR, nah dana CSR itu kita gunakan untuk melakukan rehabilitasi. Seperti salah satunya Toyota Astra, mereka ternyata sudah melakukan penanaman mangrove dalam rangka rehabilitasi sudah cukup lama, statement mereka sudah tanam total 1 juta mangrove, yakni di Pantura, Karawang, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagainya. Selain itu, ada juga NGO kita, mereka lakukan program itu, jadi lumayan lah ada perusahaan-perusahaan dana CSR itu. Kita minta dana lingkungan mereka difokuskan ke rehabilitas ini,” tambahnya.
Adapun keuntungan para perusahaan melakukan rehabilitasi ini, lanjut Sahat, yakni nama perusahaan mereka semakin naik dan membaik, sebab mereka pro-lingkungan. Selain itu, jika penanaman mangrove berhasil, maka dengan sendirinya biota laut seperti udang, kepiting, dan sebagainya akan berkembang. Hal itu menguntungkan masyarakat sekitar untuk mendapat penghasilan sampingan.
“Tapi yang lebih penting lagi, ketika sudah rehabilitasi itu, sekarang kan tren perubahan iklim, kerusakan pantai itu kan salah satunya juga karena faktor alam, nah itu bisa meminimalkan dampak perubahan iklim, atau bahkan lebih ekstrim lagi ke isu tsunami. Jadi kalau pantai itu tidak ada mangrovenya, begitu ada tsunami atau gelombang tinggi, itu langsung dihantam, tapi kalau ada mangrove, itu bisa menahan, karena fungsi utamanya melindungi kawasan pantai,” tuturnya.
“Nah program ini sedang berjalan, kita akan terus mengupayakan agar laju kerusakan berkurang dengan membantu penanaman. Pemulihan kerusakan ini akan kita lakukan terus-menerus selama pantai belum dikatakan rapi atau baik. Dalam hal ini, kita juga butuh percepatan dengan melibatkan semua masyarakat, karena salah satu kegagalan itu masyarakat tidak dilibatkan, hanya menonton saja. Makanya ini kepada masyarakat sudah disosialisasikan, dilibatkan, sehingga semua berjalan sesuai dengan rencana,” tutupnya.
Adapun lokasi utama penanaman mangrove yakni Pantura, yang kerusakan dianggap sudah paling parah, kemudian daerah-daerah pemukiman yang rawan bencana tsunami, seperti di sekitar Sumatera Barat, Kawasan Pulau Jawa bagian selatan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sebagainya.