Jika PPnBM Kapal Yacht Dihapus, Tiga Syarat Ini Perlu Diperhatikan

Jika PPnBM Kapal Yacht Dihapus, Tiga Syarat Ini Perlu Diperhatikan
Jakarta -- Dalam upaya menghapuskan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kapal yacht yang mencapai hingga 75%, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman tengah melakukan sejumlah koordinasi dengan berbagai Kementerian atau Lembaga terkait. Hasilnya, setidaknya ada tiga syarat yang harus diperhatikan jika nantinya PPnBM ini benar akan ditiadakan. “Kami sudah rapat dengan mengundang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bea Cukai dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Asosiasi Kapal Wisata serta stakeholders lainnya. Pada prinsipnya mereka khususnya BKPM sudah setuju, demikian pula dengan Kemenpar. Kalau Bea Cukai prinsipnya mereka hanya menjalankan aturan, jadi kalaupun misalnya nanti dihapus, juga tidak apa-apa. Jadi pada dasarnya peserta rapat setuju agar PPnBM dihapuskan tapi ada tiga persyaratan yang harus diperhatikan,” kata Asisten Deputi Jasa Kemaritiman, Kemenko Maritim RI Okto Irianto, Kamis 23 Februari 2017. Persyaratan tersebut yaitu, Pertama, kapal yacht yang dibebaskan PPnBM adalah kapal untuk keperluan industri wisata, seperti kapal untuk keperluan wisata bahari yang ada di Indonesia, bukan untuk kapal yang dipakai sendiri. Kedua, kapal harus diregistrasi di Indonesia atau berbendera Indonesia. Syarat yang ketiga, kapal harus dikelola melalui badan hukum Indonesia misalnya yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). “Ini adalah tiga syarat yang kemarin sudah didiskusikan. Jadi skenarionya, harus ada PT, kapalnya berbendera Indonesia, dan kapalnya digunakan untuk keperluan industri wisata bahari. Dengan demikian nantinya akan ada penerimaan-penerimaan pajak yang masuk ke negara. Jadi walaupun potensi PPnBM hilang, tetapi akan ada penerimaan lain ke negara melalui jenis pajak yang lain. Di samping itu sudah tentu akan ada lapangan kerja yang muncul dan industri-industri penunjang yang akan berkembang”, papar Okto. Pengalaman beberapa negara, Ungkap Okto, seperti Australia dan Thailand yang menghapus PPnBM kapal yacht dapat dijadikan pelajaran berharga. Industri bahari di negara ini berkembang pesat setelah mereka mengambil kebijakan tersebut. “Di Australia dan Thailand, setelah mereka menghapuskan luxury tax atau PPnBM, industri jasa wisata bahari mereka meningkat pesat, contoh di Phuket, Thailand. Nah itu yang kita harapkan". "Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman beserta pihak lain dari, baik dari Kementerian maupun dari pengguna jasa terkait, saat ini masih menyusun proposal dahulu. Kita mengharapkan proposal dapat dilengkapi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Nanti kalau proposal sudah lengkap, baru kita berdiskusi dengan Kemenkeu selaku pemegang keputusan kebijakan,” pungkasnya.