Kemenko Kemaritiman dan Kedubes AS Ajak Pelajar dan Komunitas Blogger Perangi Sampah Laut

Kemenko Kemaritiman dan Kedubes AS Ajak Pelajar dan Komunitas Blogger Perangi Sampah Laut
    Jakarta—Sampah plastik merupakan salah satu polutan yang menjadi perhatian dunia saat ini. Menurut penelitian Jenna Janbeck pada tahun 2015, sebanyak 12,7 juta ton sampah plastik dari darat masuk ke laut. Sumber sampah plastik tersebut berasal dari 192 negara pesisir dan Indonesia disebut sebagai negara kontributor sampah plastik laut kedua terbesar di dunia. Menyikapi fakta tersebut, pemerintah Indonesia berupaya melakukan langkah antisipatif secara massif dan terpadu. Pemerintah telah membuat berbagai program pengolahan sampah plastik pada bagian hilir. Namun pemerintah menyadari upaya tersebut tidak akan memberikan efek yang memuaskan tanpa ada upaya pengendalian di bagian hulu. Oleh karena itu, pemerintah melalui Kemenko Kemaritiman juga berupaya untuk melakukan kampanye pembentukan budaya bersih dan senyum dengan target penerima pesan anak muda usia sekolah. Salah satu kampanye yang dilakukan oleh Kemenko Kemaritiman adalah kampanye bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk memerangi sampah plastik laut  di @america Pacific Place Mall, Jakarta, Sabtu (1/4/2017). Lebih dari 250 undangan yang terdiri dari pelajar, blogger, dan aktivis lingkungan hadir dalam kegiatan bertajuk “Combating Marine Plastic Debris”. Acara ini dihadiri oleh Dubes AS untuk Indonesia Joseph Donovan, Ketua DWP Kemenko Kemaritiman Devi Pandjaitan, Deputi Koordinasi Bidang SDM, Iptek dan Budaya Maritim Kemenko Kemaritiman Safri Burhanuddin, Satgas Gerakan Budaya Bersih dan Senyum (GBBS) serta pelajar dan komunitas blogger Jakarta. Di awal acara, Ketua DWP Kemenko Kemaritiman Devi Pandjaitan mengatakan  bahwa sampah plastik dapat menjadi kawan tetapi juga dapat menjadi lawan pada saat yang sama. “Memang dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari plastik, sepatu fantofel anak-anak yang warna-warni itu it’s all plastic. Botol minuman, jepit rambut perempuan semuanya terbuat dari plastik. Tapi kita harus wise dalam menggunakannya,” ujarnya. Agar tidak menjadi lawan, Devi meminta agar hadirin dapat mulai mengurangi penggunaan barang-barang berbahan plastik sehingga sampah plastik akan dapat terkurangi dengan sendirinya. Ajakan Devi ini tak lepas dari hasil penelitian World Bank dalam program Indonesia Marine Debris Rapid Hotspot Assesment  pada tahun 2016 bahwa 80% sampah plastik di laut yang ada di Indonesia berasal dari darat. Sejalan dengan hasil riset itu pula, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Hasanuddin yang pada tahun 2016, bahwa 22% dari ikan yang dijual di pasar Paotere, Makassar, di dalam perutnya ditemukan sampah plastik. Plastik yang terkandung dalam perut ikan tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker atau mutasi genetik. Tidak hanya itu, Professor Akbar, salah satu peneliti dari Unhas yang menjadi salah satu pemateri dalam kampanye itu menyebutkan bahwa sampah plastik juga dapat menyebabkan matinya terumbu karang serta malnutrisi kepada hewan laut.  “Ikan akan merasa kenyang bila memakan sampah plastik yang ada di laut, padahal plastik tersebut sama sekali tidak mengandung nutrisi yang diperlukan oleh tubuh ikan,” jelas pria berkacamata itu. Oleh karena itu, Devi serta Dubes AS untuk Indonesia Joseph Donovan meminta pelajar, blogger serta aktivis lingkungan yang hadir saat itu untuk membuat gerakan perubahan tidak hanya mengelola sampah, namun juga mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan metode 3R (reduce, reuse dan recycle). “Kita perlu bergerak bersama untuk menyadarkan masyarakat tentang urgensi masalah yang ditimbulkan oleh sampah plastik di laut ini,” tegas Donovan pada saat memberikan penutup dalam pidato sambutannya. Lebih jauh, diapun menuturkan pengalamannya pada saat pergi ke Denpasar beberapa waktu sebelumnya dan menemukan banyak sampah plastik di pantai. Menurutnya, masalah ini bila tidak segera diatasi akan mengganggu sektor pariwisata yang ada. Pada kesempatan yang sama, Devi pun meminta agar semua hadirin yang ada di ruangan @america bersedia untuk membuat gerakan perubahan sederhana yang bisa dimulai dari rumah. “Kita bisa meminta kepada ibu-ibu kalau pengajian, arisan atau pertemuan jangan lagi pakai gelas plastik,” pungkasnya. (***)