Kemenko Maritim Adakan Rakor Pembahasan RPP Tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kemenko Maritim Adakan Rakor Pembahasan RPP Tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Maritim-Jakarta, Dalam rangka memperoleh izin prakarsa dari Presiden Joko Widodo yang diajukan oleh Kementerian Keuangan terkait dengan penyusunan Peraturan Pemerintah (PP), Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) memfasilitasi pelaksanaan Rapat Koordinasi (Rakor), Pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Rakor ini sendiri merupakan kelanjutan dari rakor sebelumnya yang dilangsungkan di Kantor Kemenko Maritim beberapa waktu lalu, dan sebagai tindak lanjut atas surat Menteri Sekretaris Negara, Nomor B-841/M.Sesneg/D-1/HK.02.02/08/2017 tanggal 31 Agustus 2017.

Dijelaskan oleh Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Non Konvensional-Kemenko Maritim, Amalyos, tujuan dari digelarnya Rakor ini adalah guna mengkaji RPP secara komprehensif agar selaras dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional sektor mineral dan juga untuk memfasilitasi K/L terkait dalam rangka menggali masukan/saran/perbaikan agar RPP yang dihasilkan dapat mengakomodir saran/masukan tersebut.

“Rakor ini juga dilaksanakan dalam rangka melaksanakan tahapan proses penyusunan RPP sesuai ketentuan. Beberapa butir-butir penting hasil rapat koordinasi yang perlu diperhatikan dan ditindaklanjuti, diantaranya : bahwa latar belakang RPP ini disusun berdasrakan amanat UU Nomor 6 tahun 83, UU nomor 7 tahun 1983 dan UU lainnya,” ujarnya saat memimpin Rakor yang dilangsungkan di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Jumat (22/9)

Amalyos menambahkan, latar belakang RPP ini juga berangkat dari adanya pokok-pokok kesepakatan antara pemerintah (diwakili oleh Menteri ESDM dan Menteri Keuangan) serta PT. Freeport Indonesia, yang secara umum menyepakati : Perpanjangan Operasi Produksi PT. FI, Pembangunan Smelter, Pemberian Stabilitas Penerimaan Negara dan persetujuan PT. FI untuk melakukan divestasi saham.

Adapun scope pengaturan RPP ini meliputi Pengaturan Kewajiban Perpajakan dan PNBP untuk IUP (Izin Usaha Pertambangan), IPR (Izin Pertambangan Rakyat), KK (Kontrak Karya), KK yang berakhir menjadi IUPK Operasi Produksi (OP) perpanjangan, serta KK sebelum berakhir beralih menjadi IUPK OP.

“Urgensi pembentukan RPP ini antara lain adalah : perlunya ketentuan untuk menyelesaikan permasalahan yang muncul di bidang usaha pertambangan minerba berupa perlakuan perpajakan dan/atau PNBP bagi KK yang beralih menjadi IUPK OP, perlunya memberikan kepastian kebijakan perpajakan dan/atau PNBP bagi pelaku usaha di bidang pertambangan minerba serta perlunya mendorong kegiatan peningkatan nilai tambah hasil pertambangan minerba agar memberikan manfaat yang lebih optimal bagi negara, dengan tetap memperhatikan iklim investasi yang kondusif. Dalam rakor ini, telah diperoleh beberapa masukan dan tanggapan dari K/L terkait untuk menyempurnakan substansi yang diatur dalam RPP antara lain, perlunya penyempurnaan terkait formula harga patokan mineral, perlunya mempertimbangan KK yang sudah bersedia untuk melakukan penyesuaian penerimaan negara serta perlunya penyempurnaan penjelasan atas pasal-pasal dalam RPP tersebut, disamping narasi dan redaksional yang juga perlu disempurnakan ,” terangnya.

Sebagai tindak lanjut dan sebagai tanggapan terhadap Surat Mensesneg, Kemenko Maritim rencananya juga akan mengundang K/L terkait (Tingkat Eselon I) dalam rangka menyempurnakan beberapa ketentuan tersebut, dan Rakor lanjutan yang diagendakan dilaksanakan pada hari Senin 25 September 2017.