Kemenko Maritim Kunjungi Sentra Produsen Garam Untuk Mengetahui Langsung Kondisi Pergaraman Nasional
Maritim - Surabaya, Untuk mengetahui langsung kondisi pergaraman nasional, beberapa waktu lalu Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman (Kemenko Maritim) melaksanakan pertemuan dengan para pelaku usaha garam, dan dilanjutkan dengan kunjungan langsung kebeberapa industri pengolah garam baik yang besar dan industri kecil menengah (IKM) di Surabaya serta daerah yang merupakan sentra produksi garam yang meliputi Kabupaten Sampang dan Pamekasan, Provinsi Jawa Timur.
Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi dan Non-Konvensional Kemenko Maritim, Amalyos mengatakan, maksud dari diadakannya pertemuan dan kunjungan tersebut adalah untuk mendengar dan melihat serta berinteraksi langsung dengan para pelaku usaha di bidang pergaraman nasional, dalam rangka mendapatkan kondisi dan gambaran yang utuh mengenai masalah kelangkaan garam yang akhir-akhir ini terjadi.
Antar K/L terkait sendiri sudah beberapa kali dilaksanakan rapat dalam rangka pembahasan permasalahan pergaraman nasional dan juga upaya untuk menanggulangi kelangkaan garam. Permasalahan kelangkaan garam yang terjadi saat ini malah sudah dibahas pada tingkat Ratas. Pertemuan serta kunjungan dengan melibatkan awak media ini adalah tindak lanjut dari hal tersebut, agar informasi yang berkembang akhir-akhir ini di media massa menjadi jelas dan tidak bias,” ujarnya di sela Rapat bersama para pelaku usaha garam di wilayah Jawa Timur, dihelat di Hotel Ciputra World, Surabaya, Kamis (3-8-2017).
Dalam kesempatan tersebut, salah seorang wakil dari Asosiasi Pengusaha Garam Republik Indonesia (APGRI), Jafar menjelaskan keadaan terkini para petani garam di wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah yang sebenarnya sudah mulai panen, namun sayangnya terkendala dengan faktor cuaca yaitu hujan deras yang kerap melanda sehingga menghambat produksi.
“Produksi di 3 Kabupaten di Madura mungkin sekitar 15 ribu ton sampai akhir bulan Juli kemarin, se-Indonesia mungkin 25 ribu ton. Karena memang Jabar dan Jateng lebih lambat dari Jawa Timur, sayangnya minggu kemarin hujan agak deras. Yang semua mereka produksi, air garamnya tinggal 10 derajat Be, harus 10 hari lagi untuk kembali ke 24 Be,” tuturnya.
Beberapa butir-butir penting yang mengemuka dari hasil pertemuan dengan para pelaku usaha garam dan tinjauan langsung ke sentra-sentra produksi garam di wilayah Jawa Timur adalah, bahwasanya kelangkaan terjadi karena gagal panen pada tahun 2016 akibat kemarau basah, lalu industri sudah memakai buffer stock yang dimiliki akibat kelangkaan yang terjadi pada awal 2017. Kemudian masalah produsen besar yang mengurangi kapasitas produksi serta tiada jaminan dari pemerintah apabila petani gagal panen juga dinilai sebagai pangkal masalah kelangkaan garam.
Diketahui, harga garam di pasaran saat ini mencapai Rp 3 juta/ton atau Rp 3000/kg, para petani garam juga tidak semua bisa memulai panen dan hanya ladang garam yang menggunakan geo membran (pembentuk kristal garam saat lahan lembab terkena hujan) yang bisa memanen dan jumlahnya pun terbatas.
Lebih lanjut demi menuju industri garam yang lebih baik, para pelaku usaha garam wilayah Jawa Timur mengusulkan, agar kiranya dikotomi antara garam konsumsi dan garam industri dihilangkan, pasalnya dikotomi tersebut dinilai memperumit tata niaga garam. Kemudian, agar dibentuk badan stok nasional untuk garam karena sifat strategisnya dan perlunya perbaikan data produksi serta luasan lahan, diharapkan ditangani langsung oleh Badan Pusat Statistik (BPS), mengingat data yang dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan berbeda satu dengan yang lainnya.