Kemenko Marves Rekomendasikan Keberlanjutan Program Tol Laut

Kemenko Marves Rekomendasikan Keberlanjutan Program Tol Laut

Marves - Jakarta, Program Tol Laut telah dilaksanakan sejak tahun 2015 di awal masa periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo yang pertama. Medio 2024 ini, telah ada 112 trayek tol laut yang membawa barang kebutuhan pokok dan penting (Bapokting) seperti beras, cabe, kedelai, gula, bawang garam, minyak  dan lainnya dari Indonesia barat ke wilayah timur. Imbas dari program ini nyata terlihat. Penurunan harga bahan kebutuhan pokok terjadi di sejumlah daerah yang dilalui oleh trayek-trayek kapal tol laut, terutama di daerah tertinggal, terpencil, terluar, dan perbatasan (3TP).

Setelah 10 tahun beroperasi, sudah banyak capaian positif yang ditorehkan program Tol Laut sebagai sarana pelayanan publik, khususnya dalam pembangunan kawasan 3TP. Namun begitu, ada pula catatan perbaikan yang bisa ditingkatkan agar pelaksanaan Tol Laut bisa lebih efektif dan efisien. Dengan adanya pelaksanaan tol laut yang lebih efektif dan efisien, diharapkan ketersediaan barang dan kebutuhan masyarakat, utamanya di Timur Indonesia dapat terlayani dengan baik.

Sebagai upaya mendorong keberlanjutan dan peningkatan efektivitas program Tol Laut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) melalui Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah (Asdep IPW) selaku Sekrataris Tim Pelaksana Gugus Tugas Pengawasan Tol Laut menggelar Rapat Koordinasi Evaluasi Tol Laut di Jakarta pada Senin, 24 Juni 2024. Rapat Koordinasi dipimpin oleh Asdep IPW Kemenko Marves, Djoko Hartoyo dan dihadiri para perwakilan dari Tim Gugus Tugas lintas Kementerian maupun Lembaga.

Adapun Tim Pelaksana Gugus Tugas Pengawasan Tol Laut yang hadir dalam rapat antara lain perwakilan dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindusrian, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian BUMN, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi-UKM, Sekretariat Kabinet, dan Pelni. Masing-masing instansi mengungkapkan sejumlah catatan, baik berupa capaian maupun tantangan, terkait aktivitas program Tol Laut di lapangan.

“Kami ingin agar setiap rekan di K/L bisa menyampaikan data-data riil di lapangan agar Program Tol Laut ini bisa dilanjutkan dengan adanya evaluasi dan perbaikan. Perpres 27/2021 diterbitkan agar muatan balik bisa lebih banyak. Dan ke depannya kita tentu butuh exit policy yang lebih strategis. Bagaimana pelabuhan yang saat ini terlayani oleh Tol Laut bisa bergerak menjadi mandiri, mature, sehingga menarik swasta untuk masuk. Dan kita bisa pindah ke pelabuhan lain untuk dikembangkan,” jelas Asdep Djoko. 

Beberapa kendala yang terungkap antara lain masih belum optimalnya pengendalian barang muatan setelah diturunkan di pelabuhan singgah untuk dibawa ke lokasi-lokasi yang sulit dijangkau. Aspek sosialisasi juga menjadi catatan karena masih banyak pelaku usaha yang belum mendapatkan informasi program Tol Laut. Selain itu, adapula catatan terkait belum meratanya informasi terkait jadwal kedatangan dan keberangkatan; rantai pasok UKM yang terlalu jauh dari pelabuhan simpul; minimnya fasilitas pergudangan dan refeer kontainer; hingga rendahnya muatan balik.

Perwakilan dari Kementerian Kalautan dan Perikanan menyebut bahwa keterbatasan sarana dan prasarana kapal yang memuat barang menyebabkan menurunnya kualitas komoditas perikanan yang dibawa. Hal ini dikarenakan belum memadainya jumlah cold storage yang dapat mengawetkan ikan, minimnya refeer kontainer, dan kendala energi di lapangan. Sementara banyak dari kawasan 3TP merupakan daerah dengan keunggulan produk pada komoditas perikanan dan kelautan.

Perwakilan dari Kementerian Pertanian menambahkan bahwa masih banyak petani yang tidak tahu jadwal Tol Laut. Di sisi lain, proses bongkar muat di pelabuhan juga memakan waktu lama, sehingga para petani -seperti yang terjadi di Bima-NTB- lebih memilih untuk menggunakan truk via jalur darat untuk membawa komoditas pangan seperti jagung alih-alih memanfaatkan fasilitas Tol Laut yang jauh lebih murah. Hal yang sama juga terjadi di sektor peternakan. Banyak hewan ternak -umumnya ruminansia besar- yang stress karena lamanya waktu tunggu di pelabuhan.

Menanggapi temuan-temuan di lapangan tersebut, Asdep Djoko menegaskan bahwa dalam waktu dekat Gugus Tugas akan menyampaikan laporan akhir kepada Presiden yang merekam perjalanan 10 tahun Program Tol Laut. Laporan akhir tersebut juga akan menjadi pertimbangan Presiden selanjutnya untuk menetapkan apakah program Tol Laut akan dilanjutkan dengan sejumlah perbaikan, atau perlu dicari alternatif/skema baru untuk mendorong pembangunan ekonomi dan menekan disparitas di kawasan 3TP.

“Rapat ini tentunya menjadi awal bagi kita untuk menyusun exit policy. Ada beberapa hal yang perlu didiskusikan secara mendalam. Dan secara umum, kita mengevaluasi output dan outcome dari Program Tol Laut. Bila berkaca dari sisi urgensi sebagai hal terpenting, dimana ke depannya ada kebijakan food estate kelautan dan perikanan, juga kebijakan makan bergizi gratis untuk anak-anak, maka Program Tol Laut ini bisa menjadi salah satu alternatif,” pungkas Asdep Djoko.

No.SP-178/HUM/ROKOM/SET.MARVES/VI/2024
Biro Komunikasi
Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi