Kenali Tradisi dan Kearifan Lokal di Bumi Ranah Minang yang Akan Jadi Daya Tarik Para Delegasi KTT G20
Marves - Padang, Indonesia adalah negara yang sangat luas, memiliki keindahan alam yang memesona, kekayaam khazanah budaya, keragaman suku, bahasa, adat istiadat, tradisi dan kearif1an lokal. Dengan semua yang dimiliki Indonesia, dalam Presidensi KTT G20 tentulah akan menjadi daya tarik bagi para tamu dan Delegasi manacanegara yang hadir di even internasional ini.
Sudah tidak diragukan lagi, para delegasi mancanegara selalu jatuh cinta dengan Indonesia. Mereka akan bersukacita bila ada kesempatan mengunjungi setiap pelosok Indonesia yang sangat kaya khazanah budaya, tradisi dan kearifan lokal, selain keindahan alam yang memesona tentunya. Meski sebagian dari para delegasi ini baru mengetahui tentang Bali, Lombok atau Yogyakarta yang menjadi destinasi wisata di Indonesia, tidak menyurutkan semangat keingintahuan tentang wisata lain di Bumi Nusantara ini.
Beberapa waktu lalu berdasarkan hasil riset yang pernah diluncurkan Twitter menyebutkan Indonesia masuk 10 negara yang paling sering dikunjungi wisatawan mancanegara. Banyak faktor menyebutkan alasan Indonesia menjadi tempat tujuan wisata karena menawarkan value for money, memiliki banyak warisan budaya, keindahan alam dan seperti dijelaskan oleh UNESCO, Indonesia memiliki delapan situs warisan dunia yang tentu saja menjadi daya tarik wisatawan mancanegara.
Kemudian Twitter juga menyebutkan lebih dari 27 persen wisatawan mancanegara menjadikan Indonesia sebagai tujuan wisata lantaran memiliki peninggalan sejarah dan warisan budaya, aman terjamin dan bernilai tinggi.
Sumatera Barat tercatat sebagai salah satu destinasi wisata di Indonesia. Sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Sumatera dengan ibu kota Padang. Terletak di sepanjang pesisisr barat Sumatera Barat bagian tengah dataran tinggal Bukit Barisan di sebelah timur dan sejumlah pulau di lepas pantainya seperti Kepulauan Mentawai. Dari Utara ke Selatan provinsi dengan wilayah seluas 42.012.89 kilimeter persegi brbatasan dengan empat provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Bengkulu.
Sumatera Barat adalah rumah bagi etnis Minangkabau, walaupun wilayah adat isiadat Minangkabau sendiri lebih luas dari wilayah administrasi Provinsi Barat saat ini. Pada tahun 2020 provinsi memiliki penduduk sebanyak 5.534.472 jiwa dan mayoritas beragama Islam. Sumatera Barat terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota dengan pembagian wilayah administratif sesudah kecamatan di seluruh kabupaten di seluruh kabupaten (kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai) yang dinamakan sebagai Nagari.
Dan dalam hal wisata, di Sumatera Barat memiliki keindahan alam, pantai, bukit, pegunungan, khazanah budaya, tradisi dan kearifan lokalnya.
Berdasarkan data survei dari Dinas Pariwisata Sumatera Barat, ada tiga motif wisatan datang ke Bumi Ranah Minang yakni karena keingintahuan budaya adat istiadat atau tradisi yang khas di Ranah Minang. Alasan selanjutnya adalah tentang Matrilineal dan soal makanan khas Sumatera Barat.
Nah berikut adalah tradisi adat istiadat atau kearifan lokal yang dimiliki Sumatera Barat yang bisa menjadi daya tarik para delegasi KTT G20.
Kearifan Lokal Mamukek, Tradisi Turun Menurun di Ranah Minang dengan Semangat Gotong Royong
1. Mamukek
Samsul Bahri dengan penuh semangat memberi aba-aba kepada sederetan orang yang berbaris rapi di depan sambil memegang pukat atau jala panjang yang terbentang. “Rabu, adalah hari terbaik untuk Mamukek. Kami melakukan Mamukek sejak Senin hingga Kamis, Jumat karena hari ibadah shalat Jumat libur, dan hari Sabtu Minggu lanjut lagi,” cerita pria yang sudah puluhan tahun melakukan tradisi Mamukek ini bersemangat..
Pria berusia 60 tahun ini, menuturkan Mamukek merupakan kegiatan mempukat atau mencari ikan secara bersama-sama dengan cara melempar jala atau pukat ke lautan, dan saat sudah mendapatkan ikan dalam jumlah banyak langsung ditarik secara bersama-sama. Untuk yang melakukan Mamukek ini bisa sepuluh hingga dua puluh orang,
Tradisi Mamukek atau menangkap ikan ini dilakukan dengan menggunakan pukat dan menjadi daya tarik wisatawan yang melancong ke Sumatera Barat. Secara umum Mamukek memberikan kesan tersendiri sebagai bagian dari destinasi unik masyarakat Ranah Minang.
Banyak hal yang dapat diambil hikmahnya dari tradisi yang sudah berlangsung turun temurun ini. Menurut Samsul Bahri tradisi Mamukek adalah simbol kebersamaan dan nuansa gotong royong masyarakat yang dirasakan demkian kuat. Dan Mamukek ini sudah lama berlangsung dilakukan dari generasi ke generasi.
“Menariknya pukat atau jala yang digunakan untuk menangkap ikan ditarik secara beramai-ramai oleh masyarakat di sini sebagai simbol gotong royong dan semua masyarakat bersatu menjala ikan bersama-sama,” kata Samsul.
Dan tradisi ini menjadi daya tarik wisata yang digunakan Pemerintah Daerah Sumatera Barat yang berlokasi di Pantai Puruh yang selalu disaksikan wisatawan yang terpukau dengan tradisi ini.
Kata Samsul tradisi Mamukek dilakukan oleh sepuluh sampai duapuluh orang yang akan menarik ikan hasil tanhgkapan Nelayan yang berangkat ke laut sejak Subuh menggunakan perahu atau Biduak. Setelah menebar jala dan mendapat hasil ikan yang banyak lalu ditarik oleh para Nelayan secara teratur dan bergantian.
Nelayan yang berada di psosi paling belakang akan maju ke depan, semetara yang berada di depan akan berada di posisi kedua dan seterusnya secara bergantian. Proses penarikan jala berlangsung hingga dua jam tergantung jauh jala yang ditebar. Nantinya hasil Mamukek akan dijual ke masyarakat yang sudah antri. Dan tentang hasil tergantung musim atau cuaca, kalau mudsimnya ppanas atau bagus hasil tangkapan yang diperoleh akan banyak.
Tradisi Lain yang Kan Menjadi Daya Tarik Para Delegasi KTT G20
Tak hanya Mamukek, tradisi dan kearifan lokal lainnya yang ada di Provinsi Sumatera Barat ini, yang juga akan menjadi daya tarik para delegasi KTT G20 saat menikmati destinasi wisata ke Bumi Ranah Minang adalah sebagai berikut:
2. Pacu Jawi
'Pacu Jawi' yang berarti balapan sapi ini merupakan olahraga tradisional yang umum diadakan di Tanah Datar. Setiap tahunnya dalam satu bulan terdapat empat wilayah yang mengadakan acara ini secara bergiliran. Mulai dari Kecamatan Pariangan, Kecamatan Rambatan, Kecamatan Lima Kaum dan Kecamatan Sungai Tarab.
Memang sekilas olahraga ini mirip dengan tradisi di Madura. Hanya saya Pacu Jawi diadakan di tanah berlumpur sehingga nuansanya lebih ekstrim. Makanya acara ini menjadi lebih terkenal dan menjadi sorotan wisata di kawasan Sumatera Barat yang sering diadakan setiap tahunnya dengan sebutan Alek Pacu Jawi.
2. Makan Majamba atau Makan Bararak
Tradisi makan Majamba adalah tradisi turun temurun yang berupa kegiatan makan bersama-sama di tempat khusus yang sudah ditentukan. Acara kebersamaan ini sering dilaksanakan pada acara penting. Seperti acara nikahan, acara keagamaan dan kegiatan penting lainnya.
Acara ini bisa dihadiri oleh puluhan bahkan ribuan orang yang nantinya di bagi ke dalam beberapa kelompok kecil. Kelompok ini kemudian membentuk lingkaran atau memanjang dengan makanan yang sudah dihadapkan. Acara ini bukan hanya memeriahkan, namun juga meningkatkan rasa solidaritas.
3. Batagak Panghulu
Tradisi adat kerajaan ini merupakan suatu kegiatan yang mengkultuskan seorang Datuk menjadi seorang Panghulu. Makanya, syarat untuk menjadi seorang Panghulu juga bukan sembarangan. Ada beberapa kriteria khusus yang ditentukan oleh peraturan adat.
Untuk menobatkan seseorang menjadi Panghulu, tidak dapat dilakukan oleh pihak keluarga saja, namun harus ada terlibat pihak Karapatan Adat Nagari. Saat peresmian juga dianggap sah jika berdasarkan petitih turun temurun yaitu "maangkek rajo sakato alam, maangkek panghulu sakato kaum”.
4. Kerik Gigi
Tradisi unik sekaligus ngilu ini merupakan tradisi unik khas Suku Mentawai yang banyak ditemui di Kepulauan Mentawai. Orang Mentawai melakukan tradisi ini khusus bagi kaum perempuan yang telah dianggap dewasa. Nilai dari tradisi ini adalah untuk menambah kecantikan dan juga sebagai simbolisasi kedamaian hati dan pikiran.
Pastinya tradisi ini memiliki rasa ekstrim bagi yang melakukannya. Soalnya tetua adat melakukan ritual ini tanpa adanya obat khusus yang dapat mengurangi rasa sakit. Untuk alatnya, mereka biasanya menggunakan alat berbahan besi atau kayu yang telah ditajamkan.