Lanjutkan inisiasi Indonesia, Ocean20 Jadi Wadah Bahas Agenda Kelautan Negara G20

Lanjutkan inisiasi Indonesia, Ocean20 Jadi Wadah Bahas Agenda Kelautan Negara G20

Marves - Jakarta, Ocean20 (O20) yang diinisiasi oleh Indonesia merupakan wadah bagi negara-negara dunia untuk menyelaraskan agenda kelautan masing-masing negara, mengidentifikasi peluang kolaborasi dan perpindahan sumber daya, serta merancang strategi untuk mencapai komitmen global terhadap isu kelautan.

Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Firman Hidayat pada Ocean20 Inception Meeting secara virtual (18-03-2024). Acara tersebut diadakan secara hybrid sebagai bagian dari agenda G20 tahun 2024 di Brazil.

“Fokus Indonesia terhadap agenda kelautan sejalan dengan fokus Brazil, yaitu untuk konservasi, perencanaan tata ruang laut dan pengelolaan ekosistem pesisir, dan keberlanjutan finansial. Negara G20 memiliki peran yang penting dalam agenda ini,” tutur Deputi Firman.

Dirinya menyampaikan bahwa negara-negara anggota G20 memiliki posisi yang strategis untuk memajukan egenda kelautan secara global. Untuk itu, menurutnya sangatlah penting untuk menjamin kolaborasi dalam O20 dipertahankan serta dapat dilanjutkan pada KTT G20 2025 mendatang.

“Indonesia sebagai Presidensi G20 pada November 2022 lalu bekerja sama dengan World Economic Forum (WEF) menyelenggarakan Ocean20 Dialogue dan secara resmi meluncurkan Ocean20 dengan harapan bahwa kegiatan tersebut akan menjadi bagian pada penyelenggaraan KTT G20 selanjutnya,” ungkap Deputi Firman menceritakan awal mula penyelenggaraan O20.

Terkait hal tersebut, dirinya berterima kasih kepada pemerintah India yang melanjutkan O20 pada bulan Mei tahun 2023 lalu. Deputi Firman juga menyampaikan ucapan selamat kepada pemerintah Brasil atas peresmian Ocean20 Engagement Group sebagai agenda baru G20 yang fokus mengangkat isu kelautan.

Agenda Kelautan Indonesia terhadap Perubahan Iklim
Pada kesempatan tersebut, Deputi Firman juga menerangkan dampak perubahan iklim serta mitigasi yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menghadapinya. Dirinya menyampaikan dampak nyata perubahan iklim yang dirasakan oleh Indonesia.

“Berdasarkan studi, kenaikan muka air laut akan menenggelamkan 2.000 pulau kecil di Indonesia pada 2050. Pada tahun yang sama, sepertiga dari Kota Jakarta diperkirakan akan tenggelam. Selain itu, coral bleaching juga semakin meluas akibat kenaikan suhu air laut,” terangnya.

Kenaikan suhu air laut menurut Deputi Firman juga menyebabkan perubahan pola migrasi ikan sehingga mengganggu penangkapan ikan tradisional. 

“Indonesia telah menetapkan hampir 10% wilayah laut kami sebagai area yang dilindungi. Kami berkomitmen untuk mengalokasikan 30% wilayah laut sebagai area yang dilindungi pada tahun 2045. Langkah tersebut merupakan Upaya nyata yang kami lakukan untuk melindungi laut dan keanekaragaman hayati didalamnya,” jelas Deputi Firman.

Dirinya menerangkan bahwa Indonesia telah melaksanakan proyek restorasi terumbu karang sebagai mitigasi dampak pemutihan karang dan mangrove sebagai sumber karbon biru penting yang dapat melindungi wilayah pesisir.

“Dunia akan merasakan manfaat dari 3,36 juta Ha mangrove dan 1,8 juta Ha padang lamun sebagai bagian dari proyek restorasi,” terangnya.

Dampak perubahan iklim menurut Deputi Firman juga diperparah dengan adanya polusi plastik pada laut. Dirinya menginformasikan bahwa terdapat 12,87 juta ton sampah plastik yang berpotensi mencemari laut dan mengancam ekosistem dan keanekaragaman laut.

Salah satu langkah mitigasi yang pemerintah lakukan adalah menerbitkan Rencana Aksi Nasional Penanganan Sampah Plastik di Laut pada tahun 2018 lalu.

“Hasilnya, pada akhir tahun 2023 kami telah berhasil mengurangi kebocoran sampah plastik laut sekitar 36% dari baseline tahun 2018. Dengan dukungan dari para mitra, kami optimis dapat mencapai target pengurangan sebesar 70% pada akhir tahun 2025, dan polusi plastik 'mendekati nol' pada tahun 2040,” ucap Deputi Firman.

Mengenai pengelolaan sumber daya ikan, Deputi Firman menjelaskan bahwa Indonesia telah menerapkan praktik pengelolaan perikanan berkelanjutan, termasuk pembentukan Wilayah Pengelolaan Perikanan dan penerapan perikanan berbasis kuota.

“Indonesia saat ini sedang melaksanakan proyek percontohan budidaya rumput laut skala besar di Nusa Tenggara Barat, dengan menggunakan mekanisasi dan teknologi. Dengan inisiatif ini, kami optimis mampu mengolah rumput laut tidak hanya menjadi pangan, namun juga menjadi pupuk hayati, bioplastik, dan biofuel,” pungkasnya.

No.SP-64/HUM/ROKOM/SET.MARVES/III/2024
Biro Komunikasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi