Mari Minimalisir Bencana Maritim
Maritim - Indonesia dikenal juga sebagai negara maritim, sehingga tak heran begitu kaya dengan kekayaan laut. Total luas perairan laut Indonesia berada di angka kurang lebih 8.800.000 Km persegi.
Dengan luasan wilayah laut yang menghampar jutaan kilometer persegi itu, Indonesia memiliki garis pantai terluar terpanjang ke-2 di dunia setelah Kanada, dengan panjang garis pantai jika ditotal mencapai 95.181 Km
Potensi maritim begitu besar wajib diberikan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Mulai dari hasil ikan, flora, fauna laut untuk konsumsi. Belum lagi potensi wisata yang membuncah dari ujung Sabang sampai timur Papua.
Tapi, di balik hal itu, tetap ada ancaman. Ya, bencana alam selalu muncul di bumi Indonesia. Selain di darat, bencana laut juga mengintai terus. Sebut saja abrasi pulau, badai dan tsunami. Faktor alam dan 'human error' kerap menjadi penyebab bencana itu.
Indonesia memiliki cerita kelam soal tsunami. Saat itu, sehari pasca Hari Raya Natal 2004. Gempa besar kisaran 9 skala richter menghantam. Episentrumnya berada di antara Simeulue dan daratan Sumatera.
Gempa bumi ini terjadi ketika lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng Burma dan memiliki durasi terlama sepanjang sejarah, sekitar 8,3 sampai 10 menit.
Hal tersebut mengakibatkan seluruh planet Bumi bergetar 1 centimeterdan menciptakan beberapa gempa lainnya, sampai wilayah Alaska. Tak lama kemudian, serangkaian tsunami mematikan menghajar sebagian besar daratan yang berbatasan dengan Samudra Hindia.
Gelombang tsunami yang puncak tertingginya mencapai 30 meter ini menewaskan lebih dari 230.000 orang di 14 negara dan menenggelamkan banyak permukiman tepi pantai.
Ini merupakan salah satu bencana alam paling mematikan sepanjang sejarah. Indonesia adalah negara yang terkena dampak paling besar, diikuti Sri Lanka, India, dan Thailand.
Sebagai negara maritim yang rentan terhadap bencana, Indonesia harus waspada. Dibutuhkan persiapan dan koordinasi untuk mengantisipasi terhadap bencana dan di saat bencana.
Banyak hal yang patut diperhatikan, termasuk menyinergikan anggaran yang tersedia dalam penanganan bencana maritim di setiap kementerian atau lembaga yang ada. Ini kemudian dikoordinir Kemenko Maritim dan Sumber Daya.
Hal ini juga mengemuka saat Rapat Koordinasi dan Sinergi Pengelolaan Kebencanaan Maritim dan Rehabilitasi Kawasan Pesisir dan Laut di Bandung, belum lama ini.
Selain itu, perlu juga dilakukan identifikasi dan inventarisasi regulasi terkait penanganan bencana maritim oleh kementerian dan lembaga. Sinergi kewenangan mutlak dirapihkan.
Hal lain adalah perlunya integrasi data dan informasi kebencanaan maritim untuk mendukung penyusunan pedoman penanganan kebencanaan maritim, termasuk definisi, klasifikasi, dan lain-lain.
Konkret yang mesti juga dilakukan, membentuk Pokja Pengelolaan Kebencanaan Maritim yang terdiri dari kementerian, lembaga dan stakeholder terkait. Sekretariatnya berada di Kemenko Kemaritiman.
Pola penanganan bencana terpadu adalah hal wajib jika kita ingin meminimalisir bencana maritim. Tentunya, akan lebih berguna jika potensi bencana berbalik menjadi keunggulan. Model energi angin yang mematikan di Eropa yang malah bisa dijadikan sumber daya energi, yang mendukung industri.
(Prw/Glh)