Menjemput Mentari di Bukit Cinta

Menjemput Mentari di Bukit Cinta

 

Maritim—Probolinggo, Jarum jam masih menujnjukkan pukul 04.00 WIB. Langitpun masih gelap berselimut kabut ketika pak Sugi, supir jeep sewaan menjemput kami di lobi Hotel Cemara Indah, Probolinggo. Meski telah memakai jaket tebal, topi,dan sarung tangan, hawa dingin Gunung Bromo tetap menembus hingga ke tulang. Namun rasa antusiasme kami mengalahkan dinginnya pagi gunung berapi berketinggian 2.329 meter diatas permukaan laut itu.

            Ya, kali ini, kami bertujuh dari Kemenko Bidang Kemaritiman akan mencoba jalur trek wisata Gunung Bromo melalui Kabupaten Probolinggo. Bukan sekadar berpiknik, namun untuk mengumpulkan data lapangan tentang destinasi wisata prioritas atau Kementerian Pariwisata memberikan brand “10 Bali Baru”. Dan Gunung Bromo, merupakan salah satu dari sepuluh destinasi wisata prioritas yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2015 silam.

            Data lapangan itu akan kami gunakan sebagai basis pembangunan sistem panel kontrol informasi tentang destinasi wisata prioritas. Bersama dengan data  jumlah pengunjung, PAD dari retribusi masuk wisatawan serta infrastruktur penunjang destinasi Gunung Bromo, dibangunnya sistem tersebut bertujuan untuk menyajikan data faktual bagi pengambil kebijakan. Harapannya, agar menteri atau presiden dapat memperoleh gambaran utuh tentang kebutuhan masyarakat atau persepsi masyarakat sekitar Gunung Bromo tentang penetapan Gunung Berapi itu sebagai destinasi unggulan.

            Jadi, di Hari Jumat awal Bulan Oktober 2017, kami putuskan untuk melakukan survei ke beberapa tempat di wilayah Gunung Bromo. Namun, karena luas Gunung Bromo meliputi empat kabupaten, yakni Kabupaten Malang, Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo, kami akhirnya memilih untuk menjajaki gunung Bromo dari Kabupaten Probolinggo. Alasannya adalah karena jarak tempuh menuju spot-spot wisata populer lebih dekat apabila melewati Kabupaten Probolinggo. Selain itu, jalur menuju kesana juga relatif lebih nyaman untuk wisatawan yang pergi dengan membawa keluarga.

Rombongan kami berangkat dari Hotel Cemara Indah yang terletak sekitar 2,5 km dari Gunung Bromo dengan menggunakan dua jeep. Hanya kendaraan dengan penggerak empat roda atau ojek motor yang diizinkan untuk naik ke lokasi di sekitar Gunung Bromo. Tujuan kami hari itu adalah untuk memperoleh keterangan dari pelaku industri pariwisata di Bromo dan wisatawan mengenai perkembangan dan informasi seputar destinasi wisata Borobudur. Tujuan pertama dari perjalanan kami adalah ke Bukit Cinta atau juga dikenal dengan Puncak Penanjakan 2. Lokasi ini merupakan tempat favorit bagi wisatawan untuk menikmati terbitnya mentari pagi di Gunung Bromo.

Selepas dari hotel dan pos loket masuk ke Bromo, jalur yang kami lewati berkelok-kelok dengan pemandangan hutan yang samar oleh sorot lampu jeep kami. Dengan cekatan, pak Sugi memacu kendaraannya melalui jalur setapak berpasir demi mengantar kami untuk mendapatkan view sunrise yang indah dari Bukit Cinta. Untuk menuju ke empat lokasi, yakni Bukit Cinta, Kawah Gunung Bromo, Bukit Teletubbies, dan Lembah Pasir Berbisik kami menyewa jeep dari pihak hotel sebesar Rp 500 ribu rupiah. Harga sewa jeep bervariasi antara 400-600 ribu tergantung berapa destinasi yang ingin dikunjungi oleh wisatawan dan seberapa gigih wisatawan untuk menawar.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, akhirnya kami tiba  di Bukit Cinta. Ternyata, sesampainya kami disana, lokasi itu telah dipenuhi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kebanyakan mereka berkunjung dalam kelompok dengan tujuan yang sama yakni ingin menyaksikan atau mengabadikan momen mentari terbit melalui media sosial yang mereka miliki.

[gallery ids="18778"]

Decak kagum bahkan sorakan muncul dari wisatawan ketika akhirnya mentari pagi muncul dari balik Gunung Bromo. Salah satu wisatawan asal Belanda, Wilhem, yang kami temui di Bukit Cinta mengaku sangat senang dan kagum pada keindahan pemandangan Bromo pagi itu. “Bromo merupakan destinasi wisata yang komplit, ada gabungan antara wisata reliji, wisata petualangan dan wisata alam yang akan memuaskan keinginan para wisatawan,” ujar pria paruh baya itu.

Setelah mengambil gambar dan mewawancarai beberapa pengunjung di destinasi tersebut, kami lantas melanjutkan perjalanan menuju ke kawah Gunung Bromo. Bila jalur menuju ke Bukit Cinta cenderung menanjak, sebaliknya dengan jalur menuju ke kawah Gunung Bromo. Jalan menuju ke lokasi itu berkelok-kelok dan menurun. Rupanya, para pengunjung memiliki keinginan yang sama. Setelah menikmati sunrise di Bukit Cinta, mereka berbondong-bondong menuju ke kawah Gunung Bromo. Karena memiliki tujuan yang sama, akhirnya jalanan setapak dari lokasi Bukit Cinta menjadi macet dipenuhi jeep yang antri turun satu persatu.

Lepas dari antrian panjang, kami segera menuju ke Kawah Gunung Bromo. Di jalan kami sempat berbincang dengan Pak Sugi, yang sedari dini hari mengantar kami menuju lokasi-lokasi tujuan kami. Menurut pria yang juga berprofesi sebagai petani ini, Bulan Oktober merupakan bulan yang ramai dikunjungi oleh wisatawan. Namun supir sewaan semacam dirinya, belum mampu untuk memperoleh penghasilan tambahan dari penyewaan jeep meski kondisi sedang ramai. Pasalnya, dia masih belum mampu membeli kendaraan sendiri. “Sehari saya hanya sekali menarik penumpang, waktu menjelang matahari terbit,” bebernya.

Seusai menarik jeep, dia kembali ke pekerjaan utamanya sebagai petani. Namun demikian, dia mengaku senang karena sejak ditetapkan sebagai destinasi wisata prioritas, Bromo lebih banyak pengunjungnya. “Dengan ini, semakin banyak wisatawan yang pakai jasa saya,” katanya sembari mengemudi.  Jalur yang kami lalui cukup berkelok-kelok dengan pepohonan yang cukup banyak di sisi kiri jalan.

Sekitar 20 menitan kemudian, kami tiba di tempat parkir bawah kawah Gunung Bromo.  Begitu turun dari mobil, kami langsung didatangi pemilik kuda yang menawarkan jasa tumpangan hingga ke rute terdekat di bawah kawah Bromo. Harga yang ditawarkan relatif murah, sekitar Rp 150 ribu dengan rute dari parkir mobil-bawah tangga menuju ke kawah-hingga kembali ke parkiran. Namun bagi yang ingin tantangan dan sedikit berolahraga, dapat berjalan kaki hingga ke tangga di bawah kawah dengan track berpasir dan mendaki. Dari tangga, pengunjung harus melewati sekitar 253 anak tangga yang lebarnya sekitar 2 meteran untuk dilalui pengunjung yang naik atau turun dari kawah. Di tangga ini, pengunjung harus berhati-hati karena anak tangganya tertutup debu dari kawah Bromo. Namun, bagi pengunjung yang lelah, di tengah perjalanan ada tempat peristirahatan kecil yang dapat dimanfaatkan untuk sekadar melepas lelah.

Dari kawah yang saat kami kunjungi sedang menunjukkan aktivitasnya dengan ditandai suara gemuruh dan asap tipis, kami lalu melanjutkan perjalanan ke  savanna atau Bukit Teletubbies. Perjalanan ke bukit yang bentuknya mirip dengan bukit dalam film serial anak “Teletubbies” itu lumayan panas karena hari sudah menunjukkan pukul 9.30 WIB. Kemudian dari sana kami meneruskan perjalanan survey kami ke bukit pasir berbisik. Bagi pengunjung yang suka berswafoto dapat mengambil gambar diatas hamparan pasir luas.

[caption id="attachment_18779" align="alignnone" width="300"]DSC08236 Bukit Savanna Teletubbies[/caption]

Total waktu yang kami habiskan untuk mengunjungi keempat destinasi tersebut adalah 9 jam. Sedangkan waktu tempuh dari Kota Malang ke Probolinggo via Pasuruan sekitar lima jam. Namun lamanya perjalanan seolah terbayar dengan pemandangan yang tersaji di sepanjang perjalanan. (**)