Menko Luhut: Indonesia bertekat mendorong pertumbuhan, mengurangi ketimpangan, dan menjaga stabilitas keamanan

Menko Luhut: Indonesia bertekat mendorong pertumbuhan, mengurangi ketimpangan, dan menjaga stabilitas keamanan

San Fransisco, AS – Menteri Koordinator Kemaritiman yang juga Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Pandjaitan mengatakan ditengah menurunnya situasi perekonomian global, Indonesia tetap optimistik dapat bertahan bahkan mampu memajukan perekonomiannya. Hal ini diungkapkannya saat menyampaikan pemaparannya yang berjudul  "Strategi Pembangunan Indonesia untuk Mendorong Pertumbuhan, Mengurangi Ketimpangan Ekonomi dan Menanggulangi Masalah Keamanan" di Naval Post Graduate School, San Fransisco, Amerika Serikat pada hari Kamis (29/9). "Dengan jumlah penduduk lebih dari 220 juta orang, kami adalah negara terpadat ke 4 dan negara demokrasi terbesar ke 3. 59 persen penduduknya berada di usia produktif, negara Muslim terbesar walau begitu Muslim Indonesia dapat  hidup damai berdampingan dengan umat beragama lain sebagaimana tercermin dalam filosofi negara kita, Bhinneka Tunggal Ika," ujarnya, seraya menambahkan bahwa di Indonesia terdapat lebih dari 300 kelompok etnis dengan 742 bahasa dan dialek. Oleh karenanya mengelola negara besar dan kompleks seperti Indonesia adalah sebuah tantangan tersendiri. Menurut Menko Luhut kesenjangan ekonomi dan kesenjangan kualitas sumber daya manusia antara  penduduk yang tinggal di perkotaan dan pedesaan masih menjadi masalah, seperti yang digambarkan oleh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) "Kami sadar jumlah populasi yang besar ini bisa menjadi beban untuk pemerintah oleh karenanya kami harus terus bekerja demi meningkatkan kualitas mereka," katanya, Dalam bagian lain paparanya, ia mengatakan survei Bank Dunia tentang peringkat kemudahan usaha di Indonesia, menyatakan masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemudahan iklim usaha. "Kami telah merancang tiga komponen utama untuk mengatasinya yaitu, pemerataan pembangunan, peningkatan daya saing, dan transformasi ekonomi dari berbasis komoditi menjadi ekonomi nilai tambah," kata Menko Luhut. Pembangunan Infrastruktur Presiden Joko Widodo, menurut Menko Luhut telah melakukan langkah berani dengan mengurangi subsidi bahan bakar dan mengalihkannya ke pembiayaan program-program yang produktif seperti infrastruktur. "Indonesia akan menghabiskan sekitar US $ 450 miliar, naik ke US $ 2.019 untuk sektor infrastruktur. Untuk mengurangi biaya logistik, kami cukup agresif dalam membangun jalan tol. Hasilnya cukup baik. Pada kurun 1998-2014 jaringan jalan tol kami hanya tumbuh sebesar empat persen per tahun. Namun sejak tahun 2015, pertumbuhanya naik menjadi 15% per tahun," Menko Luhut optimistis bahwa Pulau Jawa akan terhubung sepenuhnya oleh jalan tol pada tahun 2019, yang terbentang dari Merak, di bagian barat Jawa, ke Banyuwangi di bagian Timur Jawa. “Alokasi yang cukup signifikan juga diperuntukkan bagi peningkatan sektor pelabuhan kami yang sekarang hanya 13 juta TEUs, menjadi 23 juta TEUs pada 2019,  lalu 68 juta TEUs pada 2030,” ujarnya. Kapasitas Tanjung Priok, yang menjadi pelabuhan laut terbesar, akan ditingkatkan dari 6,2 juta TEUs menjadi 19,7 juta TEUs pada 2023. Sementara itu, lanjutnya, untuk meningkatkan iklim usaha Presiden Jokowi telah meluncurkan program layanan satu kali selesai (one stop service) yang dirancang untuk mempermudah dan mempercepat pengurusan izin bisnis dan investasi. Layanan ini, menurutnya, akan menyederhanakan proses bisnis, misalnya: Sektor pembangkit tenaga listrik: jumlah lisensinya dikurangi menjadi 25 dari sebelumnya 49. Jangka waktu pengurusan berkurang dari 923 hari menjadi 256 hari, pengurusan perijinan telah dikurangi menjadi 152 hari dari sebelumnya 661 hari. “Pada bidang pertanian, Indonesia juga telah meningkatkan pengeluaran pada infrastruktur pertanian, termasuk revitalisasi dan membangun bendungan dan irigasi. Misalnya, sejak awal tahun ini kami  meningkatkan alokasi anggaran untuk irigasi baru sekitar 16 trillun rupiah dari 2,8 triliun pada tahun 2015, “ kata Menko Luhut. Laut Cina selatan Menko Luhut mengatakan Indonesia memiliki tugas untuk berpartisipasi dalam menyelesaikan potensi konflik ini dengan memulai Code of Conduct (CoC) "Indonesia tidak mengakui 'nine-dash line',  karena tidak memiliki dasar hukum internasional. Kami mendesak semua negara yang terlibat di Laut Cina Selatan sengketa menahan dari tindakan provokatif yang dapat mengganggu stabilitas di kawasan itu," tegasnya. Indonesia juga menolak setiap upaya pamer kekuatan dari negara manapun di wilayah itu. Resolusi tentang sengketa ini, menurutnya, harus didasarkan pada itikad baik dan damai dialog atau negosiasi semua pihak terkait.