Menko Maritim : Mendesak, Indonesia Butuh Peta Laut dan Ahli Hukum Laut
Maritim-Bandung, Jabar, Menko bidang Kemaritiman, Luhut B.Pandjaitan mengatakan ahli hukum laut dan peta laut atau kemaritiman Indonesia sangat dibutuhkan saat ini untuk mengatasi berbagai masalah hukum kemaritiman di Indonesia, negara yang luas lautnya lebih luas dari luas daratan.
“Saat baru bertugas di Kemenko Kemaritiman saya baru menyadari betapa luasnya laut Indonesia. Luas laut kita 79%. Saya sadar bahwa kekuatan hukum laut kita masih terbatas. Kita tidak punya peta laut topografi. Akhirnya saya putuskan untuk memperkuat badan Pushidros (Pusat Hidrografi dan Oseanografi) kami minta mereka untuk membuat peta laut dan peta Indonesia. Karena kalau kita tidak punya peta laut, jika ada kejadian seperti ada kapal yang menabrak karang, mereka pasti akan bertanya tentang peta laut.,” ujar Menko Luhut pada Kuliah Umum di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Jumat (3/11) dengan topik “Pembangunan Kemaritiman Untuk Pertumbuhan dan Pemerataan.”
Penjelasan dan analisa dari para ahli sangat dibutuhkan jika terjadi pelanggaran hukum di laut, polemik atau aturan kelautan.
“Jadi saya minta Unpad ini bisa memperkuat bidang hukum laut. Kita harus memperkuat bidang ini. Kalau bisa Unpad mencetak doktor-doktor di bidang hukum laut, lebih spesifik lagi bidang bisnis hukum laut. Potensi bisnis laut kita 1,3 triliun per tahun dan yang baru digali sekitar 8-9%,” ujarnya. Ia mengatakan telah mengusulkan agar Pushidros dipimpin oleh perwira Angkatan Laut berbintang tiga untuk memperkuat badan ini demi mempercepat terciptanya peta kemaritiman Indonesia.
Tol laut
Pada kesempatan tersebut Menko Luhut mengungkapkan pencapaian yang telah dihasilkan dari program tol laut.
“Tol laut bisa memelihara keseimbangan harga-harga sekitar 15-20 persen. Kami membangun berdasarkan _logistic base_, dengan menciptakan gudang logistik di 34 tempat,” paparnya. Tingginya biaya pengolahaan dan belum lancarnya sarana kemaritiman khususnya di bidang transportasi kelautan menjadi salah satu faktor belum maksimalnya potensi yang bisa diperoleh.
Ia menceritakan beberapa waktu lalu bertemu dengan Bupati Kepualaun Anambas yang mengatakan kalau sedang musim ombak tinggi wilayah itu terputus transportasinya.
“Kapal tidak bisa kesana, pesawat hanya ada seminggu sekali. Kita langsung berkoordinasi, saya minta tolong kepada Menhub untuk menambah frekuensi penerbangan dan kita bangun tanker untuk storage persediaan bensin untuk selama tiga bulan,” kisahnya.
KEK
Selanjutnya Menko Luhut mengatakan dari potensi laut yang sudah dimanfaatkan, mayoritas masih terpusat di Pulau Jawa sebesar 58% dan Sumatera 22%.
“Kemarin kita rapat, ternyata 60% ekonomi kita ada di wilayah Karawang, Purwakarta, dan Bekasi. Ribuan industri dan 11 juta tenaga kerja ada disana. Presiden minta kepada saya untuk mengkoordinasikan. Saya kerjakan ini dengan terintegrasi. Untuk menghindari terjadinya kesalahan. Saya minta kepada kalian untuk mengerjakan sesuatu dengan terintegrasi,” ujar Menko Luhut kepada para mahasiswa.
Menurutnya pada pertemuan dengan Presiden, Kadin lah yang mengusulkan dibentuknya KEK di wilayah itu. Tujuannya untuk meningkatkan efisiensi dengan harapan produktivitas akan bisa meningkat juga. Ini semua baru akan dibuat studi, kalau hasilnya layak tentu akan direalisasikan.
Sebelum mengusulkan kawasan ekonomi khusus, menurutnya, harus ada akses konektivitas. Salah satunya, Pemerintah akan menyelesaikan pembangunan pelabuhan Patimban di Subang tahap pertama pada tahun 2019.
Rapat Koordinasi untuk membicarakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bekasi, Karawang, dan Purwakarta ini telah dilakukan pada hari Kamis (2/11) di Kantor Kementerian Kemaritiman.
“Kita akan lihat jika sepanjang memenuhi kriteria, kita akan mengkaji, apakah koridor ini bisa dijadikan sebagai _integrated industry_," ujar Menko Luhut.
Rakor yang dipimpin oleh Menko Kemaritiman ini dihadiri sejumlah menteri yang terkait. Beberapa diantaranya adalah Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto, Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo.