Penanganan Masalah Reklamasi Jakarta Jadi Standar Nasional

Penanganan Masalah Reklamasi Jakarta Jadi Standar Nasional
Maritim - Ada tiga jenis pelanggaran yang terjadi pada reklamasi Teluk Jakarta. Yang pertama adalah pelanggaran berat. Seperti yang terjadi di Pulau G, keberadaan pulau tersebut membahayakan lingkungan hidup, membahayakan proyek vital dan mengganggu lalu lintas laut. Demikian disampaikan Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli di kantornya beberapa waktu lalu. “Sesuai kesepakatan tim komite pulau G masuk dalam pelanggaran berat," ujar dia. "Sebab, di bawah pulau itu, banyak terdapat kabel-kabel yang terkait dengan listrik, terkait power station milik PLN. Selain itu, juga mengganggu lalu lintas laut. Dan tata cara pembangunannya secara teknis betul-betul sembarangan, sehingga merusak lingkungan dan mematikan biota laut. Untuk itu, reklamasi Pulau G kami batalkan untuk seterusnya,” tegas Menko Rizal. Sementara pelanggaran sedang, seperti pulau C dan D. Pengembang menggabungkan kedua pulau. "Tapi, mereka mau mengkoreksinya. Pulau C dan D akan dipisah dan diberi jarak atau dibuat kanal lebar 100 meter dengan ke dalam delapan meter sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sementara pelanggaran ringan hanya pelanggaran administrasi," sambung Rizal. Untuk regulasi dan perizinan yang sering tumpang tindih, masih kata Menko Rizal, kita perlu disinkronisasikan dan diharmonisasikan supaya jadi standar untuk masa yang akan datang dan tidak terulang lagi. Dalam batas kewenangan ini jelas, kalau menyangkut soal pelabuhan yang membahayakan lalu lintas kapal, itu sepenuhmya dibawah kewenangan Kementerian Perhubungan. "Jadi kalau ada yang mau bangun pulau di daerah pelabuhan harus ada izin dari Kementerian Perhubungan. Area laut yang bukan berada di wilayah pelabuhan, kewenangan sepenuhnya berada pada Kementerian Kelautan dan Perikanan," Rizal melanjutkan. Selain itu, yang terkait dengan dampak Lingkungan dan tata ruang sepenuhnya kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Sementara pemerintah DKI Jakarta dalam konteks implementasi, enforcement dari kebijakan strategis yang dibuat tiga lembaga tingkat nasional itu. “Ini yang ingin kita sinkronisasi dan harmonisasi supaya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran dan tumpang tindih kewenangan di masa yang akan datang. Dan kami berharap, pembangunan pulau Teluk Jakarta tidak menjadi super ekslusif. Kita ingin dalam proses pembuatan pulau ini terjadi proses integrasi sosial, sehingga reklamasi Teluk Jakarta menjadi 'bench mark' bagi kasus reklamasi di Indonesia,” demikian Rizal. (Odd/Arp)