Pendekatan Religi Untuk Kembangkan Borobudur

Pendekatan Religi Untuk Kembangkan Borobudur
Maritim – Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman sebagai penggerak dari Badan Otorita Pengembangan Pariwisata Borobudur akan mengubah pola pengembangan pariwisata Borobudur dari pendekatan "heritage tourism" menjadi "religious tourism". Hal ini dilakukan agar jumlah turis yang datang ke Borobudur lebih banyak dan waktu berkunjung turis dapat lebih lama yaitu 3-5 hari. Dalam Rapat Koordinasi Koordinasi Penataan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur mengatakan bahwa meningkatnya turis yang berkunjung di objek wisata Candi Borobudhur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah akan mampu menggerakan perekonomian masyarakat di kawasan tersebut. "Untuk mencapai tujuan dalam pengembangan pariwisata Borobodur perlu ada kepemilikan yang terpusat dan terintegrasi serta manajemen yang terpadu dengan melibatkan pemerintah daerah, BUMN, rakyat, dan pihak swasta sehingga ada rasa memiliki," kata Asisten Deputi Insfrastruktur Pelayaran, Perikanan, dan Pariwisata, Kementrian Koordinator Bidang Kemaritiman, Rahman Hidayat di Kantor Bupati Kulon Progo, Yogyakarta, Kamis (28/7) siang. Seperti diketahui, saat ini jumlah jumlah wisatawan relatif kecil yakni 300 ribu orang per tahun dan waktu kunjungan wisatawan ke Borobudur kurang dari satu hari. Di Angkor Wat di Kamboja dapat menarik kunjungan wisatawan yang lebih besar yaitu 7,5 juta orang per tahun karena pendekatan "religious tourism". “Pemerintah perlu berupaya agar pemeluk agama Budha yang berjumlah 600 juta orang dapat mengunjungi Borobudur," ujar Rahman Hidayat. Untuk itu dalam pengembangan obyek pariwisata Borobudur perlu mengubah tata ruang, suasana, dan atmosfer di kawasan Borobudur menjadi lebih sakral, sehingga ada waktu bagi para pengunjung Borobudur untuk melakukan ritual agama. Dengan reloakasi dan memperbaharui penduduk ke Bukit Menoreh dengan memberikan tanah dua kali lebih luas dari tanah yang dimiliki oleh penduduk saat ini. Pemerintah telah menyiapkan lahan seluas 500 hektare di kaki Bukit Menoreh. Posisi dan kontur wilayah Bukit Menoreh memang dapat memperindah kawasan destinasi wisata Borobudur. Dengan ide "one location, one management", maka pengelolaanya dapat terintegrasi dan solid dengan visi dan target-target yang dapat dimonitor. “Selain itu, keberadaan pemerintah daerah, BUMN, dan swasta dalam pengelolaan pariwisata Borobudur perlu dilebur dan ada valuasi terhadap semua aset yang ada, sehingga kepemilikan bisa terpadu dan dikelola oleh tenaga profesional dengan target kualitatif dan kuantitatif," ungkap Rahman Hidayat. Senada dengan Rahman, Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo mengatakan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo sudah menyiapkan kawasan penyangga pengembangan pariwsata Borobudur di Bukit Menoreh yaitu seluas 253 hektare. Potensi wisata yang sudah ada di Kulon Progo adalah wisata religi di Sendangsono yang dikunjungi oleh pemeluk Katolik lokal dan macanegara dan ada komunitas Buddhis sebanyak 4000 orang yang berada di Sentra Gua Kiskendo, Bukit Menoreh. Lebih lanjut Hasto menerangkan, bahwa pemkab akan mulai membuat Kampoeng Nusantara Didik Nini Thowok supaya pengembangan pariwasata berbasis budaya berjalan seiring sejalan. "Kami sudah memiliki proposal yang sudah jadi yakni pengembangan Kawasan Suroloyo dan Sendangsono," katanya. (GLH)