Pengelolaan Pengetahuan/Kearifan Lokal Sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Dalam Mendukung Pembangunan Sektor Parekraf

Pengelolaan Pengetahuan/Kearifan Lokal Sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Dalam Mendukung Pembangunan Sektor Parekraf
SIARAN PERS  No.SP-61/HUM/ROKOM/SET-MARVES/VI/2020

Marves—Jakarta, Pengetahuan tradisi (traditional knowledge) dan kearifan lokal (local wisdom) telah dicanangkan dalam pengarusutamaan modal sosial budaya bagi pembangunan nasional jangka menengah 2020-2024. Hal ini tidak lain bertujuan guna mendorong penguatan hak kekayaan intelektual, terutama kekayaan intelektual yang bersifat komunal (KIK), dalam rangka meningkatkan nilai tambah ekonomi kreatif untuk mendukung strategi transformasi ekonomi di sektor penguatan ekonomi kreatif dan ekonomi digital.

Staf Ahli Menteri (SAM) Bidang Sosio-Antropologi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Tukul Rameyo Adi pun menyatakan, untuk membangun ekosistem inovasi parekraf dapat dilakukan melalui penerapan model N-Helix. Dalam hal ini, Kemenko Marves melalui Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dapat mulai mendorong koordinasi kolaborasi dan kemitraan multi pihak untuk percepatan dan penyederhanaan tata kelola Kekayaan Intelektual (KI) dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Menurutnya, Hak atas kekayaan intelektual (HKI) memiliki peran yang sangat vital dalam mendukung peningkatan nilai tambah ekonomi kreatif. HKI dalam hal ini mencakup kekayaan intelektual baik yang bersifat individu (personal) maupun kekayaan intelektual komunal (KIK). Kekayaan Intelektual Komunal berkaitan erat dengan budaya lokal, dalam bentuk pengetahuan tradisi dan kearifan lokal.

“Inisiatif Pembangunan pusat data KIK (Kekayaan Intelektual Komunal) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian ahukum dan HAM merupakan sebuah model sistem pengelolaan pengetahuan tradisional perlu untuk disinergikan dengan inisiatif serupa yang juga dilakukan oleh beberapa universitas dan Lembaga penelitian dan K/L (UI, ITB, KKP, Kominfo, Kemendikbud, dan LSM) melalui program KMS (Knowledge Management System) yang mencakup juga pengetahuan tradisi untuk meningkatkan daya saing dan mempertajam inovasi,” ujar SAM Rameyo, melalui keterangan tertulis, Selasa (26-05-2020).

Lebih lanjut, sebuah kajian yang dilakukan oleh INDEF UI pada tahun 2017 tentang strategi pembangunan nasional menyimpulkan bahwa, peluang pertumbuhan pembangunan nasional akan sangat besar bila ditopang menggunakan strategi endogenous growth, yaitu strategi pembangunan berbasis pada inovasi kreatif, di mana inovasi yang didasarkan pada potensi lokal yakni keragaman budaya dan keanekaragaman sumberdaya. Dan, strategi endogenous growth ini akan sangat bergantung pada inovasi yang dapat diukur dari indikator jumlah paten atau jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

"Indonesia yang memiliki potensi kekayaan budaya dan keanekaragaman sumberdaya seharusnya dapat menghasilkan jumlah paten atau HKI yang besar dalam setiap tahunnya. Sebagai gambaran, berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh BAPPENAS, Indonesia memiliki sekitar 1.375 kelompok etnik dengan keragaman budaya, pengetahuan/kearifan tradisi, dibandingkan dengan Tiongkok yang hanya memiliki sekitar 53 kelompok etnik. Menurut Indef, apabila keanekaragaman ini digabungkan dengan kebinekaan sumberdaya, seharusnya Indonesia mampu melahirkan berbagai HKI setara dengan Tiongkok," tambahnya

Adapun, dalam dokumen RPJMN 2020-2024, Kekayaan Intelektual (KI) bidang ekonomi kreatif di mendukung paling tidak dua strategi/program prioritas yaitu pertama, Peningkatan Ekonomi Kreatif dan Ekonomi Digital, dan kedua, Penguatan Budaya literasi, Inovasi dan Kreativitas; serta terkait dengan Kebijakan Kelautan Indonesia pilar VI tentang Pembangunan Budaya Bahari.

Dukungan KI terhadap Peningkatan nilai tambah ekonomi kreatif akan dilaksanakan melalui penerapan dan komersialisasi hak atas kekayaan intelektual, dan berdasarkan pada Program Prioritas (ProP) Penyediaan Insentif Penerapan dan Komersialisasi HKI terdapat 3 kegiatan dengan indikator sasaran dan target sebagai berikut: 1. Pelaku Ekraf yang mendapat fasilitasi Konsultasi HKI, dengan target akumulatif 23.850 selama 5 tahun; 2. Produk/Jasa Ekraf yang didaftarkan HKI, dengan target akumulatif 12.800 produk/jasa selama 5 tahun; 3. Pelaku/Usaha Kreatif yang Difasilitasi Komersialisasi HKI dengan target akumulatif 1025 orang/usaha selama 5 tahun.

Selain itu, dukungan KI terhadap peningkatan budaya literasi, inovasi dan kreativitas diharapkan dapat meningkatkan indeks budaya literasi dari 55.0 (pada tahun 2015) menjadi 71.0 (pada tahun 2024) melalui kegiatan-kegiatan antara lain peningkatan budaya literasi, pengembangan budaya iptek, inovasi, kreativitas, dan daya cipta dan penguatan institusi sosial penggerak literasi dan inovasi. Kolaborasi/kemitraan multipihak, sistem pengelolaan pengetahuan/kearifan lokal serta pengembangan lokasi percontohan sebagai showcase model penguatan ekosistem dan kelembagaan HKI merupakan aksi-aksi strategis yang direkomendasikan untuk segera direalisasikan dalam jangka pendek (Tahun 2020).

“Sebagai aksi jangka pendek inisiatif Destinasi Toba sebagai showcase model penguatan ekosistem dan kelembagaan HKI, mengingat masih lemahnya literasi (pemahaman dan minat) di masyarakat pelaku ekonomi kreatif terhadap manfaat HKI serta sistem tata kelolanya. Hal ini selaras dengan program nasional tentang Penguatan institusi sosial penggerak literasi dan inovasi,” terang SAM Rameyo.

Kemudian, ia melanjutkan, beberapa kegiatan dalam rangka peningkatan nilai tambah ekonomi kreatif akan dilaksanakan seperti: (1) pendampingan dan inkubasi, (2) pengembangan center of excellence, (3) fasilitasi inovasi dan penguatan brand, (4) pengembangan dan revitalisasi ruang kreatif, klaster/kota kreatif dan Be Creative District (BCD), (5) penerapan dan komersialisasi hak atas kekayaan intelektual, serta (6) penguatan rantai pasok dan skala usaha kreatif. Peningkatan populasi pelaku usaha digital juga akan difasilitasi melalui pengembangan klaster digital, termasuk yang berbasis desa, kemudahan usaha, serta akses kepada pembiayaan dan pasar.

“Untuk aksi strategis jangka menengah (Tahun 2021-2024) perlu ditentukan target-target yang akan dicapai sebagai basis sasaran program/kegiatan agar supaya model kolaborasi tepat sasaran dan terukur. Dalam menentukan target-target ini, Kemenparekraf bertindak sebagai leading institution. Adapun target-target yang tercantum dalam RPJMN dapat digunakan sebagai acuan,” jelasnya.

Sedangkan keterkaitan KI dengan Pilar VI Kebijakan Kelautan Indonesia mewujudkan pemberdayaan budaya bahari (maritime culture empowerment) melalui berbagai kegiatan seperti membangun literasi maritim (ocean literacy), memperkuat wawasan budaya bahari bagi generasi millenial, dan pengembangan teknologi dan inovasi berbasis pengetahuan tradisi dan kearifan lokal," pungkas SAM Rameyo.

Biro Komunikasi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi

Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi
Berita Terpopuler Marves

2022 © KEMENKO MARVES RI - Copyright All Rights Reserved