Pentingnya Mangrove dan Hutan Bagi Negara Pulau dan Kepulauan untuk Aksi Iklim

Pentingnya Mangrove dan Hutan Bagi Negara Pulau dan Kepulauan untuk Aksi Iklim

Marves - Bali, Negara-negara pulau dan kepulauan harus mampu memperkuat ketahanan pesisir pulau-pulaunya, dengan salah satunya menjaga ekosistem mangrove. Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Nani Hendiarti saat menjadi pembicara dalam salah satu side event dengan tema "Forest Power for Climate Action" dalam rangkaian penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi AIS Forum 2023 di Bali, pada Selasa (10/10/2023).

Sebelumnya, acara dibuka oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK), Siti Nurbaya, yang mengungkapkan bahwa Indonesia melalui sektor kehutanan telah menetapkan target net sink karbon pada tahun 2030 melalui Indonesia's FOLU (Forest and Other Land Use) net sink 2030. FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan dengan kondisi dimana tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030. 

Selanjutnya Menteri Siti menyampaikan harapan agar negara-negara pulau dan kepulauan atau yang lebih dikenal sebagai negara AIS (Archipelago and Island States) dapat berkolobarasi bersama untuk mengakselerasi aksi perubahan iklim sektor kehutanan dan mengharapkan dapat bertemu kembali untuk mendiskusikan lebih jauh kolaborasi pada Konferensi Para Pihak terhadap Konvensi Perubahan Iklim (COP 28 UNFCCC) di Dubai pada pada Desember 2023.

"Sebagai negara AIS, negara pulau dan kepulauan, memprioritaskan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi perubahan iklim dari sektor FOLU (Forest and Other Land Use) adalah hal yang sangat perlu. Untuk itu kami mengundang negara-negara AIS untuk bergabung dalam Mangrove Collaboration untuk memperkuat kolaborasi rehabilitasi dan konservasi mangrove, kemudian terlibat dengan Forest Partnership pada langkah selanjutnya," kata Deputi Nani.

Deputi Nani mengarisbawahi pentingnya fungsi hutan dan mangrove dalam menyediakan fungsi dan jasa ekosistem yang penting bagi kesejahteraan manusia. Indonesia sebagai salah satu negara dengan hutan tropis terbesar menginisiasi kerja sama hutan tropis melalui Tropical Forest Partnership yang akan diluncurkan pada COP-28 UNFCCC di Dubai. "Besar harapan saya untuk dapat bertemu dengan negara-negara AIS di COP-28 UNFCCC nanti," singkatnya.

Lebih lanjut, Deputi Nani memaparkan juga Mangrove Alliance for Climate (MAC) yang salah satu program konkritnya adalah rencana pendirian International Mangrove Research Center (IMRC) di Indonesia yang akan didukung baik secara teknis maupun finansial oleh UEA.

Selain Menteri Siti dan Deputi Nani, acara ini juga menghadirkan beberapa pembicara yakni Deputy Prime Minister and Minister for Trade, Cooperatives, Small and Medium Enterprises and Communications of Fiji, Hon Manoa Kamikamica,  yang membahas mengenai "Perspectives of Archipelagic and Island Countries on Forest Management for Climate Action", kemudian Ketua Spesialis Lingkungan Hidup, Sumber Daya Alam, dan Lead Environmental Specialist Environment, Natural Resources, and Blue Economy (ENB) Coordinator, The World Bank, Franka Braun yang membahas mengenai "The Urgency and Importance of Global Cooperation to Achieve Climate Goals through the FOLU Secto".

Selain dihadiri unsur Kementerian/Lembaga Indonesia, workshop dihadiri oleh delegasi 11 negara anggota AIS Forum, antara lain dari Cyprus, Papua New Guinea, Suriname, St Lucia, Palau, Tonga, Philippines dan lain-lain. Serta dihadiri oleh delegasi organisasi internasional seperti Wildlife Conservation Society Indonesia, Wildlife Works Indonesia, World Resources Institute Indonesia dan Conservation International.

Biro Komunikasi 
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi
No.SP-247/HUM/ROKOM/SET.MARVES/X/2023