Pertemuan Menko Luhut bersama Presiden Sri Lanka Bicara Soal GBFA, Mangrove, hingga DAS Citarum

Pertemuan Menko Luhut bersama Presiden Sri Lanka Bicara Soal GBFA, Mangrove, hingga DAS Citarum

Marves - Denpasar, Presiden Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe tiba di Bali untuk menghadiri World Water Forum ke - 10. Menko Marves Luhut B. Pandjaitan menyambut dan melanjutkan bilateral meeting di Kura Kura Bali pada Minggu (19/5/2024). Bilateral meeting ini membahas soal Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang diadopsi oleh para pemimpin KTT G20 Bali untuk mempercepat investasi iklim di negara-negara berkembang, Least Developed Countries (LDC), dan negara kepulauan. Fokus utamanya adalah pada kerja sama global selatan dan pendanaan transisi.

GBFA G20 Bali akan mendukung negara-negara untuk merancang dan menerapkan kebijakan yang tepat, mengembangkan struktur kelembagaan, teknologi dan data, serta solusi pembiayaan untuk transisi mencapai SDGs, “Kami sedang mempersiapkan target jangka pendek untuk mencapai hasil nyata GBFA G20 Bali, yaitu mobilisasi donor dari mitra non-pemerintah, melakukan peningkatan kapasitas pada pembiayaan campuran, dan menyiapkan studi kasus tentang taksonomi iklim, alam, dan keanekaragaman hayati, pembiayaan untuk pengelolaan hutan yang berkelanjutan, dan JETP,” tutur Menko Luhut.

Menko Luhut juga menyampaikan bahwa GBFA juga akan dilaksanakan pada rangkaian acara World Water Forum ke - 10 pada 20 Mei mendatang. Adapun acara tersebut akan meluncurkan sekretariat GBFA yang berbasis di KEK Sanur Bali, penandatangan Letter of Intent oleh para pendiri, dan diskusi meja bundar.

“Letter of Intent akan ditandatangani oleh Indonesia, Perancis, UAE, Sri Lanka, Luxembourg, Kenya, Canada, dan kemungkinan Fiji dan Republik Demokratik Kongo juga bergabung dengan kami,” jelasnya.

Krisis iklim menjadi isu yang penting bagi seluruh negara di dunia. Seperti yang diungkapkan oleh Menko Luhut, mengacu pada konsensus UEA COP28 lalu, setiap pihak berkomitmen untuk melakukan transisi energi dari bahan bakar fosil untuk mempercepat pengurangan emisi NDC. Menko Luhut melihat tantangan perubahan iklim dan perlunya penutupan proyek besar kesenjangan pendanaan iklim. Oleh karena itu, GBFA hadir sebagai salah satu solusinya. 

Dalam hal ini, GBFA juga akan mendukung program konservasi air dan akan menjembatani kesenjangan antara sumber daya publik yang tersedia dan investasi besar-besaran yang dibutuhkan Global Water Fund, “Saya ambil contoh Mangrove Alliance for Climate (MAC). Ini inisiatif global diprakarsai dan diluncurkan oleh Uni Emirat Arab dan Indonesia di COP27 Mesir pada 2022 lalu. Anggotanya 41 negara,” tuturnya.

MAC bertujuan untuk mempromosikan mangrove sebagai solusi berbasis alam terhadap perubahan iklim. Semua anggota mempunyai visi yang sama untuk memulihkan dan melestarikan mangrove sebagai penghalang alami terhadap bencana alam. Sebagaimana yang diketahui, bahwa kehadiran mangrove memberikan potensi kredit karbon lebih dari empat kali lipat potensi kredit karbon hutan tropis. Vegetasi bakau memberikan kemampuan pengurangan risiko bencana berbasis ekosistem yang hemat biaya di wilayah pesisir, khususnya di wilayah dengan standar hidup yang buruk.
Mangrove ditemukan secara sporadis di wilayah pesisir Sri Lanka, termasuk di beberapa hutan bakau yang lebat.

Indonesia merupakan rumah bagi sekitar 20 persen hutan bakau dunia dengan luas 3,6 juta hektar yang berperan penting dalam memperkuat ekosistem pesisir. Hal ini akan menjadi salah satu solusi berbasis alam untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Indonesia memiliki target ambisius untuk merehabilitasi 600.000 hektar hutan bakau di Indonesia. Untuk mempercepat target tersebut, kegiatan rehabilitasi mangrove Nasional juga dilaksanakan secara pentahelix yang melibatkan kolaborasi dan dukungan multipihak mulai dari pemerintah, mitra donor, swasta, LSM, filantropi, hingga masyarakat di tingkat tapak.

“Saat ini kami berkolaborasi dengan BUMN dan swasta melalui program Cooperate Social Responsibility (CSR) untuk merehabilitasi ekosistem mangrove dan memberdayakan masyarakat sekitar agar mandiri secara ekonomi. Di sisi lain, penguatan kemitraan bilateral juga penting. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Persatuan Arab telah bermitra dalam pendirian Pusat Penelitian Mangrove Internasional di Indonesia yang akan diluncurkan hari ini,” tuturnya.

Saat ini Indonesia telah mengembangkan proyek karbon biru untuk menghitung potensi penyimpanan karbon di dalam tanah dan akar yang masih menjadi tantangan bagi seluruh dunia.

Terkait restorasi sungan, beberapa krisis yang dihadapi DAS CItarum antara lain, limbah domestik dan dan industri yang tidak terkendali, rusaknya ekosistem, Keramba Jaring Apung (KJA), dan banjir. Sungai ini sering disebut sebagai sungai paling tercemar dan beracun di dunia. Pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo menggagas program Citarum Harum untuk memulihkan sungai melalui pendekatan kolaboratif dan terpadu. Program ambisius ini melibatkan kementerian, pemerintah daerah, akademisi, dunia usaha, komunitas, dan media yang bekerja sama untuk mengatasi polusi dan degradasi lingkungan di daerah aliran sungai. Keterlibatan pihak swasta sangat penting dalam menyukseskan program Citarum Harum. Dunia berusaha untuk berkontribusi melalui inisiatif CSR, mendukung berbagai proyek berbasis lingkungan dan masyarakat.

“Beberapa perusahaan telah berpartisipasi aktif melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Misalnya, Danone-AQUA telah menerapkan program pengumpulan dan daur ulang sampah, mendidik masyarakat lokal tentang praktik pengelolaan sampah yang benar untuk mengurangi sampah plastik di sungai. AstraZeneca mendukung upaya rehabilitasi dan revitalisasi lahan di sungai Citarum dengan melakukan penanaman 10 juta pohon yang melibatkan masyarakat setempat,” jelas Menko Luhut.

Sejak diluncurkannya program Citarum Harum, terjadi perbaikan kualitas air, pengurangan lahan kritis, dan peningkatan partisipasi masyarakat. Program ini juga menunjukkan kembalinya beberapa spesies ikan endemik dan pemanfaatan sungai sebagai tempat rekreasi dan penyembuhan bagi masyarakat. Dengan begitu, kemitraan Pemerintah-Swasta (KPS) menarik pendanaan dari lembaga pemerintah dan swasta. Investasi diarahkan pada pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan dan peningkatan fasilitas pengolahan limbah dan perbaikan sistem pembuangan limbah. Insentif keuangan dan subsidi diberikan untuk mendorong partisipasi sektor swasta.

No.SP-127/HUM/ROKOM/SET.MARVES/V/2024
BIRO KOMUNIKASI
KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN DAN INVESTASI