Rekomendasi Bogor, Kendalikan Pencemaran Minyak di Laut

Rekomendasi Bogor, Kendalikan Pencemaran Minyak di Laut
Maritim - Pencemaran minyak semakin hari semakin tinggi. Hal ini terjadi sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan minyak untuk dunia industri yang harus diangkut dari sumber yang cukup jauh. Demikian disampaikan Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim, Sahat M Panggabean saat menutup Rapat Koordinasi dan Fasilitasi Kebijakan Perlindungan Lingkungan Laut “Pengendalian Pencemaran Minyak” di Hotel Salak, Bogor, Jumat (8/4). Selain itu, pencemaran laut juga terjadi lantaran meningkatnya jumlah anjungan-anjungan pengeboran minyak lepas pantai. Dan juga karena semakin meningkatnya transportasi laut. Pencemaran minyak di laut membawa komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air. Minyak akan mengapung yang menyebabkan air laut berwarna hitam. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. “Dampak pencemaran minyak ini akan membawa efek kerusakan pada laut kita. Untuk itu perlu adanya tindakan atau aturan yang bisa segera direalisasikan agar laut kita dapat dinikmati anak cucu kita. Untuk itu perlu adanya kerja dari K/L terintegrasi satu sama lain dan perlu dibentuk pokja-pokja agar bisa memantau sistem kerja,” urai dia. Sahat juga menambahkan, ada beberapa rekomendasi dari pertemuan ini, dan segera ditindaklanjuti. Pertama, review Keppres 109/2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Akibat Tumpahan Minyak di Laut serta reviu atas pelaksanaanya terkonsentrasi atas perubahan nomenklatur K/L dan K/L yang belum terakomodir dalam tim nasional seperti Kemenko Maritim dan Bakamla, serta penguatan dalam hal implementasi dan operasional terkait dengan penguatan tim nasional, daerah dan lokal baik dalam hal pembentukan tim ataupun protap tier 3, 2 dan 1 serta pembiayaan operasional tim. Terkait hal tersebut di atas, maka perlu pengkajian lebih lanjut serta melakukan konsultasi dengan Setkab dan Kemenkumham. Membantu Kabupaten Bintan dalam hal supervisi pembentukan Tim Daerah sebagai model bagi daerah lainnya. Untuk supervisi ini Tim Nasional yang diketuai Kemhub dan dikoordinasikan oleh Kemenko Maritim serta SKKMIGAS yang memiliki pengalaman dapat berperan aktif. Keamanan di laut sebagai salah satu tupoksi dari Bakamla meliputi ancaman kekerasan, navigasi, SDA dan pelanggaran hukum. Ancaman terhadap SDA meliputi ancaman dari tumpahan minyak, limbah B3, bom ikan, dan lain-lain. Satelit tidak dapat mendeteksi real-time, namun demikian dengan menggunakan kombinasi satelit yang tersedia di K/L ataupun yang tersedia secara bebas yang tersedia untuk diakses masih memungkinkan untuk mendeteksi minimal 2-3 kali per hari. Ketersediaan data satelit di KKP dan LAPAN dapat menunjang dalam hal pendeteksian tumpahan minyak di laut. Tim Pengendalian Dampak Tumpahan Minyak di Laut-KKP memiliki tugas dan fungsi untuk mengumpulkan pulbaket hingga valuasi ekonomi SDA KP sebagai penunjang bagi tugas Puskodalnas. Modeling atau pemodelan dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi/memonitor lokasi sumber pencemaran atau oil spill, meskipun memiliki uncertainty, tergantung metodologi dan input datanya. Reception Facilities (RF) sudah dibangun di beberapa pelabuhan namun yang mendapatkan izin sekitar 4 pelabuhan. Yang sudah mendapatkan izin tersebut hanya 1 pelabuhan yang sudah beroperasi. Sehingga perlu pendorongan untuk pembangunan RF dan dukungan semua pihak untuk operasional RF ini sebagai salah satu solusi bagi pengendalian minyak di pelabuhan/laut. Perlu adanya Pengelola dan Pemanfaat Limbah B3 bagi limbah minyak yang terkumpul di luar Jawa untuk mengurangi biaya transportasi yang mahal. Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 sudah diadopsi menjadi SNI ISO 14001:2015. Masih banyak pelabuhan-pelabuhan yang belum menerapkan ISO 14001 bagi sistem pengelolaan lingkungannya, namun ada beberapa yang sudah menerapkan. KLHK bersedia memberikan supervisi bagi pelabuhan-pelabuhan yang belum menerapkan SNI ISO 14001:2015. (Glh/Arp)