Rizal Ramli: Ayo Ubah Paradigma Pengelolaan Sumber Daya Alam

Rizal Ramli: Ayo Ubah Paradigma Pengelolaan Sumber Daya Alam
Maritim – Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli mengatakan perlu adanya perubahan paradigma pengelolaan sumber daya alam (SDA). Dari tebang, keruk, sedot dan jual, menjadi penggerak ekonomi kawasan. Demikian disampaikan Rizal Ramli dalam jumpa pers seusai Rapat Koordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan di Kantor Kementerian Maritim dan Sumber Daya, Jl. MH. Thamrin, Rabu (11/5). Hadir dalam rakor tersebut Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi, Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng, Direktur Program Pengusahaan Hulu Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto, perwakilan Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Kementerian Perhubungan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian PPN/Kepala Bappenas, Pendidikan Tinggi, serta sejumlah tokoh Maluku. “Kita perlu merubah paradigma yang selama ini ada dalam pengelolaan sumber daya alam yang ada di Indonesia. Selama ini kita selalu main tebang, keruk, sedot dan jual agar menjadi penggerak ekonomi kawasan,” kata dia. Masalah pengelolaan SDA, dinilai Rizal, disebabkan oleh paradigma lama yang dianut Indonesia di mana konsepnya hanya tebang-ekspor atau sedot-ekspor. "Sedot tanah di Papua lalu ekspor. Tidak dibangun industri hilir sehingga nilai tambahnya sedikit," jelasnya. Rizal meminta pandangan pengelolaan SDA seperti itu bisa diubah. Pasalnya, model pengelolaan SDA demikian hanya membuat pertumbuhan ekonomi yang rendah yakni hanya 5-7 persen dengan kualitas pertumbuhan yang juga rendah. "Saya minta tolong, perlu perubahan paradigma pengelolaan SDM dari sekadar sedot ekspor, kita kembangkan nilai tambahnya," katanya menyinggung pengelolaan Lapangan Gas Abadi di Blok Masela, Maluku. Untuk kasus Blok Masela, sebenarnya bukan sebatas masalah perbedaan darat dan laut, tapi masalah pada penggiatan ekonomi kawasan. Karena itu Rizal tidak ingin dalam pengelolaan Blok Masela, swasta memiliki porsi besar men-drive pemerintah. “Seperti yang diinginkan Bapak Presiden yang menginginkan negara tidak boleh di-drive (dikendalikan) oleh swasta. Sebaliknya, swasta harus patuh dan mengikuti peraturan serta syarat-syarat yang ditentukan oleh negara, tidak seperti yang terjadi di reklamasi Teluk Jakarta,” tegasnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumber daya manusia untuk menjadi tenaga profesional agar dapat mengelola sumber daya alam. Rizal juga mengatakan ada dua alasan mengapa Indonesia masih menjadi negara tertinggal ketimbang negara-negara lain yang semakin maju. "Pertama adalah masalah pengelolaan sumber daya manusia, dan kedua adalah pengelolaan sumber daya alam. Ini yang membuat kita kalah dari negara tetangga," urainya. Menurut Rizal, pada 1960-an, rata-rata perdapatan per kapita negara-negara Asia sekitar 100 dolar AS. Namun, 50 tahun kemudian, pendapatan per kapita negara-negara tersebut meroket jauh meninggalkan Indonesia. Pendapatan per kapita Taiwan tercatat mencapai 22.300 dolar AS, Korea Selatan 27.200 dolar AS, China yang baru mulai membangun pada era 1980-an sudah mencapai 8.000 dolar AS , Malaysia 9.600 dolar AS dan Thailand 5.800 dolar AS. Sementara, pendapatan per kapita Indonesia kini baru mencapai 3.400 dolar AS. "Kita lumayan, tapi tidak luar biasa. Rizal menuturkan kesalahan pengelolaan SDM dan SDA merupakan dua sebab utama tertinggalnya Indonesia. "Negara yang tidak punya SDA, mereka fokus ke SDM. Akhirnya mereka ubah bangsanya jadi lebih maju, terampil. Kita ketinggalan. Makanya sekarang kita harus segera lakukan transformasi dari tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi tenaga professional Indonesia (TPI)," tegasnya. (Glh/Arp)