Saat Sunrise Menyapa Di Gunung Bromo

Saat Sunrise Menyapa Di Gunung Bromo
Gunung Bromo identik dengan kawah, lautan pasir, pasir berbisik, Roro Anteng, Joko Seger, orang Tengger, hari raya Karo atau Pura Luhur Poten. Namun, jika harus menggambarkan Bromo dengan satu kata saya memilih sunrise (matahari terbit). Matahari terbit di Bromo membuat siapapun terpikat. Dunia mengakuinya, termasuk saya. Bagaikan mengawang di atas gunung. Ya, Gunung Bromo, merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai salah satu obyek wisata alam paling indah yang dimiliki Indonesia timur untuk melihat matahari terbit. Tempat wisata alam ini terletak di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di timur kota Malang, Jawa Timur. Gunung Bromo berasal dari bahasa Sanskerta atau Jawa Kuno yaitu Brahma, yang merupakan salah seorang Dewa Hindu. Sebagai sebuah obyek wisata, Gunung Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif. Bromo memiliki ketinggian 2.392 meter diatas permukaan laut (mdpl) yang terletak diantara empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo yang indah ini bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas kurang lebih 10 kilometer persegi. Gunung Bromo memiliki sebuah kawah dengan garis tengah kurang lebih 800 meter (utara sampai selatan) dan kurang lebih 600 meter (timur sampai barat). Sedngkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 kilometer dari pusat kawah Bromo. Di Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru terdapat beberapa jenis tumbuhan antara lain jamuju, cemara gunung, eidelweis, berbagai jenis anggrek dan jenis rumput langka. Selain tumbuhan terdapat sekitar 137 jenis burung, mamalia dan reptilia. Dan Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru memiliki keistimewaan lainnya, yaitu merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa lautan pasir seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian kurang lebih 2.100 mdpl. Lautan pasir di Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru ini tampak sangat tenang, dan akan berubah statusnya ketika Gunung Bromo bersiap memuntahkan lava panas dari perut bumi ke permukaan bumi. Namun bagi Anda yang ingin berwisata bisa bertenang diri ketika Gunung Bromo masih bisa “bersahabat” dengan kita, lautan pasir bisa menjadi “sahabat” selama kita berwisata disana. Lautan pasir Gunung Bromo memiliki “mood” tersendiri seperti layaknya manusia. “mood” yang dimaksud dalam artian pasir di Bromo bisa berbahaya sesuai musim di Indonesia. Bulan Juni – Oktober adalah musim kemarau, terik matahari amat menyengat namun udara begitu dingin. Apalagi pada malam hari suhu bisa mencapai 11º C. Gunakan pelindung kulit ( sun block ) pada siang hari, kecuali memang ingin hitam mendadak. Gunakan jaket atau sweater tebal dan topi atau penutup kepala pada malam hari. Karena hujan sudah tidak turun lagi, maka pasir menjadi terurai dan tidak padat lagi. Maka perjalanan dengan menggunakan sepeda motor ‘sungguh amat tidak menyenangkan’ dan cukup membahayakan. Tanpa ketrampilan dan kehandalan mengendarai bisa terpelanting dan terlempar akibat roda terjerembab pasir halus. Bawa bekal dan minum secukupnya,kecuali menginap di hotel yang telah menyediakan konsumsi dengan layak. Bawa masker dan kacamata. Jika turun dari Penanjakan ( Wonokitri dan Tosari ) di Pasuruan dan Cemoro Lawang di Sukapura, Probolinggo, untuk menuju kaldera dan puncak Bromo menggunakan jeep warga setempat. Selain mengerti medan yang amat curam, juga untuk memberi kesempatan warga setempat mengembangkan usaha transportasi mereka. Jangan menyalakan api unggun,bahaya kebakaran mengintai dan dapat merusak alam. Nah, jika masuk musim penghujan November-Februari, keadaan pasir dapat dikatakan lumayan “bersahabat” disamping cuaca yang semakin menusuk tulang, namun tidak ada pasir berterbangan mengacaukan pandangan. Peralatan dan persiapan yang dibawa pun hampir sama dengan saat kemarau tiba. Mengulas tentang keindahan Gunung Bromo tak berhenti pada lautan pasirnya, pastinya Anda dan saya setuju jika bicara soal Bromo tak lepas dari momen memandangi matahari terbit yang telah diakui dunia berkat keindahannya. Jika ingin tak tertinggal momen indah itu, sebelum subuh atau sekitar pukul 4 WIT, sebaiknya wisatawan berkumpul di Pananjakan 1 sambil menikmati teh hangat dan mengecap kudapan hangat dari warung disana untuk beberap menit sembari menghangatkan raga sebelum bersiap menaiki anjungan pandang. Langit yang semula biru gelap perlahan berubah orange kekuningan dan mulai terlihat semburat garis terang menyembul dari balik Gunung Argopuro, menikmati indahnya matahari terbit adalah salah satu nikmat atas keagungan Tuhan yang telah diberikan. Sesekali bolehlah “mencuri” pandangan dan menoleh serta menikmati keindahan ke arah Gunung Semeru, yang sudah terlihat jelas dan ikut membayangkan ‘jika kita adalah para pendaki puncak Mahameru’ pastilah kita akan berhenti sejenak dan merasakan juga indahnya sang surya yang telah bangun dari tidur lelapnya’. Lautan kabut mulai melayang tipis di bawah Pananjakan 1. Menutupi kaldera Bromo, menyelimuti tubuh Gunung Argopuro. Kalau saja saya punya ilmu meringankan tubuh, saya akan terbang dan berenang di atasnya. Jika Anda tak sempat menikmati fajar di anjungan pandang Gunung Bromo, Anda masih bisa menikmati lukisan Tuhan yang indah itu di tempat lain. Tak harus ke Pananjakan jika ingin melihat matahari terbit dan menyambut pagi. Ada sisi lain dari Bromo di tempat ini, yaitu Cemoro Lawang. Letaknya tak jauh dari kantor Taman Nasional, terdapat pagar beton yang membatasi wisatawan dengan alam. Disini kita dapat melihat sisi lain keindahan alam Gunung Bromo, mata Anda dapat terpaku pada komposisi yang cukup unik di langit Bromo, diatas Cemoro Lawang langit memancar bagaikan aurora, sedangkan dibawah lautan pasir sedang “berselimut” dengan kabut tebal dan Anda serasa sedang melayang diatas awan. Suasana seperti inilah yang membuat para wisatawan lokal maupun mancanegara terpikat. Dari segala kekurangan yang ada, baik fasilitas yang disediakan pemerintah ataupaun dari warga setempat, Gunung Bromo tak pernh kehabisan cerita. Lautan pasir “berbisik”, fajar keemasan, kabut yang melayang rendah, asap yang mengepul dan langit pagi yang membiru. Bagi wisatawan yang hendak berkunjung kesana, diharapkan untuk senantiasa menjaga fasilitas dan menjaga kebersihan bersama Taman Nasional Gunung Bromo Semeru, jangan kotori keindahan alam yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita dengan membuang sampah sembarangan dan selalu bawa pulang sampah Anda. Begitulah Bromo, lebih indah dari foto para fotographer, lebih indah dari foto di kalender, lebih dari sekedar kata. Dan dunia mengakuinya sebagai salah satu tempat wisata alam paling indah di Tanah Pertiwi Indonesia. Nn