Sidang Montara: Tergugat PTTEP Hadiri Proses Mediasi 16 Januari 2018

Sidang Montara: Tergugat PTTEP Hadiri Proses Mediasi 16 Januari 2018

Maritim—Jakarta, Gugatan pemerintah terhadap The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production (PTTEP) memasuki babak baru. Setelah sidang terakhir pada tanggal 23 November lalu, para pihak memasuki proses mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (20/12/2017).

Dalam mediasi yang dipimpin oleh hakim mediator Wiwik Suharsono itu, PTTEP menyatakan beritikad baik untuk mengikuti prosedur yang ada.

Pada kesempatan itu, pemerintah Indonesia diwakili oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kejaksaan Agung. Usai mediasi, Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jasmin Ragil Utomo mengatakan bahwa pemerintah Indonesia menunggu langkah konkrit PTTEP yang mencemari perairan di Nusa Tenggara Timur paska bocornya minyak mentah dari unit pengeboran di Montara tahun 2009 silam itu. “Yang kita harapkan tidak hanya itikad baik dalam bentuk kehadiran, namun yang jelas apa upaya konkritnya mereka (tergugat),”ujar pria berkacamata ini.

Hakim mediator memutuskan untuk menggelar mediasi ke-2 pada tanggal 16 Januari 2018. Hakim Wiwik meminta agar kuasa hukum tergugat sudah mempersiapkan konsep atau proposal berdasarkan materi gugatan pemerintah Indonesia. “Ini penting, agar pada saat mediasi nanti bisa lebih efektif waktunya,” tegasnya.

Lebih jauh, Deputi Bidang Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia di masa silam telah berupaya untuk menyelesaikan masalah ini melalui perundingan langsung dengan PTTEP atau pun dengan membentuk sebuah Neutral Committee yang beranggotakan Mantan Menlu RI Dr. Hassan Wirajuda, Mantan Menlu dan Deputi PM Thailand Dr. Surakiart Sathirathai dan Juha Christensen dari Finlandia. Bahkan pada Juli 2011 telah disusun draft Nota Kesepahaman/MOU tentang Penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran di Laut Timor. Rencananya, MOU tersebut akan ditandatangani pada 2 Agustus 2011.

Namun demikian, rencana tersebut batal. Indonesia terus berupaya untuk melanjutkan pembicaraan dengan PTTEP, namun dengan strategi mengulur waktu, berbagai upaya penyelesaian melalui perundingan terus menerus ditunda atau ditolak oleh PTTEP. Sikap tidak kooperatif PTTEP melalui taktik mengulur waktu menjadi faktor utama bagi Pemerintah untuk menempuh jalur hukum sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban hukum untuk menyelesaikan masalah ini.

Sesuai laporan keuangan 2017, PTTEP hingga 31 Desember 2016 memperoleh pendapatan sebesar USD4.3 milyar dengan aset senilai USD18.8 milyar. Nilai saham PTTEP adalah 99 baht atau sekitar 40 ribu rupiah. Sampai terdapat suatu bukti itikad baik yang nyata dan hasil penyelesaian kasus Montara maka PTTEP belum dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan baru eksplorasi migas atau lainnya di Indonesia. (**)