Tahun ini Indonesia Diperkirakan Akan Kembali Masuk Whitelist Tokyo MoU

 Tahun ini Indonesia Diperkirakan Akan Kembali Masuk Whitelist Tokyo MoU

Marves - Bogor, Indonesia akan kembali masuk whitelist atau daftar putih berdasarkan laporan evaluasi performa kapal berbendera tahun 2022 di Tokyo MoU. Diperkirakan kabar baik ini akan diumumkan pada akhir April atau Mei 2023. Tahun ini, Kemenko Marves bersama BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) dan INSA (Indonesian National Shipowners Association) tentunya menargetkan Indonesia harus mempertahankan status whitelist.
 
“Resminya pengumuman tersebut keluar akhir April atau Mei. Kalau sudah keluar berarti Indonesia tiga tahun berturut-turut masuk whitelist di Tokyo MoU,” kata Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Laut Kemenko Marves, Okto Irianto saat membuka FGD Evaluasi Performa Kapal Berbendera Indonesia Tahun 2022 di Tokyo MoU dan Rencana Kerja Tahun 2023 di Bogor pada Kamis (2/2/2023).
 
Selain menargetkan Indonesia tetap masuk whitelist di Tokyo MoU, Kemenko Marves bersama tim kelompok kerja juga akan menyusun strategi agar posisi whitelist ini dapat memberikan kontribusi ekonomis pada Indonesia secara keseluruhan. Strategi ini juga akan dikolaborasikan dengan target road to IACS (International Association of Classification Societies) oleh BKI.
 
Selanjutnya, Penasihat Khusus Menteri Koordinator Bidang Pertahanan dan Keamanan Maritim, Laksmana TNI (Purn) Dr. Marsetio, M.M menyampaikan agar di tahun ini, Kemenko Marves bersama tim kelompok kerja dapat menyusun roadmap, “Kita bisa buatkan roadmap mempertahankan syarat untuk tetap whitelist, pertama kita panggil semua pihak. Kita perlu lakukan beberapa pertemuan untuk susun programnya,” jelas Dr. Marsetio.
 
Di samping itu, Kemenko Marves bersama tim kelompok kerja telah melakukan upaya-upaya dalam rangka mempertahankan status whitelist pada Tokyo MoU. Seperti data yang diperoleh dari BKI, bahwa flag performance Indonesia pada Tokyo MoU dari 2021 hingga 31 Januari 2023, terdapat 412 kapal dengan jumlah detensi sebanyak 16 kali.
 
Status whitelist tentunya akan memberikan dampak positif bagi biaya logistik Indonesia. Khususnya pada kegiatan ekspor-impor, Indonesia dapat lebih mampu untuk bersaing dengan kapal asing. Semakin jumlah detensi yang diperoleh, maka biaya logistik yang dikeluarkan oleh Indonesia akan semakin rendah. Seperti yang disampaikan oleh INSA, bahwa jumlah detensi yang rendah dapat menghemat 252 juta rupiah per hari detensi (Asumsi charter rates US$/day untuk kapal jenis Container/MPP/Short Sea Markets US$ 17.000/day).
 
“Kita punya target sekitar maksimal 10 detensi untuk tahun ini, di tahun ini sudah ada satu. Kita sangat mengharapkan yang punya kapal dan operator untuk betul-betul tidak ada kejadian seperti ini dan kesalahan-kesalahan seperti ini,” tutur SAM Okto saat menutup FGD pada hari ini.
 
Untuk mempertahankan status whitelist Indonesia pada Tokyou MoU, Kepala Divisi Statutoria BKI, Totok Achmad menyampaikan agar dapat melakukan langkah-langkah preventif. Misalnya, melakukan pemeliharaan kondisi kapal secara berkala dan inspeksi internal sebelum masuk negara pelabuhan tujuan dan memahami regulasi secara berkala untuk pihak darat dan awak kapal.
 
“Kita juga harus memperhatikan isu pemeriksaan area pelabuhan tujuan dan meningkatkan koordinasi dengan pihak kapal dan darat, khususnya terkait pemeliharaan dan komitmen pelaksanaan perawatan kapal,” tutur Kadiv Totok.
 
Pada dasarnya, setiap kapal berbendera Indonesia yang akan berlayar ke luar negeri akan melalui proses pemeriksaan. Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan No. UM.003/11/8/DJPL.18, bahwa kapal berbendera Indonesia wajib memastikan kondisi kapal telah memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal sesuai dengan konvensi internasional. Selain itu, kapal berbendera Indonesia harus memastikan implementasi manajemen keselamatan pengoperasian kapal dan pencegahan pencemaran berjalan sesuai dengan ketentuan dan peralatan pemadam kebakaran serta peralatan keselamatan berfungsi dengan baik.
 
Sebagai informasi, Tokyo MoU merupakan salah satu organisasi yang mengontrol setiap negara terkait Port State Control (PSC) yang paling aktif di dunia. Organisasi ini terdiri dari 21 anggota negara di kawasan Asia-Pasifik. Tujuan Tokyo MoU ini untuk membentuk rezim kontrol negara pelabuhan yang efektif di kawasan Asia-Pasifik melalui kerja sama para anggotanya dan harmonisasi kegiatan di masing-masing negara, meningkatkan keselamatan maritim, dan melindungi lingkungan hidup serta menjaga kondisi kerja di atas kapal.
 
No.SP-16/HUM/ROKOM/SET.MARVES/I/2023
 
BIRO KOMUNIKASI
KEMENKO BIDANG KEMARITIMAN DAN INVESTASI