Urgensi Land Subsidence, Kemenko Marves Sinkronisasi Pokja di Pantura

Urgensi Land Subsidence, Kemenko Marves Sinkronisasi Pokja di Pantura

Marves - Fenomena amblesan tanah (land subsidence) terjadi di sebagian dataran rendah pesisir di Indonesia, termasuk daerah Pantura Jawa yang mengalami penurunan muka tanah hingga 20 cm per tahun di beberapa titik. Kemenko Marves, melalui Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan sebagai penanggung jawab kelompok kerja land subsidence, telah melakukan berbagai upaya dalam koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian. Pada tanggal 25 hingga 26 Mei 2023, Kemenko Marves mengadakan rapat koordinasi kelompok kerja mitigasi dan adaptasi amblesan tanah di dataran rendah pesisir serta pengelolaan air tanah, dan melaksanakan kunjungan kerja ke beberapa area yang terdampak land subsidence.

"Melalui sinkronisasi dan penguatan program Pokja Land Subsidence ini, kami berharap dapat merumuskan penyebab utama dari land subsidence. Setelah itu, kami akan menyampaikannya kepada Menteri (Menko Marves)," tutur Asisten Deputi Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kus Prisetiahadi.

Menurutnya, diperlukan sebuah tim kecil untuk merumuskan hasil dari Pokja Land Subsidence. Asdep Kus menambahkan bahwa sampai saat ini, tim pakar belum pernah bertemu dalam satu meja sehingga belum ada kesepakatan mengenai faktor penyebab utama terjadinya Land Subsidence tersebut.

"Kami akan turun ke lapangan untuk menganalisis land subsidence di Pantura. Semoga dari situ kita dapat menyimpulkan penyebab utama terjadinya amblesan tanah, terutama di Pantura," tutur Asdep Kus.

"Pantura tetap menjadi daya tarik yang penting, bahkan 20% dari PDB nasional berada di sepanjang Pantura. Jika kita melihat penduduk Indonesia yang berjumlah 272 juta, penduduk di Pantura saja sudah mencapai 43 juta, jumlah yang cukup padat untuk Pantura," ungkap Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah menanggapi amblesan tanah di Pantura Jawa Tengah.

Dirinya menengarai bahwa pengambilan dan pengeboran air tanah menjadi salah satu faktor yang mempercepat penurunan muka tanah, mengingat wilayah di pantura Jawa yang padat.

"Kembali lagi, substitusi air tanah menjadi hal penting untuk menggantikan air tanah dengan air permukaan," ucapnya.

Dalam rapat koordinasi yang dilaksanakan pada Kamis, 25 Mei 2023, Pakar Lingkungan dan Sumber Daya Air, Prof. Emil Salim, berkesempatan untuk menyampaikan dua hal utama, yaitu dampak pengendalian naiknya permukaan laut dan penurunan lahan di bawah tanah. Menurutnya, dua fenomena ini disebabkan oleh perubahan iklim yang terjadi sebagai reaksi dari pola pembangunan di Indonesia.

"Untuk memberikan gambaran skenario perubahan iklim, maka perlu diperhatikan dua hal, yaitu kenaikan muka laut dan penurunan lahan. Kombinasi dari kedua fenomena ini dapat menyebabkan tenggelamnya pulau. Semua ini menjadi pertanda bahwa kenaikan muka laut dan penurunan lahan bukan hanya teori, tetapi sudah menjadi masalah serius di Indonesia. Oleh karena itu, hal ini tidak perlu disembunyikan, tetapi harus dihadapi secara terbuka untuk dicari solusi bersama," tutur Prof. Emil Salim.

Ia juga menyampaikan bahwa dalam menghadapi fenomena ini, kondisi lahan harus segera dikendalikan. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan membangun infrastruktur yang ramah lingkungan dan mengatasi masalah secara terpadu oleh aparat pemerintah antar instansi.

Selanjutnya, Kepala Biro Hukum Kemenko Marves, Budi Purwanto, yang membuka rapat koordinasi tersebut juga menyampaikan beberapa hal. Menurutnya, dalam mengatasi fenomena ini, diperlukan komitmen yang kuat untuk menyelesaikan masalah pengelolaan sumber daya air. Oleh karena itu, Kemenko Marves berinisiatif untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam mitigasi terhadap penurunan muka tanah.

"Biro Hukum akan membantu dalam penataan regulasi terkait dengan keberlanjutan perangkat antisipasi perubahan iklim yang sedang terjadi saat ini," katanya.

Selain itu, melalui diskusi panel oleh Dr. Muhammad Helmi, selaku Kepala Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir UNDIP, Heri Andreas, selaku Kepala Laboratorium Geodesi ITB, dan Yus Budiono, selaku peneliti dari PR Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, dijelaskan bahwa Pemerintah Provinsi telah menyusun master plan melalui pendekatan struktural dan partisipasi masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Dr. Mohammad Helmi, pemerintah dapat mengadaptasi penanggulangan penurunan muka tanah dengan membangun rencana keselamatan banjir terpadu dan pemasangan papan penunjuk. "Hal penting yang perlu dicatat adalah bahwa kita memiliki rencana mitigasi dan adaptasi land subsidence," tuturnya.

Heri Andreas juga menjelaskan bahwa Indonesia dapat mengambil contoh dari Amerika, Belanda, Jepang, dan Cina dengan mengambil tiga langkah strategis konkret dalam menghadapi bencana. "Kita perlu memiliki dasar penanganan, menunjuk pihak yang bertanggung jawab atas penanganan bencana, dan melaksanakan langkah-langkah teknis," jelasnya.

Dia juga menambahkan bahwa Kemenko Marves telah mengambil inisiatif untuk menyusun rencana aksi sebagai panduan dalam penanganan land subsidence yang lebih baik. "Rencana aksi ini dirancang untuk 10 tahun. Berdasarkan gambaran umum, Kemenko Marves melihat dan menginisiasi pembuatan rencana aksi yang didukung oleh ITB dan UNESCO. Fokus utama rencana aksi ini adalah mendorong pembuatan regulasi yang jelas dan mendorong keberadaan lembaga yang kuat agar pelaksanaan dapat dilakukan dengan lebih pasti," tambah Heri.

"Ini merupakan tantangan bersama kita. Bisakah kita merumuskan satu rencana aksi untuk menyelesaikan land subsidence? Dari rekomendasi rapat ini, akan ada tim kecil yang bertugas untuk menyelesaikannya. Saya mengundang para ahli di bidang ini untuk memberikan rekomendasi solusinya," pungkas Asdep Kus.

Dia menekankan bahwa usulan dari tim kecil Pokja akan mendorong penerbitan regulasi berupa Inpres untuk mitigasi dan adaptasi, sehingga dapat menghasilkan rencana aksi yang konkret.

Para anggota Pokja Land Subsidence dijadwalkan akan melakukan peninjauan lapangan di beberapa lokasi yang mengalami penurunan muka tanah di pantai utara Jawa Tengah pada Jumat, 26 Mei 2023. Beberapa lokasi yang akan dikunjungi adalah Kecamatan Sayung di Kabupaten Demak, Terminal Terboyo Semarang, dan Kelurahan Kaligawe Kota Semarang.

Biro Komunikasi
Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi

No.SP-102/HUM/ROKOM/SET.MARVES/V/2023