Ada Spirit Genderitas di Orkestra G20 di Kawasan Borobudur

Ada Spirit Genderitas di Orkestra G20 di Kawasan Borobudur

Marves - Yogyakarta, Pepita Salim, Penyanyi Soprano di Orkestra G20 tampak berbinar senang, Rabu, awal September lalu. Senyum Pepita semringah bahagia, pada lima hari sebelum pertunjukan Orkestra G20 di Kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Pepita menuturkan sukacitanya bergabung dan dipercaya menjadi bagian dalam Orkestra G20.

“Puji Tuhan, ini sebuah anugerah dan kebahagiaan aku bisa jadi bagian dalam pertunjukan orkestra yang berisikan musisi dunia dari berbagai negara G20. Aku sudah beberapa terlibat dalam orkestra, tetapi kesempatan ini berbeda, karena eventnya dunia di KTT G20,” kata wanita berusia 26 tahun menceritakan kebahagiaannya saat ditemui pada Rabu (7/9) lalu di Aula Simfonia, Kemayoran, Jakarta.

Lain lagi dengan Eunice Tong, Dirigen atau Conductor muda Indonesia yang memimpin Orkestra G20 yang ditunjuk oleh Ananda Sukarlan yang bertindak sebagai Direktur Artistik dan Pendiri dari G20 Orchestra.

Eunice Tong menjadi Dirigen perempuan dalam Orkestra G20 yang merupakan pertunjukan perdana (World Premiere) G20. Orkestra ini diadakan di pataran kawasan Candi Borobudur, di malam puncak pertemuan para Menteri Kebudayaan G20 pada 12 September 2022.

Eunice Tong merupakan lulusan Westminster Choir College di New Jersey, Amerika Serikat. Dia ikut memapankan Jakarta Simfonia Orchestra (JSO) dan Jakarta Oratorio Society (JOS) yang secara reguler tampil di Aula Simfonia Jakarta, Kemayoran sebagai salah seorang Dirigen.

Sejak awal tahun 2017, Eunice tercatat sebagai Dirigen, Pianis dan penyanyi Soprano ini telah menjadi Project Manager untuk Grand Concert Tour, membawa JSO dan JOS di bawah komando ayahnya, Stephen Tong ke 22 kota di Indonesia, Singapura, Taiwan, Hong Kong, Selandia Baru, dan Australia.

“Saya bangga terlibat dalam Orkestra G20 dan akan menyajikan yang terbaik bagi Indonesia,” kata Eunice, perempuan yang merupakan Manajer Festival #Beethoven250Jakarta, yaitu sebuah perayaan sepanjang tahun yang berfokus pada karya-karya terbaik Beethoven untuk merayakan hari jadinya yang ke-250.

Spirit Genderitas Seiring dengan Semangat yang Digaungkan Presidensi G20

Sementara Junita Kartikasari, Produser Eksekutif Orkestra G20 ini menjelaskan dalam pertunjukan orkestra kali ini memang menyematkan spirit atau semangat genderitas. Mengapa demikian? “Karena Genderitas seiring dengan spitit atau semangat yang digaungkan di G20 yaitu Pemberdayaan Perempuan. Dan misi utama Presidensi G20 ini adalah melalui Indonesia dunia pulih bersama, maka terselip spirit atau semangat genderitas pada orkestra ini,” kata wanita yang biasa disapa Nita ini.

Nita juga menerangkan bahwa selama ini dalam orkestra selalu yang muncul dan utama adalah musisi laki-laki, kehadiran para pemain orkestra atau musisi perempuan terkadang hanya sebagai selipan saja.

Kata Nita di Orkestra G20 ini misi gender dimaksudkan sebagai equality. Musik adalah bahasa universal membuka semua mata bahwa gender equality bukan berarti perempuan melakukan apa-apa dengan perempuan, tetapi justru perempuan  bersanding dengan laki-laki dan bersama-sama membuat karya yang indah,”kata Nita.

Spirit atau semangat genderitas ini kata Nita unuk memberikan perspektif kepada musisi perempuan bahwa mereka bisa berkarier dan memiliki bargaining position atau tawar menawar yang lebih tinggi untuk keberlanjutan kariernya tidak kalah dengan laki-laki.

“Selama ini kalu musisi perempuan paling mentok ya Cuma jadi guru musik saja. Justru dengan spirit gender mengajarkan musisi perempuan myang muda kalau bisa punya bargaining position yang lebih tinggi untuk keberlanjutan masa depan mereka.

Nita juga menjelaskan bahwa, “Biasanya di dunia orkestra, mayoritas adalah laki-laki. Tetapi di orkestra G20 kali ini kami buat gederitas balance atau keseimbangan musisi laki-laki dan perempuan. Dalam orkestra ini komposisinya yaitu 48 persen laki-laki dan 52 persen perempuan. Yang menarik, bahkan Dirigen atau Conductor yang memimpin orkestra ini adalah perempuan,” ungkap Nita panjang lebar.

Melalui spirit atau semangat genderitas ini kata Nita, sesuai dengan harapan dan ide awal dari Mas Menteri Pendidikan dan Kebudayan Ristek, Nadiem Anwar  Makarim bahwa orkestra ini sebagai legacy atau warisan G20 yang akan menjadi pioner dan akan diteruskan oleh Presidensi G20 di negara berikutnya.

Bahkan dalam sambutannya, sebelum pertunjukan Orkestra G20 dimulai, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim mengatakan, penampilan  Orkestra G20 menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi dalam budaya adalah sesuatu yang sangat dapat dicapai oleh negara-negara anggota G20.

“Orkestra G20 terdiri atas 70 orang musisi dari negara G20, berhasil mengilustrasikan harmonisasi dalam kerja sama antarnegara dan menghasilkan sebuah simfoni yang merdu dan mengartikan kolaborasi budaya sebagai  sesuatu hal yang tidak mustahil dilakukan,” kata Nadiem.

Dan demi menyajikan sebuah simfoni yang merdu dan sebagai kolaborasi budaya, Nita mengtakaan bahwa  pada pertunjukan orkestra G20 ini menyematkan spirit atau semangat genderitas yang begitu terasa kental dalam pertunjukan orkestra ini.

Kemudian Nita kembali menegaskan tampak secara mayoritas musisinya sebanyak 52 persen adalah perempuan. Dia menyebutkan selain Dirigen atau Conductor dan Penyanyi Soprano Perempuan, ada juga dua pemain perkusi perempuan asal Amerika Selatan yang merupakan lulusan Universitas Campinas. Kemudian ada musisi Nikita Loginov, seorang pemain terompet perempuan dari National Youth Symphony Orchestra.

Selanjutnya, Nita juga menjelaskan tentang musisi yang tampil di orkestra ini adalah komposisi musisi Indonesia berjumlah 30 orang dan musisi dari dunia atau negara G20 sebanyak 40 orang.

Mengenai dua negara KTT G20 yang tidak mengirimkan musisinya yaitu negara Turki dan China dengan alasan negara Turki mengalami masalah di internalnya yang teracam bangkrut, sementara negara China karena masih mengalami pandemi, Covid-19.

“Pokoknya, ini akan menjadi legacy yang akan dikenang dunia bahwa Indonesia sebagai pelopor. Melalui Harmoni Indervisity yang digelar di Candi Borobudur yang merupakan salah satu situs dunia yang ditetapkan UNESCO. Dan melalui sejarah kejayaan di masa lalu bisa membuat bangkit untuk masa yang akan datang. Dengan menanfaatkan aset budaya seperti Candi Borobudur sebagai media diplomasi,” ungkap Nita panjang lebar.

Musik Bahasa Universal  Mampu Mempersatukan dan Sebuah Harmonisasi Indah

Dan Nita juga menyakini musik adalah bahasa universal yang mampu mempersatukan manusia dari berbagai latar belakang suku, ras dan status sosial. Dan dari pandangannya sendiri Nita memperhatikan bagaimana selama lima hari para musisi dari Indonesia dan negara-negara G20 berkumpul untuk latihan di Jakarta sebelum pertunjukan, “Mereka (musis Indonesia dan negara-negara G20) sudah seperti keluarga, merasa senang, persahabatan dan persaudaraannya luar biasa dan mampu bersatu menjadi sebuah harmonisasi yang indah,” kata Nita sambil menjelaskan para musisi orkestra ini akan mengenakan busana kental dengan Indonesia yaitu kain tenun NTT sebagai bawahan. Untuk yang perempuan atasannya mengenakan kebaya hitam dan untuk laki-laki berbalut jas dan celana panjang berbalut kain tenun NTT.

Memang tahun ini, Indonesia yang resmi mendapat mandat Presidensi G20 2022 yang berkomitmen mendorong pemberdayaan dan kemajuan perempuan di sektor swasta. Dan melalui adanya G20 Empower, Indonesia akan meningkatakan keterwakilan perempuan di level pengambil keputusan terutama di dunia bisnis.

Maka, sangat wajar bila dalam pertunjukan orkestra G20 kali ini memang harus diselaraskan dengan spirit atau semangat genderitas yang menjadi mandat Presiden G20 untuk Indonesia.

Dan dalam pertunjukan orkestra G20 yang berlangsung pada Senin malam (12/9) di plataran kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah,  mendapat sambutan hangat dan standing applause dari para delegasi G20 Culture Minister Meeting serta para tamu atau undangan yang hadir.  Malam itu, tak henti-hentinya gemuruh tepuk tangan, pujian, decak kagum dan perasaan bangga dengan Orkestra G20 ini.

Menariknya, di ujung acara atau akhir pertunjukan orkestra, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim menyerahkan baton Conductor kepada Menristek Kebudayaan India, Shri Arjun Ram Meghwal, sebagai simbolis serah terima untuk meneruskan Orkestra G20 pada kepemimpinan India dalam Presidensi G20 tahun 2023.

Dan terbukti sudah, Indonesia adalah pelopor menyelenggarakan pertunjukan Orkestra G20 di plataran atau kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah  yang merupakan salah satu situs budaya dunia UNESCO, dan selanjutnya akan diteruskan oleh negara penyelenggara Presidensi G20 berikutnya. Indonesia keren!!!