Banyak Peraturan Produk Pangan Yang Tumpang Tindih, Kemenko Marves Siapkan Referensi Macro International System

Marves - Jakarta, Sesuai arahan Presiden RI Jokowi pada pidato pelantikan Presiden RI beberapa waktu yang lalu, ada beberapa hal yang harus difokuskan, yang pertama adalah pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan infrasruktur, penyederhanaan regulasi dan birokrasi serta transformasi ekonomi.
Dalam kaitan itu, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi melalui Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim melaksanakan Rapat Koordinasi secara virtual terkait Pembahasan Referensi Macro International System Registrasi Produk Pangan Kelautan dan Perikanan Sebagai masukan untuk badan Pengawas Indonesia, Kamis (14/05/2020).
Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim, Amalyos mengatakan hal ini dikarenakan masih begitu banyak Peraturan yang tumpang tindih mengenai Registrasi Produk Pangan Indonesia. Pihaknya berharap melalui Rakor ini didapatkan referensi dari para narasumber dan pendapat dari peseta Rakor sehingga bisa memenuhi apa yang diinginkan oleh negara Indonesia.
“Dalam regulasi pangan memang banyak yang terlibat. Masing-masing Kementerian/Lembaga kadang memliki aturan dan penerapannya yang berbeda. Nah ini yang harus kita benahi dan simplifikasikan. Kita butuh referensi dari narasumber terkait hal ini”, kata Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim, Amalyos dalam Rakor Virtual tersebut.
Adapun referensi yang disiapkan dalam paparan Tenaga Ahli pada Deputi Sumber Daya Maritim, M. Novi Saputra, yaitu terkait perbandingan aturan pangan antar Indonesia, Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat.
Dari sisi regulasi misalnya, menurut Novi, Amerika, Jepang dan Singapura memiliki tatanan regulasi yang simple dan lebih komprehensif sedangkan Indonesia memiliki banyak otoritas yang terlibat, terkadang memiliki aturan masing-masing.
“Contohnya BPOM dan Kementerian Perindustrian sama-sama memiliki aturan mengenai penarikan produk pangan, begitu pula dengan aturan mengenai bahan tambah pangan”, jelasnya.
Tidak hanya itu, Novi menambahkan, Amerika, Jepang, dan Singapura lebih fokus pada membangun sebuah sistem regulasi pangan yang bertitik fokus pada industri, fasilitas produksi, atau proses produksi. Tetapi Indonesia lebih berfokus pada setiap item produk yang dihasilkan oleh industri melalui izin edar dan pengawasan produk yang telah beredar.
“Referensi ini kita bisa jadikan bahan diskusi nanti. Kita pilih Negara Amerika karena sesuai dengan capacity volume dan mewakili semua produk-produk internasional. Jepang kita tahu negara yang memiliki orientasi pada kualitas dan mengedepankan kesehatan. Sedangkan Singapura produk-produk di sana relatif sama dengan produk di Indonesia. Maka dari pendekatan inilah kemudian dijadikan referensi, bagaimana kita bisa melihat aplikasi peraturan perundang-undangan. Dari Negara tersebut mana yang lebih cocok dengan Indonesia”, jelas Novi.
Menanggapi apa yang dipaparkan oleh Tenaga Ahli pada Deputi Sumber Daya Maritim, M. Novi Saputra tersebut, Asdep Amalyos berharap pandangan tersebut memberikan alternatif dan sisi pandang yg lain dalam tata kelola perizinan, khususnya bagi produk pangan kelautan dan perikanan, dan kedepannya kita akan coba tindaklanjuti.
“Saya pikir kita sudah dapat pencerahan dan referensi yang bagus atas sistem registrasi ataupun izin edar yang berlaku secara makro dan internasional. Selanjutnya kita perlu duduk bersama dengan para pihak terkait untuk tindaklanjunya”, ungkap Asdep Amalyos.Bagian Hubungan Masyarakat Biro Komunikasi Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi