Belajar dari Taiwan
Maritim - Taiwan memperoleh pendapatan yang besar sekali dari industri petrokimia. Padahal, negara itu bukan negara kaya gas bumi, sebab sebagian besar kebutuhan gasnya berasal dari impor.
"Kalau ada petrokimia itu besar sekali (pendapatan yang bisa diperoleh). Taiwan jadi maju, jadi makmur, itu sepertiga GDP-nya (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto) dari petrokimia," kata Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, usai rapat di kantornya, Jakarta, Rabu (11/5).
Indonesia pun bisa melakukan itu. Sebab, Indonesia kaya akan gas bumi. Dan selama ini Indonesia tak bisa mengelola kekayaan tersebut dengan baik.
Gas hanya disedot saja dari tanah lalu diekspor mentah-mentah, tak ada nilai tambah. Padahal, gas bisa dijadikan berbagai macam barang yang nilainya tinggi.
Masih kata Rizal, Gas bumi sebenarnya bisa diolah menjadi berbagai macam barang, mulai dari baju, jaket, sepatu, hingga bahan baku mobil. Tapi sayangnya, industri petrokimia untuk pengolahan gas di Indonesia tak berkembang. Indonesia lebih banyak mengekspor gas bumi ketimbang mengolahnya di dalam negeri.
"Produk petrokimia itu bisa baju, jaket, sepatu, mobil, itu 40% bahannya dari produk petrokimia. Kemudian pupuk juga. Packaging, plastik, fiber, itu juga. Rumah juga 20% produknya dari gas. Jangan tahunya gas disedot lalu diekspor," ujar dia lagi.
Indonesia harusnya bisa memanfaatkan kekayaan gasnya dengan lebih baik. Pola pengelolaan sumber daya alam Indonesia, termasuk gas, harus diubah total. Dari yang tadinya hanya menyedot kekayaan alam dan menjualnya ke luar negeri tanpa diolah, Indonesia harus menjadi negara yang mengembangkan industri pengolahan berbasis sumber daya alam.
Dengan begitu, kekayaan alam Indonesia menjadi lebih bermanfaat karena pendapatan yang diperoleh menjadi lebih besar, juga tercipta banyak lapangan kerja untuk rakyat.
(Glh/Arp)