Deklarasi Djuanda, UNCLOS dan Perlindungan Kedaulatan RI

Maritim--Jakarta, Kemenko Bidang Kemaritiman bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Universitas Pancasila menggelar seminar nasional bertajuk "The Implementation of UNCLOS: Asean Perspective" di Jakarta, Kamis (13-12-2018). Seminar ini bertujuan untuk mendiseminasikan implementasi UNCLOS di kawasan Asean dan menampung masukan dari masyarakat tentang isu-isu terkait instrumen hukum internasional tersebut.
Menlu Retno Marsudi memberikan pidato kunci mengenai peran negara dalam melindungi kedaulatan wilayah RI dan warga negaranya. Kepada hadirin yang terdiri dari diplomat negara-negara anggota Asean, pejabat Bakamla, Mabes TNI AL, akademisi dan mahasiswa Menlu membeberkan berbagai langkah pemerintah untuk memberikan perlindungan yang maksimal kepada warganegara Indonesia khususnya yang berada di luar negeri.
"Kedamaian yang kita rasakan saat ini tidak kita dapatkan dengan mudah, namun melalui perjuangan dan diplomasi yang cukup berat. Oleh karena itu, kita perlu terus menjaga persatuan diantara kita, jangan mudah dipecah belah," ingatnya khusus kepada mahasiswa yang hadir.
Lebih jauh, seminar nasional ini dilaksanakan oleh tiga institusi diatas dalam rangka memeringati Hari Nusantara yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 126/2001. Penetapan Kepres sendiri ini dimaksudkan untuk menghidupkan kembali semangat Deklarasi Djuanda yang dikumandangkan pada tahun 1957.
Yang istimewa dari deklarasi itu adalah tekad bangsa Indonesia untuk mengubah laut lepas yang memisahkan pulau-pulau menjadi perairan yang berada di dalam kedaulatan Indonesia. Perlu diketahui bahwa Indonesia saat itu masih mewarisi aturan dari Pemerintah Hindia Belanda dalam TZMKO nya yang menyebutkan bahwa territorial waters Indonesia adalah 3 mil laut dari pantai. Artinya, perairan di luar 3 mil laut dari pantai saat itu masih merupakan perairan bebas.
Dengan Deklarasi Djuanda, konsep Negara Kepulauan diperkenalkan. Sebuah prestasi diplomasi yang gemilang ketika akhirnya konsep Indonesia ini diakui dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang digunakan dalam berbagai perundingan termasuk perundingan perbatasan maritim Indonesia dengan negara lain.
Masih dalam kesempatan yang sama Asisten Deputi (Asdep) Delimitasi Zona Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Ayodhia Kalake mewakili Sesmenko Bidang Kemaritiman dalam sesi kesimpulan dan penutupan. Dia menyatakan bahwa UNCLOS adalah salah dasar hukum prominen untuk menyusun regulasi di bidang kemaritiman. "UNCLOS juga merupakan instrumen hukum untuk menyelesaikan konflik-konflik kelautan di kawasan," ujarnya.
Demi perdamaian kawasan, Asdep Ayodhia berharap negara-negara di kawasan Asean dan sekitarnya untuk berkomitmen penuh menghormati aturan hukum internasional tersebut.
Hadir pula sebagai pembicara dalam seminar tersebut Utusan Khusus Presiden RI untuk Penetapan Batas Maritim RI-Malaysia Dubes Eddy Pratomo, Direktur Jenderal Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri Damos Dumoli, Dubes Vietnam Pham Vinh Quang dan Kadiskumal Laksamana Pertama Kresno Buntoro.