Di Side Event G20, Menkop UKM Indonesia Tegaskan Ekonomi Hijau Berpeluang untuk Bisnis Besar dan Lapangan Pekerjaan
Marves - Side event Presidensi G20 yang berlangsung dalam berbagai jadwal dan kegiatan mencakup banyak bidang. Secara umum, berbagai bidang yang menggelar side event Presidensi G20 memiliki poin-poin pembahasan penting. Salah satunya adalah bidang koperasi dan UMKM atau Usaha Mikro Kecil Menengah di Indonesia.
Dalam acara Side Event Presidensi G20 yang bertajuk Green Economy and Sustainable Business yang diselenggarakan Kementerian Koperasi dan UMK atau KemenKopUKM pada beberapa waktu lalu, Menteri Teten Masduki membahas tentang transisi usaha menuju ekonomi hijau yang dapat memberikan peluang bisnis yang besar.
“Ekonomi hijau sebagai peluang bisnis yang besar dan juga dapat membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya,” kata Teten sambil merujuk Studi dari World Economic Forum 2020, di mana estimasi transisi ke ekonomi hijau dapat menghasilkan peluang bisnis senilai USD 10 triliun dan membuka 395 juta lapangan pekerjaan pada tahun 2030 nanti.
Namun dijelaskan Teten banyak yang menyadari bisnis ekonomi hijau ini dipandang sulit, lantaran enggan mengadopsi dan terkendala masalah teknis yang rumit dan berbiaya produksi yang tinggi.
Padahal semua itu kata Teten sama sekali tidak benar. Dia mengutip sebuah penelitian yang menjelaskan tentang penggunaan sumber daya yang lebih baik dalam industri yang dapat membantu penghematan secara keseluruhan lebih dari USD 600 miliar per tahun di Eropa.
“Praktik ekonomi hijau harus diimplementasikan pada bisnis yang sudah ada maupun bisnis baru di berbagai sektor industri, mulai dari proses produksi, produk, hingga manajemen dalam bisnis itu sendiri. Artinya adalah akan membantu faktor keberlanjutan bisnis mereka,” kata Menteri Teten.
Menteri Teten pun menyadari banyak bisnis yang enggan mengadopsi ekonomi hijau. Hal ini, karena ekonomi hijau dipandang sebagai masalah teknis yang rumit dengan biaya produksi yang tinggi.
Menurut Menteri Teten, sebenarnya hal tersebut sama sekali tidak benar. Kemudian dia mengutip sebuah penelitian tentang penggunaan sumber daya yang lebih baik dalam industri yang dapat membantu penghematan secara keseluruhan lebih dari USD 600 miliar per tahun di Eropa.
“Praktik ekonomi hijau harus diimplementasikan pada bisnis yang sudah ada maupun bisnis baru di berbagai sektor industri. Ekonomi hijau harus dimulai dari proses produksi produk, hingga manajemen dalam bisnis itu sendiri. Artinya, juga akan membantu faktor keberlanjutan bisnis mereka,” ujar Menteri Teten.
Praktik Ekonomi Hijau dengan Nilai Tradisional dan Kearifan Lokal
Selanjutnya Menteri Teten juga menegaskan bahwa beradaptasi dengan ekonomi hijau mungkin tampak menantang dan hal ini sangat memungkinkan. Karena, menurutnya sudah banyak UMKM lokal yang secara perlahan mulai mempraktikan ekonomi hijau dengan nilai tradisional dan kearifan lokal.
Yang harus diperhatikan juga kata Menteri Teten mengingatkan bahwa berdaptasi dengan ekonomi hijau juga akan membuka pasar yang lebih luas bagi pelaku usaha.
Menteri Teten menegaskan tentang pentingnya UMKM dalam mendorong agenda ekonomi hijau bertujuan supaya lebih banyak investasi untuk bisnis yang mengadopsi praktik tersebut.
“Ekonomi hijau tidak hanya akan memberikan pemulihan ekonomi dan lapangan pekerjaan. Selain itu, ekonomi hijau akan membantu memajukan tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang telah menjadi fokus kita,”kata Menteri Teten.
Senada dengan Menteri Teten, Chair Business 20 (B20) Shinta W. Kamdani menjelaskan keterlibatan UKM dalam ekonomi hijau memegang peranan penting dan membutuhkan kolaborasi yang erat antar pemangku kepentingan.
“UKM harus terlibat dalam ekonomi hijau. Sejalan dengan apa yang bisa dilakukan. Kita harus memperhatikan kolaborasi dan rekomendasi kebijakan untuk UKM dalam penerapan ekonomi hijau, karena ini dapat memberikan profit yang tinggi bagi UKM,” kata Shinta.
Investasi Sektor Ekonomi Hijau Di Masa Mendatang
Sebelumnya dalam berbagai kesempatan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa Indonesia akan fokus pada investasi asing di sektor ekonomi hijau di masa mendatang.
Dan sektor ekonomi hijau ini kata Menko Luhut berkomitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Lebih lanjut Menko Luhut juga menegaskan untuk investasi sektor ekonomi hijau di Indonesia harus menerapkan kebijakan ramah lingkungan, mendidik tenaga kerja lokal transfer teknologi serta memberikan nilai tambah bagi Indonesia dalam mengelola sumber daya mineral.
Adapun pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan juga selalu mendorong implementasi tentang sektor ekonomi hijau.
Bahkan untuk mengakselerasinya, Indonesia juga sudah bergabung dengan clean energy demand initiative (CEDI) yang meruapakan sebuah inisiatif dari Pemerintah Amerika Serikat yang bersedia melakukan investasi di sektor energi bersih yang menjadi penting dari pelaksanaan ekonomi hijau.
Dan dalam Presiden G20, ekonomi hijau menjadi pembahasan penting yang disuarakan Presiden Jokowi ketika membuka agenda Presidensi G20 Indonesia terutama pada Business 20 (B20) Inception Meeting yang berlangsung secara virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor pada 27 Januari lalu.
“Kami mengharapakan kontribusi B20 unuk mempercepat transformasi energi yang mulus, tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat kecil,”kata Presiden Jokowi.
Solusi global dalam hal pendanaan dan kemitraan, kara Presiden menjadi agenda yang harus menjadi perhatian utama termasuk alih teknologi untuk mendorong produksi berbasis ekonomi hijau.
“Potensi di sektor energi terbarukan harus diikuti dengan skenario dan peta jalan yang l;ebih jelas, termasuk pendanaan dan investasi,” kata Presiden Jokowi.
Kepala Negara juga mengungkapkan Indonesia memiliki potensi energi terbarukan sebesar 418 gigawatt. Baik itu yang bersumber dari air, panas bumi, angin, maupun matahari. Dan Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral logam yang dibutuhkan untuk mendorong transisi menuju ekonomi hijau yang berkelanjutan.