Ekosistem Pesisir Kurangi Tingkat Pemanasan Global
Maritim-Jakarta, Pemerintah menggelar acara World Blue Carbon Conference 2017. “Jadi pertemuan ini paling tidak kita dapat mengetahui apa saja yang dibutuhkan, seperti berapa angka rill dari luasan mangrove kita, dan data riil lainnya. Seperti misalnya, angka luasan mangrove yang banyak dipakai saat ini adalah data tahun 2017, makanya kita inginkan data konkrit,” ujar Deputi bidang SDM, IPTEK dan Budaya Maritim Safri Burhanuddin saat diwawancarai di JCC Senayan,Kamis (8/7).
Safri menambahkan, tujuan dari digelarnya konferensi ini diantaranya adalah bagaimana caranya agar dapat mengidentifikasi kembali dukungan sebesar 29% bagi penurunan emisi gas rumah kaca hingga 2030. Yaitu dengan mangrove, koral dan padang lamun. Karena menurutnya, selama ini yang menjadi fokus perhatian adalah perkebunan dan hutan. Padahal, lanjut Safri, Indonesia adalah negara dengan luasan lahan mangrove terbesar dunia, dan dapat mempunyai peran yang luar biasa dalam menekan laju emisi global, penyebab utama efek gas rumah kaca.
“Kalau ini dapat diperhatikan, artinya Indonesia akan punya peran luar biasa dalam mengurangi tingkat pemanasan global. Kita ingin tampil, makanya kita inginkan data terbaru dari para pakar dengan bekalan data yang lebih konkrit,” tegasnya.
Terdapat tiga ekosistem yang berpotensi sebagai karbon biru, yaitu mangrove, padang lamun, dan kawasan payau. Karbon Biru merupakan upaya untuk mengurangi emisi karbondioksida di Bumi dengan cara menjaga keberadaan hutan bakau, padang lamun, rumput laut dan ekosistem pesisir. Vegetasi pesisir diyakini dapat menyimpan karbon 100 kali lebih banyak dan lebih permanen dibandingkan dengan hutan di daratan.
"Pemanfaatan ekosistem pesisir untuk karbon biru memerlukan pengelolaan ekosistem pesisir yang berkelanjutan dan koordinasi antar kementerian serta pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, masih diperlukan komunikasi yang kontruktif untuk bersama-sama menyusun Roadmap Blue Carbon Indonesia," terang Safri.Dalam Konferensi Perubahan Iklim PBB (CoP) ke-22, di Marrakesh, Maroko, blue carbon telah digaungkan sebagai salah satu kontribusi bagi target pengurangan emisi karbon di dunia. Secara global, sebanyak 151 negara memiliki karbon biru, tetapi hanya 50 yang mengagendakannya untuk pengurangan emisi (NDC). Indonesia sebagai negara yang memiliki ekosistem karbon biru terbesar di dunia sudah sepantasnya mengambil peran penting dalam percaturan karbon biru global.
Dari penelitian Blue Carbon yang dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) bersama stakeholders terkait sejak lima tahun terakhir, padang lamun memiliki potensi menyerap dan menyimpan karbon sekitar 4,88 ton/Ha/tahun. Total ekosistem padang lamun di Indonesia dapat menyimpan 16,11 juta ton karbon /tahun. Sementara itu, untuk ekosistem mangrove, rata-rata penyerapan dan penyimpanan karbon sebesar 38,80 ton/Ha/tahun. Jika di hitung secara total maka potensi penyerapan karbon ekosistem mangrove adalah 122,22 juta ton/tahun. Namun, Indonesia telah kehilangan lebih dari seperempat luas hutan bakau dalam tiga dekade terakhir dari 4,20 juta hektar pada tahun 1982 menjadi 3,48 juta hektar pada tahun 2017.***