Gunakan Sistem Tunnel, Produksi Garam di Kabupaten Pidie Aceh Lebih Maksimal

Maritim - Aceh, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman melalui Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Mineral, Energi, dan Nonkonvensional Amalyos melaksanakan Benchmarking ke Lahan Pergaraman di Kabupaten Pidie, Aceh, Rabu (03/07). Dalam kunjungannya ini, diketahui sebagian petani garam sudah mulai melakukan transformasi sistem pengolahan garam dari proses tradisional ke proses yang lebih inovasi (sistem tunnel).
“Di lokasi pengelolaan garam Kabupaten Pidie ini, rakyat sudah mulai menerapkan inovasi produksi garam dengan sistem tunnel, yang dikelola masyarakat baik perorangan maupun kelompok dalam bentuk koperasi,” kata Asdep Amalyos di lokasi.
Pada sistem tunnel tersebut, Asdep Amalyos memaparkan bahwa proses pembuatan garam dilakukan secara tertutup mulai dari proses air baku dari laut menjadi air tua dan berakhir di meja kristalisasi yang akan menghasilkan garam dengan kualitas yang lebih baik, putih dan bersih.
“Selain itu, sistem tunnel ini akan menghasilkan produksi garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem garam rebus. Bisa 10-12 kali lipat,” tegasnya.
“Di Pidie ini petambak garam mulai welcome dengan sistem ini, sehingga nantinya akan lebih cepat diadopsi oleh petambak garam di kabupaten lainnya. Selain itu, pasar/demand nya juga mendukung sehingga ke depan kita dapat dorong lagi pengembangannya di 6-8 kabupaten lainya yang potensial untuk dikembangkan sebagai sentra produksi garam, dan diharapan dengan inovasi sistem tunnel ini dapat berkontribusi positif bagi pembangunan dan pengembangan komoditas pergaraman nasional,” tambahnya.
Lahan Garam untuk Eduwisata
Selain itu, Asdep Amalyos juga melihat adanya potensi eduwisata di kawasan tambak garam Pidie ini. Pada lokasi pergaraman dengan sistem rebus dan sistem tunnel ini dapat dijadikan sebagai wahana edukasi bagi para pelajar, dimana para pelajar/siswa bisa mempelajari cara pembuatan garam baik secara konvensional maupun dengan cara yg lebih modern dan inovatif.
“Ini bisa dijadikan sebagai wahana eduwisata untuk anak sekolah dari SD sampai SMA, untuk menambah pengetahuan bagaimana proses pembuatan garam. Nantinya kita akan mencoba memfasilitasi pelaksanaannya, dengan membawa mereka semua ke sini, dan petambak garamnya selaku narasumber kita minta memberikan penjelasan kepada pelajar/siswa tersebut tentang proses pembuatan garam konsumsi/meja yang biasa tersedia di rumah mereka dan senantiasa mereka konsumsi,” tambah Amalyos.
Garam Spa
Bukan hanya itu saja, lanjut Amalyos, lokasi Pergaraman di Pidie ini bisa juga terus dikembangkan dengan inovasi lainnya dengan cara mencampur dengan ekstrak rempah-rempah sehingga menjadi garam spa yang akan memberikan nilai tambah sehingga penghasilan atau pendapatan petambak garam akan meningkat.
“Tempat ini tinggal diberikan sedikit sentuhan inovasi, dengan memberdayakan ibu-ibu atau istri serta keluarga petambak garam itu sendiri untuk mengolah garam krosok menjadi garam spa dengan cara menambahkan ekstrak daun sirih atau tanaman sereh wangi, menjadi produk aromatherapy atau garam spa, ada aroma harumnya dan hal tersebut membuat nilai tambah dari produk tersebut sehinga harganya menjadi lebih mahal. Pemasaran nantinya bisa pada hotel-hotel di sekitar sini ataupun di Banda Aceh. Kita akan coba upayakan ke arah sana dengan harapan nantinya taraf kehidupan petambak garam tersebut dapat terus meningkat,” ungkapnya.
Garam yang dihasilkan di Pidie ini diharapkan tidak hanya sebagai bumbu dapur saja, namun bisa juga dilakukan diversifikasi, dijadikan bahan terapi ataupun untuk relaksasi dalam bentuk garam spa, atau garam aromatherapy.
Biro Perencanaan dan Informasi [gallery link="file" size="full" ids="38506,38505,38504"] Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman