Indonesia Inisiasi Kerja Sama Antar Negara Kepulauan dan Negara Pulau

Indonesia Inisiasi Kerja Sama Antar Negara Kepulauan dan Negara Pulau

Maritim-Jakarta, Sebagai negara kepulauan, Indonesia telah mengalami dampak perubahan iklim. Dampak perubahan iklim yang dialami Indonesia, beberapa diantaranya adalah hancurnya 11 jembatan, lebih dari 300 rumah tenggelam dan dua desa di pesisir pantai Demak hilang karena naiknya permukaan laut. Kondisi serupa juga dialami oleh masyarakat yang tinggal di wilayah utara Jakarta. Dua juta penduduk terdampak oleh banjir rob yang terus menerus terjadi.

Efek ini dialami pula oleh negara-negara kepulauan dan negara pulau lainnya. Negara kepulauan dan negara pulau baik besar maupun kecil memiliki resiko yang sama terhadap dampak perubahan iklim. Umumnya negara-negara ini memiliki wilayah daratan yang sempit dengan sumberdaya alam yang sedikit sehingga mereka sangat tergantung pada komoditas yang homogen.

Dengan kenyataan ini, pemerintah Indonesia merasa perlu menjalin kerja sama antar negara kepulauan dan negara pulau. Melalui Kemenko Bidang Kemaritiman, pemerintah Indonesia berinisiatif untuk membentuk forum negara kepulauan dan negara pulau secara global. Inisiatif itu diimplementasikan dalam bentuk pertemuan tingkat pejabat tinggi di Jakarta (21/11). “Kita meluncurkan inisiatif dimana negara kepulauan dan negara pulau duduk bersama untuk mengatasi dampak perubahan iklim,” jelas Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman Arif Havas Oegroseno.

Havas menuturkan, tujuan pembentukan forum  adalah untuk berbagi pengalaman dan informasi demi mengatasi ancaman yang sama. "Selain menjadi wadah untuk saling bertukar pengalaman, forum ini juga dibentuk untuk membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak, mendorong kerjas ama bisnis, dan solusi pembiayaan bagi proyek-proyek penanganan efek perubahan iklim dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,” tambahnya.

Menyinggung tentang adanya forum serupa, Havas mengatakan levelnya masih di lingkup kawasan. “Di lingkup kawasan, sudah ada dua forum negara kepulauan yang bertujuan untuk mengatasi hambatan bersama. Forum itu antara lain The Pasific Small Island Developing State (PSIDS) dan The Carribean Community,” jelasnya. Namun demikian, menurutnya, pada tataran global, forum yang dapat menjadi rujukan kerja sama teknis maupun pembiayaan penanganan efek perubahan iklim belum ada. Hal ini ditandai juga dengan minimnya instrumen internasional yang mengatur mitigasi perubahan iklim seperti dokumen kesepakatan paris (Paris Agreement). Terkait hal itu, menurut Havas, pada saat konferensi para pihak COP ( Conference of the Parties ) 23, negara kepulauan dan negara pulau sepakat untuk memperjuangkan masalah kelautan dalam mitigasi perubahan iklim di dokumen Paris Agreement.

Sejalan dengan itu, pemerintah membentuk forum Negara kepulauan bekerjasama dengan United Nations Development Program (UNDP). “Kita berharap ada kerja sama konkret misalnya dalam bentuk pelatihan maupun trust fund untuk penanganan dampak perubahan iklim,” ujar Havas.

Pada pertemuan persiapan konferensi AIS ( Archipelagic and Island States) di Jakarta, 18 negara di kawasan Asia Pasifik hadir, antara lain Jepang, Singapura, Papua Nugini, Fiji, Kuba, Seychelles dan lain-lain. Sedangkan UNDP diwakili oleh Country Director Indonesia Christophe Bahuet.

Setelah pembukaan kegiatan, delegasi mengunjungi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidros AL), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Di lembaga-lembaga tersebut, para delegasi mengunjungi pusat deteksi dini tsunami, pemodelan iklim, cuaca, pemetaan navigasi laut dan hasil-hasil penelitian di bidang oseanografi.

Rencananya, Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi tingkat menteri Archipelagic and Island States Forum /AIS pada tanggal 4-8 Oktober 2018.***