Kemenko Maritim : Indonesia Bisa Jadi Pusat Studi Bencana Internasional
Maritim - Jakarta, Dalam pertemuan United Nations Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) yang dihelat di Cancun, Mexico 22 - 26 Mei 2017 lalu, Delegasi Indonesia diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei juga menyertakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Kementerian/Lembaga lain terkait telah mendapatkan sambutan hangat dari berbagai negara yang turut hadir dalam pertemuan dua tahunan tersebut.
Asisten Deputi Lingkungan dan Kebencanaan Maritim Sahat Panggabean sebagai anggota Delegasi Republik Indonesia dari Kemenko Maritim menuturkan ada beberapa hal yang membuat negara-negara lain sangat tertarik dengan konsep yang diterapkan Indonesia dalam hal pengurangan resiko bencana. Diantaranya adalah INArisk sebagai pusat data berbasis data mutakhir dan peta detail terkait potensi berbagai macam bencana di Indonesia. Menurut Sahat, nantinya akan banyak negara khususnya di Amerika Latin dan Asia yang akan berkunjung ke Indonesia untuk menjalin kerja sama.
“INArisk itu luar biasa, dikarenakan kegiatan aksi pengurangan bencana itu didasari oleh data akurat disertai peta detail. Selain itu program Desa Tangguh Bencana juga mendapat perhatian, sangat diapresiasi mereka (negara-negara lain), dan ke depannya ada beberapa negara datang ke Indonesia untuk melakukan studi dan kerja sama,” ujarnya, Rabu (31-5-2017) di , Jakarta.
Selain itu Sahat menambahkan, Delegasi Republik Indonesia juga mendorong isu pengurangan bencana maritim khususnya di pesisir,menjadi isu utama pembahasan di pertemuan dua tahun berikutnya di Swiss. Apalagi, lanjutnya, isu dan pembahasan mengenai bencana maritim belum banyak disampaikan oleh negara-negara lain, sehinga isu tersebut belum dapat bersuara lebih lantang.
“Kita di Kemenko Maritim ingin mendorong supaya isu pengurangan bencana itu juga dilakukan di maritim atau di pesisir kita. Dan itu belum banyak yang disampaikan, jadi ini yang harus kita dorong supaya nanti pertemuan dua tahunan berikutnya, isu tersebut sudah bisa dibahas dan bisa lebih bersuara,” imbuhnya.
Kemudian, masih menurut Sahat, dalam pertemuan tersebut Indonesia sejatinya ingin merubah paradigma global yang mengatakan bahwa Indonesia adalah gudangnya bencana alam, terutama bila dikaitkan dengan terminologi “Ring of Fire”. Secara geografis Indonesia terletak diantara dua samudra (pasifik dan hindia) dan dua benua (Asia dan Australia). Selain itu Indonesia berada diatas pertemuan tiga lempeng bumi, yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indoaustralia dan lempeng Pasifik. Pertemuan dari tiga lempeng bumi menyebabkan terjadinya aktivitas magma di dalam bumi, hal ini yang menyebabkan di Indonesia banyak terdapat gunung berapi. Di bumi ada dua jalur gunung api/sabuk api (ring of fire), yaitu sirkum pasifik dan sirkum mediterania dimana kedanya melewati Indonesia. Meskipun memiliki potensi bencana alam cukup tinggi, Indonesia justru bisa menjadi negara pusat studi bencana alam dunia.
“Oleh karenanya, Indonesia ingin mengubah terminologi tersebut (Ring of Fire) bukan sebagai gudang bencana, tetapi sebagai pusat studi dunia mengenai ilmu bencana. Ke depan apabila ada negara yang tertarik mempelajari tentang bencana alam, Indonesia lah tempatnya. Ini yang harus kita dorong, sehingga kita bisa ambil alih,” pungkasnya. ***