Kemenko Maritim : Merkuri Masalah Kita Semua
Maritim – Jakarta, Merkuri, atau unsur kimia hidrargirum (Hg), baik dalam bentuk cair atau gas, sangat berbahaya bagi kesehatan. Merkuri berbentuk logam cair berwarna putih keperakan pada suhu kamar normal. Merkuri menguap dengan mudah saat dibakar. Uap tidak berwarna dan tidak berbau.
Merkuri banyak digunakan dalam Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) untuk memisahkan emas murni dari bijih emas. Merkuri juga digunakan pada kosmetik. Meskipun penggunaan merkuri pada kosmetik dilarang, pada beberapa kasus masih ditemukan kosmetik mengandung merkuri dalam razia yang dilakukan oleh Badan Pengawas obat dan Makanan (BPOM). Proses penggunaan mercury pada pengolahan emas dimulai dari pencampuran merkuri cair dengan endapan bijih aluvial hingga memisahkan emas dari sedimen pasir atau batuan dan menggunakan pembakaran amalgamasi emas untuk memisahkan emas murni. Proses ini menghasilkan limbah merkuri yang sangat beracun. Merkuri yang telah digunakan untuk memisahkan emas dari endapan aluvial mengalir ke sungai dan tanah. Inilah sebabnya mengapa sumur juga ditemukan terkontaminasi merkuri. merkuri memasuki tubuh manusia melalui penghirupan dan kontak langsung dengan merkuri cair atau air yang terkontaminasi.
[caption id="attachment_18983" align="alignleft" width="300"] Mercury berbentuk logam cair berwarna putih keperakan. (Dok.Humas Kemenko Maritim)[/caption]Secara umum semua bentuk merkuri beracun. Bila paduan merkuri, atau amalgam, dibakar akan menghasilkan uap air raksa (Hg0) dan besi merkuri anorganik (Hg2 +). Merkuri akan berubah menjadi methyl mercury (MeHg +) jika memasuki lingkungan yang basah dan hangat dan bereaksi dengan bakteri tertentu.
Kedua bentuk merkuri sangat beracun, terutama untuk otak dan organ dalam. Paru-paru rentan terhadap uap merkuri beracun. Sedangkan untuk metil merkuri, ia masuk melalui organ pencernaan dan larut dalam lemak tubuh (lipofilik). Banyak gangguan kesehatan disebabkan oleh merkuri anorganik, termasuk iritasi pada kulit, mata dan selaput lendir (lunak, jaringan basah di hidung, mulut, vagina, dan anus).
Gangguan lainnya meliputi gangguan syaraf sensorik, seperti mati rasa, kekakuan pada jari tangan dan jari kaki, penglihatan yang menyempit, gangguan pendengaran, dan gangguan saraf motorik, seperti koordinasi otot yang buruk, sulit berdiri, terjatuh, tremor, gerakan melambat, dan kesulitan berbicara. Dalam tahap berikutnya, kontaminasi tersebut memicu perubahan genetika.
Paparan merkuri juga merusak sistem saraf, ginjal, dan sistem kardiovaskular. Janin wanita hamil yang terpapar merkuri sangat rentan keracunan merkuri, karena janin menerima nutrisi dari darah ibunya yang mungkin terkontaminasi merkuri.
Penelitian
Sejumlah hasil penelitian menunjukkan kontaminasi merkuri di perairan melewati ambang batas. Peneliti ekotoksikologi Institut Pertanian Bogor Etty Riani, mendapati tingginya kadar merkuri di Teluk Jakarta, Teluk Banten, Teluk Lampung, dan Teluk Bayur. Kontaminasi serupa terjadi di Waduk Saguling, Waduk Cirata, Sungai Ciliwung, hingga pesisir Surabaya, Bali, dan Papua.
Paparan itu mengakibatkan ikan-ikan setempat sudah tak lagi layak dikonsumsi. ”Ini sudah terjadi. Ikan dari Indonesia banyak ditolak di pasar dunia karena terkontaminasi merkuri,” kata Etty,
Dosen bidang kesehatan lingkungan dasar biokimia dari Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Dr Sofia, mendapati kondisi paparan merkuri tinggi di Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya, Aceh. Dari sampel 72 orang, 92,28 persen positif terpapar merkuri. ”Saya sangat kaget. Paparan merkurinya melewati ambang batas,” kata Sofia. Lokasi itu berada di Pegunungan Gunong Ujeun yang merupakan lokasi PESK bermerkuri.
Ambang batas yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk kadar normal merkuri dalam darah adalah 0,001 part per million (ppm). Sementara paparan yang diteliti Sofia sudah mencapai 0,048 ppm.
Konsentrasi merkuri dalam tubuh warga di sekitar lokasi tambang liar Gunung Botak, Maluku, juga semakin tinggi. Penelitian Universitas Pattimura (Unpatti) pada 2014 menunjukkan, paparan merkuri di sampel rambut warga mencapai 18 ppm.
Abraham Mariwy, dosen Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unpatti, memprediksi, tingkat pencemaran semakin parah berdasarkan sampel yang diambil di Buru, Agustus 2017.
Di Jambi, dari 3.000 hektar sawah yang beralih fungsi menjadi tambang emas, sebagian mulai difungsikan kembali menjadi sawah oleh masyarakat. Padahal, bekas tambang itu masih terkontaminasi merkuri. ”Saya khawatir paparannya (merkuri) mengancam kesehatan,” ujar Mausul Akhmad, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan Jambi. (Kompas, 13/11).
Peran Kemenko Maritim
[caption id="attachment_18982" align="alignleft" width="225"] Batu cinnabar atau dikenal juga dengan sebutan pasir merah dimasak untuk dijadikan mercury. (Dok. Humas Kemenko Maritim)[/caption]Pada tanggal 9 Maret 2017 Presiden Joko Widodo memimpin rapat kabinet terbatas yang salah satunya membahas tentang penghentian penggunaan mercury pada tambang-tambang emas skala kecil. Kepala Bidang Infrastruktur Mineral, dan Batu Bara Kemenko Maritim John Tambun dalam wawancara menuturkan, “Pak Menko kita memang concern terhadap mercury. Setelah ratas yang dipimpin Presiden itu ada beberapa rapat yang harus di siapkan oleh kemenko Maritim . Saya melihat peluang untuk membereskan mercury. Kita telah selenggarakan rakor terkait dengan Mercury di Kemenko Maritim dipimpin oleh Pak Ridwan (Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur), lalu Pak Ridwan menugaskan tim teknis untuk pergi langsung ke tambang batu cinnabar, Ambon. Kita mendorong penutupan tambang cinnabar di Maluku. Kita fokus pada penutupan sumber mercury, yakni tambang batu cinnabar.” (15/11)
Tim Kemenko Maritim bersama Asisten Operasi POLRI, Asisten Operasi TNI, Kementerian ESDM, Sekretariat Kabinet, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kejaksaan Agung condong kepada aspek penegakan hukum. Tim juga mendorong penyusunan rancangan Inpres terhadap rencana aksi nasional terkait mercury. Penyusunan rancangan Inpres ini dikomandani oleh Menteri ESDM CQ Direktur Jenderal Mineral dan Batubara. Kemenko Maritim menjadi koordinator. Rapat koordinasi lanjutan telah menghasilkan keputusan untuk Gubernur Maluku melakukan penutupan tambang cinnabar. “Surat sudah keluar dari Kemenko Maritim tanggal 5 Oktober 2017, sampai sekarang belum ada jawaban. Kita proaktif. Minggu depan kita minta waktu Gubernur untuk rapat koordinasi bersama Muspida dari Maluku yaitu Kajati, Pangdam, Kapolda dan Gubernur bersama Tim pusat, Rakor rencananya dipimpin Deputi Kemaritiman Sekretariat Kabinet”.
John juga menegaskan meskipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata, inpres tetap diperlukan agar rencana aksi nasional pemberantasan merkuri ini bisa lebih terintegrasi dan segera implementasi. Inpres juga menjadi acuan bagi Kementerian/Lembaga terkait dan daerah-daerah yang menggunakan mercury pada pertambangan emas skala kecil. “Kita semua perlu tahu bahaya mercury. Masalah-masalah yang terkait didalamnya, dari masalah penambangan Cinnabar yang dimasak menjadi mercury, masalah perizinan tambang emas skala kecil, masalah penggunaan mercury pada tambang emas, masalah pencemaran lingkungan, masalah kesehatan. Pemerintah harus lebih tegas. Masalah mercury ini, masalah kita semua”. Pungkas John. ***