Kemenko Marves Koordinasikan Pengembangan Pertanian Terpadu di Subang

Kemenko Marves Koordinasikan Pengembangan Pertanian Terpadu di Subang

Marves - Subang, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), melalui Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah (Asdep IPW), melakukan koordinasi dan survei lokasi untuk pengembangan pertanian terpadu di Kabupaten Subang pada Rabu dan Kamis, 14-15 Agustus 2024. Lokasi-lokasi yang disurvei merupakan usulan yang diajukan oleh Pemerintah Kabupatan Subang untuk revisi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2021 (Perpres 87/2021) tentang Percepatan Pembangunan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan (Jabarsel).

“Ada tiga lokasi komoditas pertanian potensial di Kabupaten Subang yang kita datangi dan koordinasikan untuk pengembangannya. Yaitu komoditas nanas di Kec Jalancagak, sapi potong di Kec Pagaden Barat, dan padi organik di Kecamatan Pabuaran. Ketiganya memiliki prospek yang cukup baik. Subang memang dikenal sebagai produsen nanas varietas simadu. Begitu pula padi organik dan sapi potong untuk mensuplai kebutuhan pangan di Jawa Barat dan Jakarta,” jelas Asdep IPW Kemenko Marves, Djoko Hartoyo di sela-sela kunjungan tersebut.

Koordinasi lapangan atas usulan lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu di Kabupaten Subang turut dihadiri oleh perwakilan dari Biro Perencanaan Kementerian Pertanian (Kementan); Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan; Direktorat Jenderal Tanaman pangan  Kementan; Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat; Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D) Kab Subang; Dinas PKH Kab Subang; dan Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan (DKUPP) Kab Subang.

*Usulan Peremajaan Komoditas Nanas*

Dari lokasi pengembangan komoditas nanas, terdapat harapan agar nanas simadu bisa dikembangkan secara budidaya. Para petani mengaku bahwa selama ini varietas simadu muncul dari kelainan genetik. Kabupaten Subang memiliki 3 kecamatan sentra nanas, yaitu di Jalancagak, Kasomalang, dan Cijambe dengan luasan lahan total 1.200 ha di atas tanah milik pribadi maupun negara. Dari setiap hektare (ha) hamparan kebun nanas, hanya 1-2 saja yang dikategorikan nanas simadu. Melalui teknologi budidaya, varietas simadu bisa lebih direkayasa sedemikian rupa sehingga petani bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas nanas simadu.

Selain itu menurut Uho, Ketua Kelompok Nanas Sarimadu 1, hampir semua lahan nanas di Subang perlu diremajakan. Mayoritas kebun nanas saat ini sudah berusia di atas 10 tahun, sedangkan idealnya di usia 5 tahun komoditas nanas sudah perlu peremajaan. “Karena tidak ada peremajaan, maka nanas yang dihasilkan semakin kecil. Dari segi rasa memang ada pengaruh juga dari kualitas tanah, bibit, dan pupuk. Tapi dari segi ukuran, (tanpa peremajaan) nanas relatif kecil-kecil,” jelas Uho. Petani nanas disebutnya kesulitan melakukan peremajaan mandiri karena terkendala mahalnya biaya dan waktu peremajaan yang mencapai 18 bulan. 

*Integrasi Pengembangan Industri Sapi Potong*

Dari lokasi pengembangan industri sapi potong, Kab Subang memiliki korporasi petani ternak, yaitu Koperasi Produsen Brahman Sejahtera yang menaungi 31 kelompok dengan total anggota 437 peternak. Untuk mendukung kawasan pertanian terpadu, koperasi ini memiliki usaha pengembangbiakan dan penggemukan sapi potong; pembuatan pupuk organik; pakan konsentrat; produksi olahan daging (gepuk); dan toko daging segar secara daring dan luring. Menurut Ocid, Ketua Koperasi Brahman Sejahtera, industri sapi potong di Subang memiliki potensi besar. Selain untuk mendukung pengembangan kawasan segitiga Rebana, ada pula peluang dari biomassa pakan serta pemenuhan kebutuhan pangan, khususnya alternatif protein hewani.

Namun demikian, pengembangan peternakan terpadu masih terkendala tidak adanya hamparan lahan luas untuk model pengembangan yang terintegrasi. Imbasnya, semua unit usaha masih tersebar di 16 kecamatan dari utara hingga selatan Kab Subang yang menyebabkan proses industri kurang efektif dan efisien. Selain itu, banyak peternak juga terkendala akses permodalan, karena umumnya hewan ternak ruminansia tidak bisa dijadikan sebagai agunan (jaminan). “Kami sangat berharap adanya pendampingan dari pemerintah pusat dan daerah,” jelas Ocid.

*Isu Irigasi dan Sertifikasi Padi Organik*

Dari lokasi pengembangan padi organik, para petani berharap ada bantuan irigasi pompa untuk mengatasi kendala irigasi. Kec Pabuan yang terletak di dataran rendah selama ini hanya mengandalkan sistem irigasi tadah hujan. Sehingga ada risiko kekurangan air di musim kemarau. Mayoritas lahan juga masih IP200 sehingga dibutuhkan pompa air dan sumur bor. Dedy Mulyadi, Direktur Agrospora dan Ketua Kelompok Tani Paguyuban Bumi Mandiri juga menyebut dengan kondisi lahan tadah hujan, petani hanya bisa memanen padi organik dua kali dalam setahun. Sedangkan di desa seberang yang menanam padi konvensional namun mendapat aliran irigasi sungai bisa panen tiga kali dalam setahun.

Menurut Dedy, permintaan terhadap beras organik terus meningkat dari waktu ke waktu. Saat ini, Agrospora mendapat permintaan rerata 100 ton beras organik per bulan untuk pasar Jabodetabek, Jabar, dan Sumatra. Namun potensi tersebut belum bisa dipenuhi seluruhnya. Di satu sisi, kondisi ini menjadi peluang bagi kawasan penyangga. Di sisi lain tidak mudah mengubah pola tanam dan ekosistem dari petani konvensional di kawasan penyangga tersebut. “Ekosistem perlu dibenahi, dan memang perlu waktu agar petani mendapat sertifikat beras organik,” jelas Dedy.

Menurut Asdep Djoko, integrasi antara komoditas nanas, sapi potong, dan padi organik di Subang bisa menjadi percontohan bagi daerah lain di Jabar dalam hal pengembangan kawasan pertanian terpadu. Namun upaya tersebut membutuhkan kerja bersama, baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten, maupun para pelaku usaha di level tapak dengan adanya komunikasi dan sinergitas yang baik. Asdep Djoko menyatakan kesiapan untuk mengkoordinasikan agar ketiga komoditas ini bisa tercantum dalam revisi Perpres 87/2021. 

“Berdasarkan koordinasi lapangan selama dua hari ini, Alhamdulillah semua kebutuhan maupun usulan dari para petani dan peternak telah dicatat. Usulan-usulan ini tentunya akan ditindaklanjuti, baik oleh rekan-rekan dari Kementan, lalu dinas-dinas terkait , serta Bappeda di tingkat kabupaten dan provinsi. Kemenko Marves yang memiliki tugas dan fungsi koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian berkomitmen untuk mengawal agar usulan-usulan ini bisa terlaksana dengan baik,” pungkas Asdep Djoko.

Sebagai informasi, revisi Perpres 87/2021 tentang Percepatan Pengembangan Kawasan Rebana dan Jawa Barat Bagian Selatan (Jabarsel) saat ini terus berprogres. Dalam waktu dekat, Perpres revisi akan diverifikasi, divalidasi, dan ditetapkan oleh Presiden. Kegiatan atau program di sektor pertanian yang sebelumnya belum banyak disebut dalam Perpres mulai dikoordinasikan oleh Asdep IPW Kemenko Marves agar tercantum dalam Perpres terbaru. Adapun Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah yang didorong untuk mengembangkan sektor pertanian terpadu tersebut.

No.SP-234/HUM/ROKOM/SET.MARVES/VIII/2024
Biro Komunikasi
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi