Kemenko Marves Meminta Pemprov Kepri Fokus Budidaya Pada Satu Komoditas Unggulan

Marves--Batam, Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi melalui Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Safri Burhanuddin melaksanakan kunjungan ke Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Kepulauan Riau untuk meninjau terkait budidaya perikanan laut pada Jumat, 3 Juli 2020.
Deputi Safri meminta agar budidaya perikanan laut difokuskan karena untuk memenuhi kebutuhan pasar tidak bisa hanya mengandalkan hasil tangkap tapi harus melalui budidaya.
"Kami kemarin diskusi dengan salah satu pemegang lisensi untuk pemegang suplai ke dua supermarket, mereka butuh 100 ton per supermarket tiap hari. Pengumpul ikan Indonesia hanya bisa mengumpulkan 100 ton per hari. Artinya jika kita mengharapkan ikan dari hasil tangkap di mana hasilnya fluktuatif, kita sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu kita harus budidaya agar punya rencana produksinya," kata Deputi Safri.
Dalam budidaya perikanan laut itu pun, Deputi Safri berpesan agar fokus pada satu komoditas yang akan ditonjolkan sebagai ikon dari Provinsi Kepulauan Riau. Apalagi posisi Kepulau Riau secara geografis adalah merupakan posisi jembatan dari Indonesia ke beberapa negara sangat ideal beberapa pulaunya sangat ideal perairannya untuk budidaya.
"Hasil kajian kami dari beberapa laporan yang terbaik di sini muncul kerapu, kakap putih, bawal bintang, dan napoleon. Kita minta Pemprov dalam hal ini bersama Balai fokus antara satu atau dua jenis ikan saja. Seperti Norwegia, mereka konsentrasi pada salmon karena targetnya pasar internasional. Kalau kita mau konsentrasi ke kakap putih tentu pasar kita bukan domestik, melainkan pasar internasional. Hasil analisa pasar kami ternyata kakap putih itu salah satu digemari bukan hanya di Asia tapi Eropa dan Amerika," tambah Deputi Safri.
Deputi Safri optimis dengan kapasitas balai yang ada, pasti akan banyak variasinya kakap putih yang muncul. Selain itu, Perairan Kepri dan Karimun adalah tempat paling bagus untuk kakap putih dibanding Jawa atau Bali.
"Saya bayangkan kalau kakap putih ini konsentrasinya ada disini. Siapapun orang di Kepri harus bicara kakap putih. Semua menu di Kepri harus ada kakap putih karena agar pembudidaya masyarakat itu tetap laku. Peraturan oleh Gubernur dan Bupati bahwa setiap acara harus ada menu kakap putih. Dibuatkan perlombaan di Bagaimana menjadikan kakap putih yang lebih bervariasi," kata Deputi Safri.
Pemfokusan satu komoditas ini juga disampaikan Deputi Safri agar harga produksi lebih murah. Selain itu, dengan mempermudah pembukaan perizinan budidaya juga akan menyerap tenaga kerja. Setelah difokuskan kepada satu komoditas, Deputi Safri menekankan bahwa pasar yang dituju adalah pasar internasional. Oleh karena itu, standar dari semua proses budidaya perikanan laut harus dinaikkan.
"Berarti semua dari awal penyediaan bibit atau benih semuanya harus standar internasional dan harus terjamin. Kalau kita jalankan untuk domestik semuanya jalan tapi kalau untuk pasar internasional kita harus kita ubah. Sebenarnya sistemnya tetap sama tapi harus standarnya lebih tinggi tingkatnya seperti kebersihan baik lokasi dan kesehatan sumber daya manusiany harus terkontrol," ungkap Deputi Safri.
Dalam pengembangan lahan untuk industri budidaya perikanan laut perlu dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas penunjang untuk menjaga kualitas dari produknya.
"Kita minta BP Batam menyiapkan satu areal yang pengembangan kawasan perikanan sampai 1.000 hektar. Di kawasan itu pertama di situ harus ada cold storage, tempat industri pengalengan ikan, industri pembuatan fillet ikan, dan industri yang berkaitan dengan kapal ikan. Jadi, ada suatu kawasan yang kaitan dengan perikanan terutama untuk industrinya jadi ikan yang ditangkap termasuk ada pelabuhannya langsung. Ikan yang masuk bisa langsung ekspor," tambah Deputi Safri.
Selain itu, Deputi Safri mengingatkan bahwa dalam memilih kawasan budidaya tersebut, tidak boleh dekat dengan kawasan industri kimia agar tidak mencemari ikan-ikan produksinya. Ditambah juga kerja sama dengan Universitas lokal juga menjadi pilihan untuk mengembangkan budidaya perikanan laut tersebut.
"Harapan kami ke dinas provinsi, tolong zonasi mana yang bisa dikembangkan untuk kawasan budidaya supaya tidak tabrakan dengan industri kimia. Pengolahan limbah di sana itu harus jelas karena kasihan kalau orang yang sudah budidaya sebelahnya industri itu kalau sudah ada pencemaran mati semua ikannya. Selain itu, teman-teman dari Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) itu dilibatkan untuk mengetes tingkat air sehingga dapat ditentukan lokasi yang pantas kembangkan. Dilihat dari luas kawasan, kalau sudah dapat angkanya kita akan tahu berapa produksi yang bisa kita buat di sini," kata Deputi Safri.
Ide untuk memperkuat budidaya perikanan laut merupakan arahan dari Presiden. Sebuah keluarga nelayan bisa menghasilkan dua sampai tiga juta perbulan dari hasil budidaya dan dengan perhasilan tersebur Ia masih berada di garis kemiskinan. Deputi Safri menjelaskan target pemerintah penghasilannya di atas empat sampai 10 juta. Jika Indonesia ingin menjadi negara dengan penghasil nomor tujuh hingga lima terbesar di dunia setiap kepala keluarga harus atas 10 juta per bulan.
Deputi Safri menyampaikan tren ikan dunia tangkap itu monoton sudah turun sedangkan ada kebutuhan untuk memberi makan kurang lebih sembilan miliar orang di tahun 2050. Saat ini dengan jumlah orang kira-kira baru tujuh setengah miliar, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dari daging itu terbatas maka budidaya itu salah satu solusinya. Tiongkok punya hasil budidaya kurang lebih 4-5 kali dari kita padahal luas areal kita untuk budidaya lebih besar dari Tiongkok.
Bagian Hubungan Masyarakat Biro Komunikasi
[gallery link="file" size="medium" ids="49048,49049,49050,49051,49052,49053"]