Kemiri Sunan Asal Sukabumi Berhasil Pukau Delegasi G20
Marves - Jakarta, Siapa kenal Kemiri Sunan? Kemiri Sunan ini berhasil memukau wajah-wajah para delegasi G20 dengan hasil temuan energi terbarukan dari Indonesia. Temuan yang dilakukan dalam upaya Indonesia menyediakan bahan bakar ramah lingkungan di setiap negara dalam rangka mengatasi perubahan iklim.
“Kami kagum dengan hasil temuan dari Indonesia untuk menciptakan sumber energi baru terbarukan. Kami merupakan perwakilan Delegasi G20 dari Argentina yang ingin mengetahui dan belajar banyak dari Badan Litbang Kementan RI mengenai sumber energi baru yang ramah lingkungan,” kata Dr. Pablo Mercuri yang berkunjung bersama rombongan di Taman Sains Pertanian, Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri), terletak di Jalan Raya Pakuwon KM 2 Parungkuda, Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (05-08-2022).
Pablo yang merupakan Director of Natural Resources Research Center, mengapresiasi Indonesia yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang tidak ada di negaranya. Hal ini terlihat banyak inovasi yang dihasilkan oleh para peniliti, karena kekayaan SDA di Indonesia. Salah satunya sumber daya alam yang berhasil dikembangkan adalah CPO, kemiri sunan, dan lainnya.
Kemiri sunan (Reutealis trisperma) memang sangat istimewa, karena memiliki keunggulan dibandingkan bahan bakar nabati lainnya, diantaranya rendeman yang tinggi hingga mencapai 56 persen, dapat tumbuh di lahan kritis, umur produksi yang panjang dan sudah berbuah saat usia 3 atau 4 tahun, serta memiliki diversifikasi produk.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, Prof. Fadjry Djufry mengatakan, para peserta atau Delegate dari berbagai negara seperti Amerika, Argentina, Jepang, Australia, Afrika, Arab Saudi dan negara peserta G20 lainnya berbagi pengetahuan tentang cara menghadapi perubahan iklim.
“Hari ini sengaja kita bawa ke Balittri di Sukabumi salah satu UPT dari bidang pertanian, kita melihat bagaimana kita menerapkan, bagaimana pola integrasi tanaman perkebunan, dalam rangka memproduksi menghadapi perubahan iklim, seperti tadi kelapa, kopi, kemiri sunan, ada kayu manis,” ujar Fadjry.
Seperti diketahui, bahwa Indonesia beberapa tahun terakhir ini fokus mengembangkan energi baru terbarukan, untuk menggantikan energi fosil yang lambat laun akan hilang, sehingga perlu persiapan peralihan energi agar tetap berkesinambungan. Fadjry mengatakan, biodiesel dari bahan dasar kemiri sunan ini dapat digunakan untuk bahan bakar traktor dan diperuntukkan bagi petani, juga masyarakat menengah ke bawah.
“Sesuai intruksi bapak Presiden melalui Kementerian Pertanian, swasembada kemandirian energi, dan ini alat sangat bisa digunakan di seluruh Indonesia, jadi setiap pulau atau mungkin di daerah susah bahan baku, kita sesuai dengan komoditi yang ada di sana, kalau di sana ada kelapa ya kelapa kita olah jadi Biodiesel, kalau sawit ya sawit diolah Biodesel,” ucap Fadjry.
Kebutuhan masyarakat, khususnya petani akan bahan bakar murah dan mudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Untuk itu disiasati dalam penyediaan sentral-sentral reaktor di setiap pulau yang jauh dari ibu kota. Banyak delegasi yang penasaran dengan teknologi pembuatan energi biodiesel itu, terlihat peserta G20 mencoba langsung kendaraan dan traktor yang memakai biodiesel.
Delegasi G20 Jepang Keiichi Hayashi dirinya merasa terpana dengan berbagai temuan sumber bahan bakar yang ramah lingkungan dan menilai temuan Indonesia menjawab perubahan iklim yang menjadi pembahasan utama di dunia khususnya G20.
“Kita tentunya memberikan apresiasi kepada Pemerintah Indonesia yang telah membuktikan bahwa mereka mampu menciptakan sumber energi yang ramah lingkungan ini, bahkan ini menjadi catatan kami dan mungkin ke depan akan melakukan kerjasama dalam upaya menciptakan sumber energi. Apalagi temuan tersebut sudah diaplikasikan kepada kendaraan dan ternyata berfungsi dengan baik,” tambah pria yang menjabat sebagai Program Director in Japan International Research Center for Agricultural Sciences (JIRCAS).
Dulu Dianggap Racun, Kini Dicari
Sekilas melihat kemiri sunan tak beda jauh dengan buah kecapi, tapi kalau kita perhatikan lagi buah kemiri sunan memiliki bentuk persegi dan mengerucut di ujungnya. Banyak orang mengenal kemiri sunan ini adalah buah racun pembasmi tikus di sawah bagi petani. Buah kemiri sunan ini mengandung minyak yang banyak dan bermanfaat, sehingga beberapa orang yang mengetahui buah ini digunakan sebagai pernis dan pengawet kayu kapal.
Siapa sangka kini kemiri sunan banyak dicari oleh para periset dan dikembangkan menjadi pengganti bahan bakar yang ramah lingkungan. Minyak nabati yang dihasilkan oleh kemiri sunan bisa dijadikan pengganti bahan bakar solar. Hal ini tentu menjadi komoditi yang patut dikembangkan, karena bisa menjadi pengganti kelapa sawit yang selama ini diandalkan.
“Untuk menanam kemiri sunan tidak perlu pembukaan lahan baru. Kami sudah mengembangkan untuk mengembangkan. Kondisi lingkungan tropis sangat baik untuk tumbuhan ini tumbuh dan berkembang,” ungkap Fadjry.
Tidak seperti sawit yang memerlukan lahan dengan kondisi lingkungan tropis yang bagus, kemiri sunan cenderung mudah beradaptasi di lahan marjinal, seperti lahan kering relatif ekstrem dan berbatu, tanah kering masam hingga tanah pasir.
Balittri sudah mengujicobakannya di lahan eks tambang timah di Bangka Belitung, eks-tambang bauksit di Bintan, Kepulauan Riau, eks tambang emas di Pulau Buru, Maluku dan eks-tambang batu bara di Kalimantan Timur dengan hasil bagus. Karena kemampuannya berkembang di lahan kritis itu, kemiri sunan sangat potensial mensubstitusi sawit sebagai biodiesel, apalagi lahan kritis di Indonesia sangat luas.
Tumbuhan yang tahan terhadap penyakit seperti hama, tahan busuk dan tanaman pengganggu ini, ternyata memiliki manfaat lain. Bijinya bisa digunakan sebagai biodiesel, sabut kulit bisa digunakan sebagai pupuk dan pestisida alami, bungkil bisa digunakan sebagai pakan ternak, gliserol untuk produksi sabun, terpenting untuk pembuatan cat.
Satu pohon, banyak manfaat itulah kemiri sunan!