Kenalkan Proses Perundingan Batas Maritim, Pemerintah Latih Puluhan Pemangku Kepentingan

Kenalkan Proses Perundingan Batas Maritim, Pemerintah Latih Puluhan Pemangku Kepentingan

Maritim--Jakarta, Perundingan batas maritim seringkali memakan waktu yang sangat panjang, tahunan bahkan terkadang hingga puluhan tahun. Salah satu contohnya adalah perundingan batas landas kontinen RI dengan Vietnam yang selesai setelah 30 tahun sejak tahun 70-an. Kompleksnya pertimbangan kedua belah pihak membuat durasi perundingan tidak dapat diprediksi.

Untuk memberikan wawasan serta keterampilan mengenai perundingan batas maritim, Kemenko Bidang Kemaritiman melalui Kedeputian Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri RI, Badan informasi Geospasial (BIG), dan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) mengadakan Diskusi Kelompok Terpumpun (FGD) Delimitasi Batas Maritim di Jakarta, pada Hari Rabu (28-11-2018).

Dalam pidato pembukaannya, Sekretaris Kemenko Bidang Kemaritiman Agus Purwoto mengatakan bahwa Indonesia sampai dengan saat ini masih harus menyelesaikan berbagai segmen batas maritim dengan beberapa negara tetangga.

"Penyelesaian penetapan batas maritim untuk berbagai segmen tersebut tentulah bukan sebuah hal yang mudah karena dalam proses perundingan penetapan batas maritim diskusinya menggabungkan berbagai bidang keilmuan yang berbeda, seperti bidang hukum, politik, ilmu kebumian, ekonomi, sumber daya alam, dan lain sebagainya," ujarnya.

Agar memahami fakta-fakta tersebut, di dalam FGD juga didesain praktek latihan penetapan batas maritim dan negosiasi. Tentang hal ini, Pelaksana Harian (Plh) Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Budi Purwanto menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih terutama kepada para pembicara. "Saya sangat mengapresiasi kepada para pembicara yang telah memberikan pembekalan dan pemahaman sesuai dengan keahliannya kepada peserta agar dapat mempraktekkannya secara langsung.

Selain itu, dia berharap para peserta yang terdiri dari para diplomat muda, staf kementerian/lembaga terkait, akademisi dari Ilmu Hukum, Hubungan Internasional, Geodesi dan Geografi serta jurnalis dapat melakukan perhitungan tentang batas-batas maritim sesuai dengan teori yang ada serta pengalaman dari para praktisi.

Mendukung pernyataan Asdep Budi, Utusan Khusus Presiden RI untuk Penetapan Batas Maritim Indonesia-Malaysia Dubes Eddy Pratomo mengungkapkan bahwa panjang dan kompleksnya perundingan batas maritim membutuhkan kaderisasi negosiator. "Negosiasi untuk batas maritim adalah proses yang sangat panjang sehingga membutuhkan strategi dan mekanisme diplomasi yang berkelanjutan terutama adanya pengaruh politik yang salah satunya disebabkan oleh pergantian kabinet," ujarnya saat menjadi narasumber.

Selain Dubes Eddy Pratomo, hadir sebagai narasumber antara lain Profesor Hasjim Djalal, Profesor Sobar Sutisna dan Cindy Maryanti. Setelah mendengarkan paparan dari para pakar tersebut para peserta diajak untuk melakukan simulasi penetapan atas maritim untuk dirundingkan dengan negara mitra perundingan.

Di akhir pertemuan, Asdep Budi Purwanto mengungkapkan pihaknya akan melanjutkan program literasi tentang perundingan batas maritim ini pada tahun 2019 mendatang. "Secara bertahap, Kemenko Bidang Kemaritiman akan bekerja sama melakukan pelatihan dan sosialisasi tentang batas maritim dengan kementerian dan lembaga terkait serta bebeberapa universitas di seluruh Indonesia terutama jurusan Hukum dan Geografi agar mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih besar pada diplomasi maritim," tutupnya.

Sebagai informasi, Indonesia sampai dengan saat ini masih harus menyelesaikan berbagai segmen batas maritim dengan negara tetangga, di antaranya adalah batas laut wilayah dengan Malaysia, Singapura dan Timor Leste. Lalu, batas zona ekonomi eksklusif dengan India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Palau dan Timor Leste juga masih perlu perundingan lebih jauh.

Selain itu, Indonesia juga sedang mengkaji dilakukannya proses peninjauan kembali atas perjanjian batas maritim Indonesia dan Australia yang telah ditandatangani pada 1997, namun sampai dengan saat ini belum diratifikasi dan diberlakukan oleh kedua negara. (**)

[gallery ids="27304,27305,27306,27307,27308,27309,27310"]