Klarifikasi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan
Sehubungan dengan adanya media yang telah mengutip pernyataan saya tanpa meminta konfirmasi terlebih dahulu mengenai ayah saya telah dibunuh PKI, maka dengan ini saya menyampaikan klarifikasi.
Beberapa kutipan yang diberitakan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Luhut Panjaitan: Bapak Saya Dibunuh PKI di Depan Mata Saya, Bagaimana Saya Bisa Dikatakan Pro PKI? 2. Cerita Luhut Lihat Bapaknya Dibunuh PKI. 3. “Saya pengalaman, (saya pernah) lihat Bapak saya dibunuh PKI.” 4. “Agus Wijodjo (meskipun ayahnya menjadi salah satu korban tewas), dia belum pernah ngalami, lihat bapaknya dibunuh PKI," kata dia. Dengan ini saya menyatakan bahwa pemberitaan di atas tidaklah benar. Almarhum ayah saya adalah seorang sopir bus Sibualbuali di Sumatera Utara. Beliau kemudian bekerja keras sehingga menjadi pegawai Caltex dan dikirim kuliah ke Cornell University, Amerika Serikat. Meninggalnya almarhum ayah saya tidak ada kaitannya dengan PKI. Konteks pernyataan saya yang sebenarnya adalah menceritakan tentang seorang teman saya, yakni Letjen TNI (Purn.) Agus Widjojo. Beliau adalah putra Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo, seorang Pahlawan Revolusi yang dibunuh pada peristiwa G30S/PKI. Dalam jabatannya sebagai Gubernur Lemhannas sejak April 2016, Beliau merupakan bagian dari pemerintah dalam penyelenggaraan simposium nasional bertajuk 'Membedah Tragedi 1965 dari Aspek Kesejarahan' tahun lalu di Hotel Arya Duta. Waktu itu muncul komentar negatif yang mengatakan bahwa simposium sudah dipengaruhi oleh PKI. Padahal simposium ini merupakan upaya akademik untuk menganalisa tragedi '65 dari perspektif sejarah. Mendengar komentar negatif tersebut, Pak Agus mengatakan ke saya bahwa orang yang berkomentar tersebut tidak pernah mengalami ayahnya dibunuh di depan matanya. “Ayah saya ditembak mati di depan mata saya,” demikian kalimat Beliau. Dengan menceritakan ini, saya bermaksud memberikan masukan kepada media dan masyarakat agar tidak gampang terhasut dengan isu yang disampaikan oleh narasumber yang tidak valid. Contohnya adalah isu komunisme. Presiden sendiri sudah memerintahkan Polri dan TNI untuk menindak tegas penyebar ideologi lain selain Pancasila. Maka media dan kita semua wajib mendukung upaya ini dengan selalu memastikan kejelasan latar belakang dari narasumber dan tidak ikut menyebarkan berita yang belum pasti kebenarannya. Demikian klarifikasi ini saya sampaikan. Terimakasih. 25 Mei 2017 Luhut B. Pandjaitan.