Malam Ruwatan Bumi di Candi Borobudur, Jadi Pengingat Diri Kembali ke Alam dan Peduli Lingkungan!

Malam Ruwatan Bumi di Candi Borobudur, Jadi Pengingat Diri Kembali ke Alam dan Peduli Lingkungan!

Marves - Yogyakarta, 

Siapakah yang berkehendak pada kenyataan alam semesta? Ke manakah bila kegelapan menyergap di dalam tapal dan doa aku bergerak menuju kesempurnaanNYA? Selaras, selarasalah, selaraslah angin.., air.., api... dan tanah....

Kalimat di atas dipanjatkan dengan khimat dan khusyuk oleh seorang perempuan berbalut kebaya merah dengan rambut di gelung. Penampilan wanita ini tampak di acara Ruwatan Bumi atau Ruwatan Nusantara yang berlangsung pada Selasa malam, 13 September 2022 Taman Lumbini di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Semua tamu yang memenuhi kawasan ini  merasakan suasana penuh spirit kebatinan.

Pada acara Ruwatan Bumi ini berlangsung selama dua jam dengan mlibatkan masyarakat adat dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Dalam Ruwatan Bumi ini merupakan aksi para pemangku adat se-Tanah Air untuk bersama-sama menyerukan dan mendoakan pemulihan bumi lewat jalan kebudayaan di Indonesia dan penjuru dunia.

Dan di acara Ruwatan Bumi menjadi bagian penting karena tidak hanya melibatkan masyarakat adat di sekitar Borobudur, namun juga masyarakat adat di seluruh Indonesia. Mereka memanjatkan doa-doa dari Indonesia untuk dunia yang dipimpin oleh empat pemimpin adat dari suku Karo, Mentawai, Dayak Iban, dan Mulu.

Pada acara Ruwatan Bumi ini menjadi salah satu bagian dari kegiatan atau  rangkaian Presidensi KTT G20 melalui side event Pertemuan Tingkat Menteri bidang Kebudayaan atau Culture Ministers’ Meeting (CMM) yang berlangsug pada 11 hingga 14 September di Kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.

Menurut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim yang memimpin Pertemuan Tingkat Menteri bidang Kebudayaan mengatakan bahwa melalui pertemuan ini, Indonesia  menyerukan dunia untuk saling bergotong royong mempraktikkan hidup berkelanjutan, serta mengakselerasi pemberdayaan dan perkembangan ekonomi berbasis seni dan budaya.

“Sektor seni dan budaya juga turut terdampak pandemi. Karenanya, kami terus menyuarakan pentingnya realisasi Dana Global untuk Pemulihan Seni dan Budaya  (Global Arts and Culture Recovery Fund/GACRF) yang diinisiasi Presidensi Indonesia Harapannya, pembahasan dana global ini dapat dilanjutkan India sebagai pemangku Presidensi G20 berikutnya,” kata Menteri Nadiem.

Ruwatan Bumi Bertujuan Pulihkan Dunia

Kemudian Mendikbudristek ini juga menjelaskan acara Ruwatan Bumi merupakan sebuah pagelaran ritus masal yang bertujuan untuk memulihkan dunia. Menteri Nadiem mengatakan melalui Ruwatan Bumi ini mengajak negara-negara G20, untuk kembali memperhatikan pemulihan bumi, lantaran kehidupan manusia tidak bisa lepas dari alam dan lingkungan.

“Kita di sini mencari waktu untuk refleksi. Refleksi sebagai seorang manusia yang hidup bergantung pada dinamika empat unsur, yaitu tanah, air, udara, dan api. Tubuh manusia berada di antara langit dan bumi, laut dan darat, serta delapan titik mata angin. Melalui Ruwatan Bumi, inilah saatnya untuk kita semua merenungkan proses pemulihan dari dampak pandemi global itu dengan meningkatkan kesadaran kita akan kelestarian alam, manusia, dan semua makhluk hidup,” kata Menteri Nadiem panjang lebar.

 

Sementara Hilmar Farid, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek selaku Koordinator Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan G20 ini mengatakan, “Para delegasi dapat mengambil inspirasi dari praktik-praktik hidup berkelanjutan yang menjadi tradisi di Indonesia seperti Ruwat Bumi atau Ruwatan Nusantara ini. Kemudian menjadikannya sebagai jawaban atas tantangan-tantangan global seperti ekonomi dan lingkungan.”

Dirjen Kemendikbudristek  yang biasa disapa Fay ini menegaskan Ruwat Bumi sebagai sebuah aksi para pemanku adat Nusantara untuk bersama-sama menyerukan dan mendoakan pemulihan peradaban yang dikhususkan pada situasi sekarang yakni pasca pandemi Covis-19 melalui jalan kebudayaan di Indonesia dan untuk penjuru dunia.

Selain itu, di acara ini juga tampak hadir Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Ganjar mengatakan bahwa Ruwatan Bumi ini menunjukkan komitmen negara-negara G20 untuk kembali perhatian terhadap lingkungan.

“Hari ini sengaja diciptakan tema Ruwatan Bumi untuk menunjukkan komitmen dari negara-negara G20, untuk kembali ke lingkungan, punya perhatian tinggi terhadap lingkungan atau  back to nature lah,” kata Ganjar.

 

Dan malam itu, memang Ruwatan Bumi menjadi acara puncak rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri Kebudayaan atau Culture Ministers Meeting (CMM) negara G20 dan Festival Indonesia Bertutur, yang digelar selama dua hari di kawasan Candi Borobudur.

 

Pada Ruwatan Bumi ini mengambil konsep doa bersama yang melibatkan sekitar 83 orang pemangku adat di seluruh Indonesia. Melalui doa bersama ini  dikemas dalam sebuah pertunjukan kolosal, yang menampilkan beragam cara tradisional dan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia.

 

Ruwatan Bumi Adalah Momentum Tradisi dan Budaya Indonesia

 

Menurut Ganjar dengan konsep memamparkan bagaimana cara-cara tradisional dan cara-cara kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia ini yang  ditampilkan dalam karya sen yang tentu saja menampilkan hampir seluruh wilayah di Indonesia dengan berbagai keragaman bajunya, tariannya, bahasanya, berikut tata caranya.

 

Ganjar juga menilai pada Ruwatan Bumi ini menjadi momentum mengenalkan tradisi dan budaya masyarakat Indonesia. Khususnya terkait menjaga alam dan lingkungan, serta beragamnya kekayaan budaya Indonesia.

 

Memang malam itu para undangan termasuk para delegasi begitu takjub, bangga memuji betapa kayanya Indonesia seytelah menyaksikan Ruwatan Bumi yang berisi doa atau mantra yang dipanjatkan para pemangku adat dari berbagai daerah di Indonesia. Dengan berbagai suara-suara, bahasa dan logat nan khas dari setiap daerah berupa seperti syair, kisung, tembang, didong dan sebagainya tampak begitu indah, magis. Menyaksikan Ruwatan Bumi ini begitu menyedot perhatian para undangan di malam yang indah, terang benderang seolah alam merestui pelaksanaan sakral ini.

 

Bahkan beberpa negara tampak terpukau, berdecak kagum dan tida henti memuji Ruwatan Bumi. Tampak Menteri Urusan Parlemen dan Kebudayaan India bicara terus dan menghafalkan Ruwatan Bumi, Ruwatan Bumi. Memang, India tahu bahwa bumi itu artinya land, country, earth. Dan mereka sangat paham serta mempercayai bahwa Bumi atau alam memiliki kesemestaan bagi sebuah bangsa. Tampak juga delegasi dari Jerman yang memuji dan merasa amazing dengan keragaman budaya Indonesia.

 

Dan pelaksanaan Ruwatan Bumi ini sebagai pembawa spirit kearifan lokal masyarakat Indonesia yang juga menjadi pemantik bagi negara-negara G20 untuk kembali melihat kondisi bumi, lingkungan, dan kesenian yang ada dalam suatu negara.

 

Harapannya semoga melalui Ruwatan Bumi ini menjadi momentum perhatian semua negara untuk melihat kondisi buminya, lingkungannya, kesenian tradisionalnya, sebagai bentuk respek atau penghormatan antarbudaya bangsa.