Menikmati Kesenian Gandrungan di Kota Asalnya
Maritim - Tim Kemenko Maritim dan Sumber Daya sangat terpukau saat tiba di kafe tradisionali Banyuwangi, Kopai Osing, Jumat malam (8/4).
Saat memasuki halaman yang memiliki beberapa bangunan rumah dari kayu, Tim Kemenko disuguhkan oleh pemandangan yang mengejutkan.
Pasalnya, sekitar enam orang ibu-ibu yang berusia kira-kira 60-an sedang asik memukul-mukul alu lesung.
Setelah diselidiki, ternyata ibu-ibu itu sedang memainkan kesenian Gandrungan. Ini merupakan kesenian khas Banyuwangi yang digunakan untuk menyambut tamu.
Kesenian yang didominasi tarian dengan orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut.
Hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung. Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan, pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya.
Menurut kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00).
Kata "Gandrung" diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Tarian Gandrung Banyuwangi awalnya dibawakan sebagai perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali.
Tim Kemenko pun lantas melewati malam yang indah dan penuh keramahan itu sambil menikmati Tari Gandrung yang membangkitkan suasana. Tak makan waktu lama, Tim Kemenko pun bergabung menari bersama mengikuti gemulai sang penari.
(Odd/Prw)